• Login
  • Register
Kamis, 11 Agustus 2022
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Rekomendasi

Perempuan dalam Feminisme Islam Zainab Al-Ghazali Part II

Zainab Al-Ghazali menegaskan perempuan muslim bukanlah individu yang terpinggirkan dalam masyarakat. Sebaliknya, perempuan muslim adalah fondasi dari seluruh peradaban.

Ayu Rikza Ayu Rikza
21/06/2021
in Rekomendasi, Tokoh
0
Islam

Islam

119
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam perjuangan keperempuanannya setelah meninggalkan Egyptian Feminist Union (EFU) dan kemudian mendirikan Moslem Ladies Association (MLA). Zainab Al-Ghazali dengan tegas menolak pendekatan “women’s liberation” yang dibawa oleh mayoritas feminis Mesir kala itu. Women’s Liberation merupakan pendekatan yang bertujuan untuk mencapai kebebasan ekonomi, psikologi, dan social yang berkontribusi menjadikan perempuan sebagai kelas dua dalam masyarakat. Pendekatan ini berusaha untuk mencapai kesetaraan perempuan dan mempertanyakan validitas legal dan budaya patriarki, sosial, dan seksual yang dianggap mengekang kebebasan perempuan.

Zainab Al-Ghazali menilai pendekatan tersebut justru lahir dari proses westernisasi dan anak kandung dari ketamakan kapitalisme untuk mengekploitasi perempuan sebagai komoditas dalam pasar, yang akan membawa perempuan jauh meninggalkan tanggung jawabnya terhadap keberlangsungan generasi serta peradaban Islam. Upaya “membebaskan” perempuan muslimah ini bagi Zainab Al-Ghazali tidaklah lebih dari upaya yang terkonsentrasi untuk melemahkan masyarakat dan menghambat kemakmuran bangsa Islam.

Dalam sebuah tulisan, Zainab Al-Ghazali memberikan kritik pedas terhadap pendekatan pembebasan ini, “For a few limited pennies we have sold our motherhood and then we ask about the role of women in society? What kind of a society is this where the home that forms the seed of the society has been ruined by tearing women between home and the workplace.”

(Untuk beberapa sen terbatas kami harus menjual keibuan kami dan kemudian kita bertanya tentang peran perempuan dalam masyarakat? Masyarakat macam apa ini di mana rumah yang membentuk benih masyarakat telah dihancurkan dengan memisahkan perempuan antara rumah dan tempat kerja.)

Dalam kalimat lain, ia juga lantang bersuara, “Is it for her to raise up her house, her children, and her husband to the peak of understanding and to a better social standing? Or, is this movement dissolving the Muslim woman in her imitation of the western woman who is lost and who has become an object of pleasure, unprotected, and whose home is unguarded, and whose privacy has been violated!”

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)
  • Pentingnya Taaruf dan Peran Wali
  • Mengenal Perjanjian Perkawinan Menurut Ulama KUPI

Baca Juga:

Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)

Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)

Pentingnya Taaruf dan Peran Wali

Mengenal Perjanjian Perkawinan Menurut Ulama KUPI

(Apakah perempuan harus mengangkat rumahnya, anak-anaknya, dan suaminya ke puncak pemahaman dan status sosial yang lebih baik? Atau, apakah gerakan ini membubarkan perempuan muslim dengan meniru perempuan Barat yang tersesat dan yang telah menjadi objek kesenangan, tidak terlindungi, rumahnya tidak dijaga, dan privasinya telah dilanggar!)

Zainab Al-Ghazali menegaskan perempuan muslim bukanlah individu yang terpinggirkan dalam masyarakat. Sebaliknya, perempuan muslim adalah fondasi dari seluruh peradaban. Mereka harus diakui dan dihargai sebagai guru bangsa, pembangun masyarakat, dan ibu dari generasi muslim masa depan.

Mengingat tanggung jawab yang luar biasa ini, perempuan muslim harus memastikan diri menjadi pribadi yang alimah (educated), salihah (righteous), dan religus. Kebutuhan akan tiga kualitas ini tentu untuk memastikan bahwa fondasi yang dia berikan akan menghasilkan masyarakat Muslim yang kuat. Untuk itu, Zainab Al-Ghazali begitu mengharga-matikan pendidikan bagi perempuan muslim. Sebab, “As a women regresses, society regresses.” (Ketika seorang wanita mengalami kemunduran, masyarakat mengalami kemunduran.)

Menyoal Pendidikan bagi para perempuan, Zainab Al-Ghazali menguraikan, “Women must be well educated, cultured, knowing the precepts of the Quran and the Sunna, knowing world politics, why we are backward, why we don’t have technology. The Muslim woman must study all these things, and then raise her son in the conviction that he must possess the scientific tools of the age, and at the same time he must understand Islam, politics, geography, and current events…Islam does not forbid women to actively participate in public life…as long as that does not interfere with her first duty as a mother…”

(Perempuan harus terdidik, berbudaya, mengetahui ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, mengetahui politik dunia, mengapa kita terbelakang, mengapa kita tidak memiliki teknologi. Wanita Muslimah harus mempelajari semua hal ini, dan kemudian membesarkan putranya dengan keyakinan bahwa dia harus memiliki perangkat ilmiah pada zamannya, dan pada saat yang sama dia harus memahami Islam, politik, geografi, dan peristiwa terkini. Islam tidak melarang perempuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan publik. Selama itu tidak mengganggu tugas pertamanya sebagai seorang ibu.)

Meskipun begitu menitikberatkan peran sebagai seorang ibu, Zainab al-Ghazali berpendapat bahwa perempuan muslim memiliki peran yang sama pentingnya dalam dakwah. Misi Islam tidak akan pernah tercapai jika wanita Muslim mengabaikan tugas mereka dalam perjuangan untuk memperbaiki bangsa Islam yang rusak.

Zainab Al-Ghazali pun memilih untuk mengorientasikan aktivismenya dalam konteks-konteks Islam tradisional dan memperluas tujuan-tujuan gerakannya untuk membangun masyarakat dari dalam. Ia dan MLA bergerak dengan memberikan pelayanan-pelayanan social dan pendidikan bagi perempuan, khususnya di bidang tafsir Al-Qur’an. Strategi  ini diambil untuk memberdayakan perempuan agar aktif sejak dari rumah sebagaimana ia memperkuat komunitas di level yang lebih luas. (bersambung)

baca tulisan sebelumnya Perempuan dalam Kiprah dan Pemikiran Zainab Al-Ghazali Part I

Tags: Feminis MuslimfeminismeGerakan Perempuan Muslim DuniaislamMesirPemimpin DuniaPerempuan Inspiratif
Ayu Rikza

Ayu Rikza

A herdswoman in the savannah of knowledge—but more likely a full time daughter and part time academia.

Terkait Posts

Akad Nikah

Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

10 Agustus 2022
Gowes Berjamaah

Gowes Berjamaah, Prinsip Kesalingan, dan Toleransi

9 Agustus 2022
Anak Yatim Piatu

Santunan Anak Yatim Piatu dan Privasi yang Perlu Kita Jaga

8 Agustus 2022
Cinta tak Harus Memiliki

Pe(R)sona 2; Cinta tak Harus Memiliki

7 Agustus 2022
Moderasi Beragama

Mediasi Moderasi Beragama; Dari Ruang Kelas ke Ruang Publik

6 Agustus 2022
Perkawinan Anak

Ketika Perkawinan Anak Terjadi, Kita Bisa Apa?

5 Agustus 2022

Discussion about this post

No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akad Nikah

    Mensyaratkan Pisuke sebelum Akad Nikah Bisa Hilangkan Hak Perwalian

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (1)

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Refleksi Kursus Metodologi Musyawarah Keagamaan Fatwa KUPI
  • Pandangan Islam dan Hukum Positif Tentang Perjanjian Perkawinan (2)
  • 5 Alasan Persoalan Sampah Wajib Disuarakan Gerakan Perempuan
  • Halaqah Pra KUPI II, Langkah Awal Bangun Peradaban Damai, Adil dan Setara
  • Maraknya Fenomena Second Account di kalangan Remaja, Apa yang Dicari?

Komentar Terbaru

  • Tradisi Haul Sebagai Sarana Memperkuat Solidaritas Sosial pada Kecerdasan Spiritual Menurut Danah Zohar dan Ian Marshal
  • 7 Prinsip dalam Perkawinan dan Keluarga pada 7 Macam Kondisi Perkawinan yang Wajib Dipahami Suami dan Istri
  • Konsep Tahadduts bin Nikmah yang Baik dalam Postingan di Media Sosial - NUTIZEN pada Bermedia Sosial Secara Mubadalah? Why Not?
  • Tasawuf, dan Praktik Keagamaan yang Ramah Perempuan - NUTIZEN pada Mengenang Sufi Perempuan Rabi’ah Al-Adawiyah
  • Doa agar Dijauhkan dari Perilaku Zalim pada Islam Ajarkan untuk Saling Berbuat Baik Kepada Seluruh Umat Manusia
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2021 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2021 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist