Mubadalah.id – Pernikahan adalah langkah besar dalam kehidupan seseorang. Pernikahan atau perkawinan juga merupakan perilaku sakral yang termaktub dalam seluruh ajaran agama.
Dengan pernikahan harapannya akan menciptakan pergaulan laki-laki dan perempuan menjadi terhormat, terciptanya interaksi antar keduanya dalam suasana damai, tentram dan penuh rasa kasih sayang. Selain berdasarkan pada ajaran-ajaran agama, perkawinan juga harus berkaitan dengan hukum negara.
Seringkali, kita hanya berfokus pada perayaan pernikahan dan persiapan untuk hari besar itu dan melupakan aspek penting yang akan memperkuat jalinan pernikahan yang harmonis dan sakinah. Terdapat beberapa aspek penting yang dapat memperkuat jalinan pernikahan.
Di antaranya adalah komunikasi yang efektif, keterbukaan dan kejujuran, saling menghargai dan memahami pasangan, kesetiaan dan komitmen yang kuat serta pengelolaan konflik yang sehat.
Akhir-akhir ini muncul wacana tentang perjanjian pranikah. Yaitu kesepakatan antara calon suami dan istri sebelum menikah, yang menetapkan berbagai hal, termasuk harta benda, tanggung jawab finansial, hak dan kewajiban, serta pengaturan lainnya. Sehingga dengan adanya perjanjian pranikah ini menjadi awal upaya mewujudkan tujuan-tujuan mulia dalam pernikahan dan menghindari konflik yang mungkin terjadi di masa depan.
Tiga Aturan tentang Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah ini memang tidak disebutkan dalam Al- Qur’an maupun hadist. Tidak ada perintah secara langsung kepada pasangan suami dan istri untuk membuat perjanjian pranikah. Dalam undang-undang juga tidak mengatur tujuan perjanjian pranikah tersebut dan apa yang dapat diperjanjikan, semuanya diserahkan kepada kedua belah pihak.
Di Indonesia sendiri terdapat tiga peraturan yang mengatur tentang perjanjian pranikah, yaitu Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.
Secara spesifiknya perjanjian Pranikah diatur dalam Pasal 29 Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi, “Pada waktu atau sebelum perkawinan dilangsungkan kedua belah pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian tertulis yang disahkan oleh pegawai pencatatan perkawinan, setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut”.
Selain itu terdapat perjanjian pranikah Pasal 45 dalam Kompilasi Hukum Islam Nomor 1 Tahun 1991 yang menjadi dasar hukum perjanjian pranikah menurut hukum Islam, di dalamnya menyebutkan bahwa, “Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian pranikah dalam bentuk talik-talak dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam”.
Yang perlu dipertimbangkan dalam membuat perjanjian Pranikah
Komunikasi Terbuka
Perjanjian pra-nikah membutuhkan komunikasi yang jujur dan terbuka antara kedua belah pihak. Ini menjadi langkah awal untuk memahami harapan, kebutuhan, dan ekspektasi masing-masing dalam pernikahan.
Keseimbangan Finansial
Melalui perjanjian ini, pasangan dapat menetapkan bagaimana harta bersama akan dikelola, pembagian tanggung jawab finansial, serta perlindungan aset masing-masing pihak jika terjadi perceraian di masa depan.
Penyelesaian Konflik
Perjanjian pra-nikah bisa mencakup cara-cara penyelesaian konflik. Dengan menetapkan strategi yang tepat, pasangan dapat menghindari konflik yang berlarut-larut dan menemukan solusi yang adil jika terjadi perselisihan.
Perlindungan Anak
Aspek penting lainnya dalam perjanjian ini adalah mengenai perlindungan anak. Pembagian tanggung jawab dan hak asuh anak bisa kita atur dengan rapi. Yakni dengan memberikan jaminan bagi kedua belah pihak dan kepentingan anak dalam situasi apapun.
Kesepahaman akan Nilai dan Prinsip
Perjanjian pra-nikah juga dapat memuat nilai-nilai, prinsip-prinsip, atau panduan moral yang dipegang oleh kedua belah pihak. Ini membantu memperkuat fondasi pernikahan yang terbangun di atas keyakinan bersama.
Dalam konteks pemberdayaan perempuan, perjanjian pranikah bisa menjadi alat perlindungan perempuan dari segala kemungkinan terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Bahkan, Rabia Mills memberi point-point yang nampak sepele akan tetapi sebaiknya masuk dalam perjanjian pranikah. Yakni, seperti persoalan poligami, mahar, perceraian, keuangan, dan menempuh pendidikan bagi perempuan.
Mengatasi Mitos seputar Perjanjian Pra-nikah
Selama ini baru sebagian kecil masyarakat Indonesia yang membuat perjanjian sebelum menikah. Anggapan bahwa setelah menikah segala sesuatu melebur menjadi satu membuat setiap pasangan merasa enggan untuk membuat perjanjian. Padahal, perjanjian pranikah tidak hanya memuat tentang urusan harta benda, tetapi juga pembagian peran dan pengasuhan anak.
Perjanjian pranikah menjadi sesuatu yang belum biasa kita lakukan. Bahkan menjadi persoalan yang sensitif ketika salah seorang calon pasangan mengajukan untuk membuat perjanjian. Ada anggapan bahwa perjanjian pra-nikah menciptakan ketidakpercayaan dalam pernikahan.
Namun sebenarnya hal ini bertujuan untuk menjaga keadilan, kejelasan, dan kesepakatan antara pasangan. Ini bukan tentang meramalkan kegagalan pernikahan, tapi lebih tentang persiapan yang matang untuk masa depan yang lebih baik.
Ada berbagai persoalan yang mengganjal ketika perjanjian pranikah diterapkan oleh calon pengantin. Di samping persoalan budaya, ada juga persoalan yang berkaitan dengan keyakinan bahwa perkawinan adalah sesuatu yang sakral, suci, dan agung.
Oleh karenanya, setiap pasangan yang akan menjalani pernikahan harus menjaga kesuciannya sejak dari proses menuju pernikahan dan terus sampai pada menjalani pernikahan. Sebuah keluarga harus mempertahankan perkawinannya sekuat tenaga demi kesakralan, kesucian, dan keagungan perkawinan tersebut.
Tragisnya, tidak jarang perempuan yang memperjuangkan ikatan perkawinannya, meskipun diri dia terus-menerus mengalami kekerasan oleh pasangannya
Perjanjian pranikah bukanlah tanda kurangnya kepercayaan, tetapi upaya untuk membangun fondasi yang kokoh bagi pernikahan sakinah. Ini adalah alat yang memungkinkan pasangan untuk menjalani pernikahan dengan kejelasan, tanggung jawab, dan penghargaan terhadap satu sama lain.
Dengan demikian, perjanjian pranikah bisa menjadi solusi untuk menghindari konflik yang tidak perlu. Yakni dengan memberikan kedamaian, dan mendorong terciptanya pernikahan yang bahagia dan berkelanjutan. []