Mubadalah.id – Kesadaran tentang pentingnya pemenuhan hak-hak anak sesungguhnya telah ada dalam berbagai peradaban dunia, “Barat” maupun “Timur”, termasuk di Indonesia sebagai bagian di antara dua peradaban itu.
Kesadaran pemenuhan hak-hak anak itu hidup dalam tradisi pemikiran keagamaan. Maupun pemikiran non-keagamaan yang mendasarkan argumentasinya pada pandangan filsafat, psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya. Tarik-menarik, atau tarik tolak di antara dua domain itu telah berpengaruh kepada kohesivitas pandangan tentang bagaimana seharusnya anak terlindungi dan hak-haknya terpenuhi.
Dalam sejarah kontemporer, telah muncul sejumlah deklarasi, seperti Deklarasi Genewa (Geneve Declaration ofthe Rights of the Child) tahun 1924. Deklarasi Hak-hak Anak (Declaration on the Rights of the Child) 1950. Yang kemudian menjadi deklarasi universal yang disahkan Majlis Umum PBB pada 20 November 1989 sebagai Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of Child). Dari pengesahan ini kemudian dikenal sebagai Hari Anak Sedunia.
Indonesia, baik berpijak pada akar budayanya maupun sebagai bagian dari komunitas global. Atau bahkan sebagai konsekuensi dari negara kolonial Belanda, telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KHA) ini pada 26 Januari 1990.
Di tahun yang sama, 5 September 1990, Pemerintah Republik Indonesia mengesahkan konvensi ini menjadi aturan hukum positif melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.
Di luar itu, Indonesia telah meratifikasi dua protokol opsional . Konvensi Hak Anak melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2012 tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak Mengenai Perdagangan Anak, Prostitusi Anak, dan Pornografi Anak. Serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
Sesungguhnya kesadaran tentang pentingnya hak dasar anak ini sejak Indonesia merdeka. Dan telah tertuang ke dalam Konsitusi Republik Indonesia. Secara eksplisit ini tercantum dalam amandemen kedua Undang-undang Dasar 1945 dengan memasukkan pasal 28B ayat (2) yang berbunyi:
“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Dengan kesadaran ini, Indonesia menetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Yang kemudian pemerintah revisi dua kali melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016. []