• Login
  • Register
Minggu, 26 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Tokoh Profil

Motivasi Melalui Humor dari Kiai Afifudin Muhajir

Benarlah apa yang disampaikan oleh Kiai Afifudin, siapapun kita tidak seharusnya merasa inscure apa lagi putus asa dalam belajar

Sholeh Shofier Sholeh Shofier
18/08/2021
in Profil, Tokoh
0
Afifudin Muhajir

Afifudin Muhajir

127
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Barang kali, sudah tidak perlu dipertanyakan lagi soal keilmuan Kiai Afifudin Muhajir. Semangat belajarnya tidak pernah padam dimakan usia. Beliau juga menyebarkan ilmunya kepada seluruh masyarakat, khususnya santri yang menetap di pondok yang beliau pimpin, Salafiyah Syafi’iyah Sukerejo Situbondo.

Tidak hanya itu, beliau juga sering memberikan motivasi kepada para santrinya baik putra maupun putri. Uniknya, motivasi-motivasi tersebut seringkali disampaikan melalui humor. Salah satunya, motivasi yang disampaikan beliau saat menyampaikan pelajaran Usul Fikih Kitab Jim-Jim (Syarah Jam’u Al-Jawami’), di Ma’had Aly Situbondo.

Kami, Mahasantri Ma’had Aly putra-putri sangat antusias untuk mendengarkan dan beristifadah dari penjelasan yang disampaikan beliau. Di tengah kepenatan kami untuk memahami, kebetulan Imam Al-Subki mengutip pendapat dari Imam Haramain dan sekaligus pendapat bapaknya, yaitu Abu Muhammad Al-Juwaini. Kemudian Kiai Afif menyelipkan cerita yang sudah masyhur bahwa, orang tua Imam Haramain berbeda dengan orang tua Imam Al-Ghazali.

Orang tua Imam Haramain juga merupakan seorang ulama. berbeda dengan orang tua Imam Al-Ghazali, orang tua Al-Ghazali bukan seorang ulama, orang biasa-biasa saja bahkan bisa dibilang orang awam. Akan tetapi, meski orang awam, orang tua Al-Ghazali memiliki keinginan luhur dimana saat mengaji fikih kepada seorang ulama, ia menginginkan anaknya alim, begitu juga ilmu-ilmu di bidang lainnya.

“Maka teman-teman yang bukan anaknya kiai jangan putus asa!”, pungkas Kiai Afifuddin Muhajir.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah
  • Nalar Kritis Muslimah: Menghadirkan Islam yang Ramah Perempuan
  • Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan
  • Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

Baca Juga:

Asy-Syifa Binti Abdullah: Ilmuwan Perempuan Pertama dan Kepala Pasar Madinah

Nalar Kritis Muslimah: Menghadirkan Islam yang Ramah Perempuan

Siti Walidah: Ulama Perempuan Progresif Menolak Peminggiran Peran Perempuan

Ini Alasan, Mengapa Perempuan Harus Berpolitik

Mendengar kalimat terakhir dari beliau, sontak kami yang berada di majlis tersebut terkikih-kikih merasa terhibur seolah merasakan oase di tengah kepenatan kami belajar yang tidak jelas nanti jadi apa. Meski kalimat yang disampaikan beliau terkesan guyon, namun memiliki pengaruh tersendiri kepada psikis pendengarnya, khususnya kami yang bukan keturunan kiai agar tetap semangat belajar dan mengkaji materi semisal usul fikih. Konon materi ini biasa dipelajari oleh orang yang hendak berijtihad, tentu harus orang-orang dari keturunan darah biru yang berpengaruh sebagaimana anggapan masyarakat.

Sekilas, penulis teringat dengan kisah Imam Al-Ghazali yang terlahir dari orang biasa yang berguru kepada Imam Haramain, anaknya ulama kemuka saat itu. Sebagaimana diceritakan dalam kitab Sayru A’lamu Al-Nubala’ [273/14], suatu ketika, Al-Ghazali mengumpulkan caatatan pelajarannya yang diterima dari gurunya itu, lalu dituangkan menjadi kitab Al-Mankhul. setelah selesai, kitab tersebut disuguhkan kepada gurunya. Melihat hal tersebut Imam Haramain berkomentar;

دفنتني وأنا حي، فهلا صبرت حتى أموت كتابك غطى على كتابي!

“Kau telah menguburku sementara aku masih hidup. Kenapa engkau tidak sabar menunggu hingga aku mati. Kini kitabmu (Al-Mankhul) menutupi kitabku (Al-Burhan)!”

Benarlah apa yang disampaikan oleh Kiai Afifudin, siapapun kita tidak seharusnya merasa inscure apa lagi putus asa dalam belajar karena hanya kita keturunan orang-orang biasa. Bukankan ilmu itu bersifat umum tidak dimunopoli oleh mereka yang memiliki martabat dan kedudukan agung di tengah bangsanya.

Begitu pun sebaliknya, tidak sepantasnya kita merasa pongah karena hanya terlahir dari keturunan orang-orang agung sehingga malas untuk belajar karena merasa cukup dengan status sosial yang dimiliki dari nenek moyangnya. Oleh sebab itu, siapapun kita hendaknya untuk senantiasa belajar tanpa merasa putus asa besok akan jadi siapa, lebih-lebih merasa puas karena keturunan semata yang tersandang.

Begitulah motivasi yang disampaikan oleh Kiai Afifudin Muhajir yang disampaikan, melalui humornya beliau tatkala kami dalam kepenatan berusaha memahami materi yang beliau sampaikan. Singkat dan padat namun memiliki pengaruh besar untuk menyulut semangat kami dalam belajar. Semoga Barakah! Amin. []

Tags: Cendekiawan MuslimIslam NusantaraMotivasi HidupTokoh Indonesiaulama perempuan
Sholeh Shofier

Sholeh Shofier

  • Salah satu Mahasantri kelahiran Sampang Madura yang mengenyam pendidikan di Ma'had Aly Situbondo.

Terkait Posts

Imam Ibnu Malik

Mengenal Imam Ibnu Malik: Sang Mahkota Ilmu Nahwu

30 November 2022
Social Justice Day, Vagabond

Stigma Perempuan Tidak Mampu Berpikir Logis, Itu Mitos!

17 Februari 2022
Perempuan Muslim

Maria Geoppert Mayer: Bukti Perempuan Unggul di Dunia Sains

16 Februari 2022
Madura

Mengenal Kepribadian Potre Koneng, Ratu Keraton Sumenep Madura

6 Desember 2021
makna Peringatan Hari Ibu

Ingatlah Kawan! Perjuangan Dewi Sartika Belum Usai

4 Desember 2021
Qira'ah Mubadalah

Belajar Kritis dari Khaled Abou El-Fadl dalam Menanggapi Hadis Misoginis

3 Desember 2021
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Puasa dan Intoleransi

    Puasa dan Intoleransi: Betapa Kita Telah Zalim Pada Sesama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jangan Pernah Menyalahkan Agama Seseorang yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Muhammad Saw Berpesan Jika Berdakwah Sampaikan Dengan Tutur Kata Lembut

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Ramadan Tiba, Kesehatan Gigi dan Mulut Harus Tetap Terjaga
  • Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan
  • 3 Tips Jika Target Ibadah Ramadan Berhenti di Tengah Jalan
  • Kebebasan Dalam Konstitusi NKRI

Komentar Terbaru

  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Kemandirian Perempuan Banten di Makkah pada Abad ke-20 M - kabarwarga.com pada Kemandirian Ekonomi Istri Bukan Melemahkan Peran Suami
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist