• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pantas Saja, Agama Perempuan Separuh Lelaki

Mengasuh anak seringkali menjadi tugas perempuan saja. Parahnya, mengasuh anak dianggap bukan sebuah ibadah karena tidak berkaitan dengan zikir, salat, mengaji dan serangkaian ibadah yang kita awali dengan nawaitu

Nur Kholilah Mannan Nur Kholilah Mannan
31/03/2023
in Personal, Rekomendasi
0
Agama Perempuan Separuh Lelaki

Agama Perempuan Separuh Lelaki

527
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Seorang mamud (mama muda) curhat pengalaman pertamanya puasa kali ini;

“Pantes agama perempuan separuh lelaki.”

Kutanya dia “emangnya kenapa? Kok tiba-tiba kamu membenarkannya?”

Dia menjawab dengan nada mengeluh “Tiap salat 5 waktu gak bisa jamaah, kalo bisa itupun gak lengkap karena harus jagain anak. Abis salat suami bisa ngaji aku nggak karena anak macem-macam, anak minta nen lah, cebokin anak yang bikin aku batal wudu dan males ngambil lagi, suami bisa tahajud akunya kecapean karena bayi mimi gak berhenti, suami tahlilan aku nidurin anak.”

“Emang suamimu gak bantu ngasuh bayi kah.”

Baca Juga:

Bekerja adalah Ibadah

Keheningan Melalui Noble Silence dan Khusyuk sebagai Jembatan Menuju Ketenangan Hati

Ketika Allah Membuka jalan: Muslimah pun Mampu Mencium Hajar Aswad

Refleksi Setelah Idulfitri: Mari Merawat Spirit Ramadan Sepanjang Tahun

“Bantu sih, dia gendong, bantu nyuci dan cebokin dan lain-lain. Tapi intensitas mimik yang bikin bayi lebih lama lengketnya sama aku. Makanya ibadahku tahun ini menurun. Ditambah aku udah batalin puasa karena bayi sakit jadi kudu boosterin ASI biar cepet sembuh.”

“netein dan ngasuh anak itu juga sedang ibadah lo.”

“Kok bisa? Aku gak zikir dan ngaji kok bisa beribadah?”

“Siapa yang nyuruh kamu puasa? Allah kan. Menyusui, mengasuh anak, menjaga kualitas ASI dan tidur anak juga diperintahkan oleh Allah kepada seluruh orang tua, kebetulan kamu yang punya kapasitas untuk itu. Dan semua bentuk sayangmu pada anak adalah ibadah. Jadi meski tanpa nawaitu-nawaitu kamu sedang melakukan ibadah, pastinya berpahala dong”

“benarkah mbak?! Ada dalilnya bahwa agama perempuan bukan separuh lelaki itu tidak benar?”

“Ada dong”

***

Setiap bulan Ramadan pasti ada mamah muda yang mengalami hal serupa dan perasaan yang sama. Kebanyakan mereka hanya diam dengan pengalaman yang mereka anggap kodrat. Mengasuh anak seringkali menjadi tugas perempuan saja. Parahnya, mengasuh anak dianggap bukan sebuah ibadah karena tidak berkaitan dengan zikir, salat, mengaji dan serangkaian ibadah yang kita awali dengan nawaitu.

Mengasuh Anak Adalah Perintah Allah

Mengapa demikian? Mengasuh merupakan bentuk kebaikan orang tua pada anak. Perintah berbuat baik adalah perintah universal, kepada siapapun dan oleh siapapun. Dari yang tua ke muda dan sebaliknya. ada banyak padanan kata kebaikan dalam Alquran, seperti alkhair, albirr, alhasan, alshalih dan atthayyib. Seperti dalam surat Al-Hajj ayat 77 wa if’alū alkhaira “dan lakukanlah kebaikan” tidak disebutkan siapa objeknya agar kebaikan dilakukan secara menyeluruh. Tak pandang bulu.

Dalam ayat lain disebutkan,

لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَى حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ أُولَئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُون

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur atau barat, melainkan kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab suci, dan nabi-nabi, memberikan harta yang dicintainya kepadda kerabat, anak yatim, orang miskin, musafir, peminta-minta, dan (memerdekakan) hamba sahaya, melaksanakan salat, menunaikan zakat, menepati janji apabila berjanji, sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

Makna-makna kebajikan ini bisa kita tarik pada konteks birrul walidain (berbuat baik/berbakti pada orang tua) dan birrul awlad (berbuat baik pada anak-anak). Setidaknya ada 4 ayat yang dijadikan referensi bahwa berbakti kepada orang tua adalah ajaran agama Islam. QS Al-Baqarah [2]: 83, QS An-Nisa [4]: 36, QS Al-An’am [6]: 151, dan QS Al-Isra’ [17]: 23. Keempat ayat tersebut menggunakan kata ihsān untuk perlakuan baik kepada kedua orang tua.

Birrul Walidain dalam pandangan Imam Ghazali

Sedangkan dalam konteks birrul wālidain, Imam Ghazali dalam kitabnya Ihyā ‘Ulumuddīn menulis, ada seorang lelaki mendatangi Nabi dan bertanya;

الى من أبر؟“Kepada siapa aku harus berbakti?”

بر والديك “berbaktilah pada kedua orang tuamu”

Lelaki itu menjawab tidak memiliki kedua orang tua, lalu Nabi menjawab بر ولدك كما أن لوالديك عليك حقاً كذلك لولدك عليك حق “berbaktilah pada anak-anakmu, sebagaimana kedua orang tuamu memiliki hak atasmu. Begitupun anak-anakmu.”  Nabi menambahkan رَحِمَ اللَّهُ وَالِدًا أَعَانَ وَلَدَهُ عَلَى بِرِّهِ  “Semoga Allah merahmati orang yang membantu anaknya bisa berbakti kepadanya”

Sikap birrun (kebaikan) bukan hanya kita anjurkan pada satu pihak, melainkan dari dua pihak. Yakni anak kepada orang tua dan orang tua kepada anak. Tentu dengan porsinya masing-masing. Mengapa yang sering kita gemborkan hanya berbakti kepada orang tua? Karena umumnya orang tua tidak perlu kita ingatkan lagi untuk menyayangi, mengasihi, berkata baik dan memberikan yang terbaik pada anaknya. Sedangkan anak butuh berkali-kali kita ingatkan untuk itu.

Oleh karena berbakti pada anak adalah kebaikan maka siapapun yang melakukannya berarti ia sedang beribadah dan mendapat pahala. []

Tags: Birrul WalidainibadahMengasuh anakPengalaman biologis perempuanpuasaRamadan 2023
Nur Kholilah Mannan

Nur Kholilah Mannan

Terkait Posts

Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Kehamilan Tak Diinginkan

Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

18 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Suami Pengangguran

Suami Pengangguran, Istri dan 11 Anak Jadi Korban

16 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kehamilan Tak Diinginkan

    Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Ratu Junti, Sufi Perempuan dari Indramayu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menghindari Pemukulan saat Nusyuz
  • Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami
  • Perempuan, Kehamilan Tak Diinginkan, dan Kekejaman Sosial
  • Memperhatikan Gizi Ibu Hamil
  • Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version