• Login
  • Register
Selasa, 20 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Perempuan Ulama Bukan Sekadar Figuran dalam Panggung Sejarah Nusantara

Kesadaran bahwa perempuan bukan sekadar figuran dalam panggung sejarah Nusantara juga masih minim. Banyak yang masih berpikir kalau perempuan jauh dari ruang-ruang keulamaan

Moh. Rivaldi Abdul Moh. Rivaldi Abdul
21/11/2022
in Pernak-pernik, Rekomendasi
0
Perempuan Ulama

Perempuan Ulama

569
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Perempuan ulama sering kali sekadar menjadi figuran dalam narasi sejarah Nusantara, padahal  banyak perempuan ulama yang pernah eksis pada masa lalu. Sayang, nama-nama mereka kian buram dalam panggung sejarah Nusantara. Sejarah kita masih terlalu his-story, dan kurang her-story.

Kesadaran bahwa perempuan bukan sekadar figuran dalam panggung sejarah Nusantara juga masih minim. Banyak yang masih berpikir kalau perempuan jauh dari ruang-ruang keulamaan. Sehingga, orang-orang yang berpikiran demikian, enggan memikirkan apalagi mendalami sejarahnya di Nusantara. Padahal, ada banyak dari mereka yang juga eksis pada masa lalu.

Mendapati Jejak Perempuan Wali di Gorontalo

Saya masih begitu ingat, pada Oktober 2020, saya mengunjungi beberapa tempat bersejarah dalam perkembangan Islam di Gorontalo. Dari sekian banyak tempat, satu yang saya datangi adalah Masjid Sabilhuda “Boki Owutango” di Tamalate–Boki Owutango, atau Putri Owutango, merupakan perempuan yang memimpin Tamalate pada abad ke-16 M.

Masjid Sabilhuda masyarakat yakini sudah berdiri sejak periode awal perkembangan Islam di Gorontalo, yaitu sekitar tahun 1525 M, sehingga masjid yang menyisipkan nama perempuan pemimpin ini merupakan satu tempat bersejarah dalam perkembangan Islam di Gorontalo.

Di Masjid Sabilhuda, saya berbincang-bincang dengan para jemaah setempat yang sedang santai di teras masjid. Di tengah perbincangan, mereka mengarahkan saya untuk bertamu kepada Ka’apu, sebab oleh masyarakat setempat dia dipandang sebagai orang yang punya wawasan luas seputar sejarah Tamalate.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Saya pun pergi mengunjunginya, dan banyak hal menarik yang dia sampaikan terkait sejarah Islam di Gorontalo. Satu di antaranya adalah ketika Ka’apu menjelaskan bahwa di Tamalate terdapat makam: “Putri Eiko, Putri Keyia, Putri Udo, dan Putri Sahara. Keempatnya perempuan. Wali.”

Sosok Perempuan Wali di Gorontalo

Ada banyak sosok perempuan yang dipandang sebagai wali atau dikeramatkan oleh masyarakat Nusantara. Namun, yang menarik dari temuan ini adalah, ketika kata “wali” itu bersanding dengan kata “perempuan”. Sebab, pada umumnya, wawasan ke-wali-an kita hanya berputar pada sosok-sosok ulama laki-laki, seperti Wali Songo yang kesemuanya adalah laki-laki, atau di Gorontalo sosok wali yang terkenal adalah Aulia Male Ta Ilayabe.

Sehingga mendapati bahwa terdapat sosok perempuan yang dikeramatkan sebagai wali termasuk hal yang sangat menarik. Oleh karena itu, saya pun coba menelusuri apa ada sosok perempuan lain yang juga masyarakat keramatkan. Dan, ternyata memang ada, seperti di Gorontalo selain keempat perempuan wali tersebut juga ada Nenek Tane Mela dan Nenek Tabibi.

Saya kemudian menulis apa yang telah didapati itu dalam esai: “Empat Wali Perempuan di Gorontalo” yang dimuat di Iqra.id. Tidak disangka banyak yang menanggapi esai tersebut, dan di antaranya adalah mereka yang memberi pandangan sinis, bahkan tidak setuju, dengan adanya sosok perempuan wali.

Ada yang berkomentar dengan setengah mengejek, “Jika wali perempuan mungkin yang dimaksud adalah wali kelas.” Orang-orang seperti itu adalah mereka yang masih terjebak dalam kepicikan pikiran kalau ruang perempuan sebatas pada sumur, dapur, dan kasur, sedangkan ruang keulamaan, lebih-lebih pentas ke-wali-an, hanya untuk laki-laki.

Membaca Sosok Perempuan Ulama Madura

Dalam pandangan saya, keutamaan seorang ulama nampak dari kemurnian jiwa (dekat dengan Allah), keilmuan yang mumpuni, serta kiprah keagamaan dalam masyarakat, dan penentuannya bukan dari jenis kelamin. Pandangan yang saya yakini itu semakin menemukan justifikasi ketika saya membaca buku Ulama Perempuan Madura: Otoritas dan Relasi Gender karya Hasanatul Jannah.

Karya Hasanatul Jannah tersebut mendedahkan kiprah empat nyai Madura. Yaitu, Nyai Aqidah Usymuni dari Sumenep, Nyai Khairiyyah dari Pamekasan, Nyai Syifak Thabroni dari Sampang, dan Nyai Muthmainnah dari Bangkalan. Mereka merupakan ulama perempuan yang berpengaruh dalam masyarakatnya.

Sebagaimana penjelasan Hasanatul Jannah bahwa, “Studi (buku) ini ingin memahami tentang nyai Madura sebagai representasi Ulama perempuan Madura. Maksud Nyai di sini adalah nyai yang memiliki otoritas dalam keagamaan, sosial dan budaya.

Para nyai tersebut memiliki pengetahuan keagamaan. Posisi sebagai tokoh agama dan tokoh masyarakat, memiliki jemaah pengajian yang cukup signifikan, sebagai pengasuh pondok pesantren, dan hidup atau tinggal bersama masyarakatnya.”

Membaca buku Ulama Perempuan Madura: Otoritas dan Relasi Gender karya Hasanatul Jannah, menjadikan saya semakin sadar kalau ada sosok seperti, Nyai Aqidah Usymuni yang tidak hanya bergerak memajukan perempuan Madura, namun juga berhasil mendirikan Pondok Pesantren Aqidah Usymuni.

Nyai Syifak Thabroni yang dengan penguasaan mendalam kitab-kitab turats, melakukan dakwah kultural di tengah masyarakat. Nyai Muthmainnah yang sangat dihormati oleh masyarakat Madura sebagai nyai keramat (perempuan wali). Dan, Nyai Khairiyyah yang menjadi ulama perempuan pemberdaya masyarakat dan penjaga tradisi keagamaan Madura.

Kiprah keempat nyai Madura tersebut semakin mengedukasi saya bahwa perempuan juga mampu mengisi peran keulamaan, dan termasuk kewalian, dalam kehidupan masyarakat Muslim. Oleh karena itu, sangat tepat jika memandang otoritas keulamaan, ketentuannya bukan oleh jenis kelamin. Melainkan pada penguasaan ilmu dan peran keulamaan yang ia mainkan dalam masyarakat.

Perempuan Ulama dalam Panggung Sejarah Nusantara

Dalam perspektif Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), sebagaimana penjelasan Hasanatul Jannah, terdapat perbedaan dalam terminologi “perempuan ulama” dan “ulama perempuan”. Perempuan ulama merujuk pada orang berjenis kelamin perempuan yang memiliki kapasitas keulamaan. Sedangkan ulama perempuan adalah semua ulama, baik itu perempuan maupun laki-laki, yang memiliki dan mengamalkan perspektif kesetaraan gender.

Terminologi KUPI ini meneguhkan pandangan bahwa perempuan juga dapat mengisi ruang keulamaan. Sedangkan dalam sejarah Nusantara, sebenarnya ada banyak sosok perempuan ulama. Sayangnya, jejak mereka sering kali buram, bahkan terhapus, dari sejarah.

Salah satu penyebabnya, sebagaimana hal ini pernah saya jelaskan dalam esai: “Tantangan Mengangkat Sosok Perempuan dalam Panggung Sejarah Nusantara” yang dimuat di Mubadalah.id, adalah paradigma yang keliru terhadap ruang perempuan.

Mereka yang memandang bahwa ruang perempuan hanya sekitar sumur, dapur, dan kasur, seakan sinis, bahkan tidak setuju, kalau perempuan juga mengisi ruang keulamaan. Sehingga, boro-boro menelusuri dan mempelajari sejarah perempuan ulama, membayangkannya saja tidak. Terlebih dalam beberapa narasi sejarah, perempuan seakan dikonstruksi sebatas sebagai pemain figuran.

Sejarah Penyebaran Islam

Dalam sejarah penyebaran Islam, misalnya, jasa perempuan seolah-olah hanya sebagai objek nikah, yang membuat penguasa masuk Islam. Kemudian pernikahan itu berdampak pada perkembangan Islam di suatu daerah. Sedangkan, peran utama sebagai penyebar Islam aktor ulama laki-laki yang mengambil perannya.

Untuk itu harus ada upaya pembacaan ulang (rekonstruksi) peran perempuan dalam panggung sejarah Nusantara. Beberapa esai yang pernah saya tulis, semisal: “Keterlibatan Perempuan dalam Kesuksesan Dakwah Wali Songo” yang dimuat di Mubadalah.id. Mencoba menjelaskan bahwa perempuan–sebagai pendidik Wali Songo dan membantu membuka ruang dakwah para wali–juga memainkan peran penting dalam kesuksesan dakwah Islam di tanah Jawa.

Dan, contoh lain esai: “Jejak Perjuangan Perempuan Ulama dalam Penyebaran Islam di Bolaang Mongondow” yang terposting di Iqra.id. Mencoba mendedahkan peran Putri Kilingo dalam penyebaran Islam di Bolaang Mongondow tidak sebatas menikah dengan raja. Melainkan turut membantu kesuksesan dakwah jaringan ulama dari Gorontalo. Tulisan-tulisan itu merupakan satu bentuk upaya untuk menegaskan bahwa perempuan ulama bukan sekadar pemain figuran dalam sejarah Islam Nusantara.

Perempuan ulama turut memainkan peran penting dalam perkembangan Islam di Nusantara. Hal itu menjadikan sosok mereka pantas mengisi panggung sejarah Nusantara. Bukan sebagai pemain figuran, melainkan sebagai tokoh yang setara dengan para ulama dari kalangan laki-laki. Keyakinan ini harus mengisi ikhtiar dalam menuliskan sejarah ulama perempuan di Nusantara. []

Tags: Kongres Ulama Perempuan IndonesiaKupiNusantaraPerempuan Ulamasejarahulama perempuan
Moh. Rivaldi Abdul

Moh. Rivaldi Abdul

S1 PAI IAIN Sultan Amai Gorontalo pada tahun 2019. S2 Prodi Interdisciplinary Islamic Studies Konsentrasi Islam Nusantara di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Sekarang, menempuh pendidikan Doktoral (S3) Prodi Studi Islam Konsentrasi Sejarah Kebudayaan Islam di Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Terkait Posts

Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Pemukulan

Menghindari Pemukulan saat Nusyuz

18 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Gizi Ibu Hamil

Memperhatikan Gizi Ibu Hamil

17 Mei 2025
Pola Relasi Suami Istri

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Alasan KUPI Jadikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version