Mubadalah.id – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yembise mewacanakan perubahan nama agar dirubah menjadi Kementerian Keluarga.
Sebab kesadaran masyarakat, terutama laki-laki masih minim dalam mendorong perlindungan perempuan dan anak. Untuk itu, kementeriannya tersebut akan mendorong kampanye laki-laki untuk perempuan.
Menanggapi usulan tersebut, Dosen Filsafat Sosial Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung, Dr. Neng Hannah, M.Ag menilai usulan tersebut tidak perlu, karena sudah ada beberapa lembaga yang menanganinya.
Lembaga tersebut diantaranya Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kantor Urusan Agama (KUA) dan Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4).
“Nama Kementerian PPPA tidak usah diganti. Justru Kementerian PPPA diperkuat paradigmanya saja. Bila perspektifnya masih patriarki, ya sulit untuk menciptakan ketahanan keluarga,” kata Neng Hannah kepada Mubaadalahnews, Selasa, 28 Mei 2019.
Tetapi disisi lain, akuinya, wacana ketahanan keluarga yang mengemuka di Indonesia ini memang suatu hal yang baik. Namun hal itu tidak akan terjadi bila perspektif laki-laki dan perempuan tidak diubah.
Karena selama ini, lanjut dia, wacana ketahanan keluarga muncul dari paradigma konvensional positifistik yang menganggap bahwa keluarga itu solusi dari berbagai persoalan.
“Padahal tidak sesederhana itu. Rumah tangga malah justru bisa menjadi tempat yang berbahaya bagi semua anggota keluarganya tanpa prinsip muasyarah bil maruf,” tegasnya.
Kesalingan
Maka dari itu, wacana yang penting untuk diperkuat, disebarkan dan diinternalisasikan adalah mubadalah (kesalingan). Hal itu untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan untuk perempuan dan anak.
“Kementrian PPPA sudah oke. Tinggal perkuat wacana yang lebih rahmatan lil alamin yang lebih massif dengan melibatkan banyak pihak dan media. Insya Allah ketahanan keluarga bisa kita raih dan akan berbuah kondisi yang lebih harmonis,” tukasnya. (RUL)