• Login
  • Register
Jumat, 1 Desember 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina Berikan Ruang untuk Belajar dengan Mereka yang Berbeda Agama

Ruang perjumpaan ini dapat memperluas pemahaman saya tentang dunia dan kehidupan. Saya merasa lebih toleran dan mampu melihat segala sesuatu dengan perspektif yang beragam

Fuji Ainnayah Fuji Ainnayah
27/10/2023
in Personal
0
Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina

724
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina menjadi salah satu pesantren yang menurut saya sangat unik. Karena dalam sistem pembelajaran di pesantren ini, selain mengaji kitab kuning, kerap kali melibatkan para santrinya untuk ikut terlibat dalam berbagai kegiatan, salah satunya adalah kegiatan lintas iman.

Saya sebagai salah satu santri di Pondok Pesantren Luhur Manhajiy Fahmina sering dilibatkan oleh pengasuh kami, Abi Marzuki Wahid dan Bunda Nurul Bahrul Ulum untuk mengikuti berbagai kegiatan lintas iman.

Namun sebelum kami dilibatkan dalam berbagai kegiatan lintas iman, terlebih dahulu Abi Marzuki Wahid dan Bunda Nurul Bahrul Ulum membekali kami untuk belajar soal toleransi, pluralisme dan kebangsaan.

Dengan belajar soal toleransi, pluralisme dan kebangsaan tersebut, membuat saya memiliki pondasi dan pandangan bahwa mereka yang berbeda agama adalah sama sebagai manusia. Bahkan kita sebagai orang Islam wajib untuk menghormati, dan menghargai mereka yang berbeda dengan kita.

Terlebih, perbedaan ini, kata Abi Marzuki adalah sebuah keniscayaan. Sehingga kita tidak boleh menolak keniscyaan yang telah Allah Swt ciptakan. Yang perlu kita lakukan menurut Abi Marzuki, kita harus merawat, dan menjaga perbedaan ini dengan penuh cinta dan kasih sayang.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Islam Ajarkan untuk Bersikap Toleransi dengan Mereka yang Berbeda Agama
  • Hari Guru Nasional: Belajar Menjadi Pendengar yang Baik bagi Anak
  • Ini Ceritaku Belajar Toleransi dari Pelatihan Penggerak Moderasi Beragama
  • Hari Toleransi Internasional: Belajar Toleransi dari Gus Dur
    • Forum 17an Gusdurian
    • Perayaan Natal
    • Kemah Titik Temu
    • Memperluas Pengetahuan

Baca Juga:

Islam Ajarkan untuk Bersikap Toleransi dengan Mereka yang Berbeda Agama

Hari Guru Nasional: Belajar Menjadi Pendengar yang Baik bagi Anak

Ini Ceritaku Belajar Toleransi dari Pelatihan Penggerak Moderasi Beragama

Hari Toleransi Internasional: Belajar Toleransi dari Gus Dur

Forum 17an Gusdurian

Sebagai santrinya, Abi marzuki sering mengajak kami untuk terlibat dalam berbagai kegiatan lintas iman. Dengan mengikuti kegiatan tersebut, harapanya adalah ilmu yang telah didapat itu bisa kita praktikkan langsung di lapangan.

Artinya, di pesantren ini, kita tidak hanya diajarkan soal teori saja, melainkan kita juga harus terjun langsung, bagaimana kita berinteraksi dengan mereka yang berbeda dengan kita.

Dalam hal ini, misalnya saya pernah mengikuti forum 17an Gusdurian yang bertempat di Aula Gereja Bunda Maria. Dalam forum 17an ini, saya bersama teman-teman SUPI belajar langsung bagaimana kami semua berinteraksi dengan mereka yang berbeda dengan kita. Kami bertemu dengan beberapa teman-teman dari Kristen, Hindu dan Budha.

Bahkan forum 17an yang bertema “Beda Setara, Kita Saudara” itu menghadirkan langsung beberapa narasumber di antaranya: Abi Marzuki Wahid, Romo Antonius Haryanto dan Ibu Roziqoh.

Perayaan Natal

Selain forum 17an, saya juga pernah terlibat dalam perayaan Natal. Tepat pada tanggal 25 Desember 2022, kami dari SUPI bersama teman-teman dari Gusdurian Cirebon menghadiri perayaan Natal.

Waktu itu kami mendatangi dua gereja yang ada di Cirebon. Pada pukul 09.00 pagi, kami datang ke Gereja Pantekosta. Setelah selesai di Gereja Pantekosta, sekitar jam 12.00 kami melanjutkan ke Gereja Bunda Maria untuk mengikuti perayaan Natal.

Setelah itu, kami diajak makan. Pada saat makan inilah kami berbincang bersama Romo Hary, dan teman-teman Gusdurian.

Pengalaman berinteraksi langsung dengan yang teman-teman, bahkan para romo ini lah yang membuat saya menjadi menjadi terbuka dan nyaman. Ternyata mereka yang berbeda itu orangnya ramah dan baik-baik. Bahkan dengan ruang perjumpaan ini, membuat stigma negatif dengan mereka yang berbeda itu sirna.

Kemah Titik Temu

Setelah mengikuti perayaan Natal, saya juga pernah ikut dalam kegiatan Kemah Titik Temu. Dalam kegiatan ini, menjadi ruang kolaboratif yang beragam dan seru bagi masyarakat sipil, organisasi masyarakat, pelajar, mahasiswa, jurnalis, buruh, komunitas, pekerja seni, dan aktivis lintas isu dari berbagai kalangan, untuk berjumpa, berbagi gagasan, berjejaring dan bersolidaritas bersama.

Selain itu, Kemah Titik Temu juga menghadirkan ruang-ruang penting seperti sharing dan diskusi, workshop, dan FGD yang meliputi berbagai topik seputar kebebasan beragama dan berkeyakinan, kekerasan berbasis ekstremisme, keragaman gender seksualitas, klinik hukum, kampanye non-violence direct action, serta ruang ekspresi yang meliputi mural, pertunjukan seni dan budaya, lapak warga dan kuliner rakyat.

Kemah ini juga akan bermuara pada lahirnya deklarasi bersama para pemuka agama, masyarakat, organisasi masyarakat sipil, pekerja seni, dan komunitas rakyat yang berkomitmen pada pemenuhan Hak Asasi Manusia.

Maka dengan berbagai kegiatan yang pernah saya ikuti, ternyata membuat pandangan saya lebih terbuka kepada mereka yang berbeda. Saya sangat merasakan kebahagiaan, kesenangan dan kenyamanan.

Memperluas Pengetahuan

Bahkan tidak hanya itu, ruang perjumpaan ini dapat memperluas pemahaman saya tentang dunia dan kehidupan. Saya merasa lebih toleran dan mampu melihat segala sesuatu dengan perspektif yang beragam. Saya juga merasa lebih menghargai perbedaan dan lebih mampu menjalin hubungan yang baik dengan mereka yang berbeda agama.

Selain itu, saya juga merasa senang dan terinspirasi karena dapat belajar dari cerita, pengalaman, dan pemikiran mereka. Bahkan saya juga dapat mengetahui bagaimana nilai-nilai agama yang mereka ajarkan.

Hal ini lah yang membantu saya untuk memahami dan menghargai perbedaan, serta membuka pikiran saya terhadap sudut pandang yang beragam.

Oleh sebab itu, melalui ruang-ruang perjumpaan yang Abi Marzuki dan Bunda Nurul berikan ini memperkuat pondasi saya untuk lebih mencintai dan menyayangi mereka yang berbeda dengan kita.

Bahkan dengan modal tersebut, saya sebagai santri memiliki peran penting untuk selalu menyebarkan pesan perdamaian, toleransi, kerukunan, dan keberagaman.

Bahkan, KH. Husein Muhammad selalu berpesan kepada kami, bahwa pesan toleransi dan kedamaian ini untuk selalu kita sebarkan. Karena pesan ini, akan menjadi sendi-sendi dalam kehidupan seluruh umat manusia.

Dengan begitu, kita akan menjadi jembatan penghubung untuk memperkuat persaudaraan dan kebersamaan dalam masyarakat yang multikultural. Sehingga akan terciptanya ruang-ruang yang membangun masyarakat untuk saling menghargai dan menghormati segala perbedaan. []

Tags: agamabelajarberbedaPesantren Luhur Manhajiy Fahminaumat
Fuji Ainnayah

Fuji Ainnayah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Qiraah Mubadalah

Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah

30 November 2023
Orang yang Menyebalkan

Seni Hidup Berdampingan dengan Orang yang Menyebalkan

30 November 2023
Anxiety

Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

29 November 2023
Mental Healty

Pentingnya Mental Healty bagi Gen Z di Era Society 5.0

27 November 2023
Penggerak Moderasi

Ini Ceritaku Belajar Toleransi dari Pelatihan Penggerak Moderasi Beragama

24 November 2023
People Pleaser

People Pleaser Jangan, Allah Pleaser Harus

22 November 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Anxiety

    Menyikapi Anxiety dengan Romanticizing Life ala Stoicisme

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bukan Hanya Perempuan, Laki-laki juga Rentan Menjadi Korban Kekerasan Seksual

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Feminisida: Pelenyapan Nyawa yang tidak Netral Gender

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menilik Pendekatan Tafsir Ala Qiraah Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Fadilah Munawwaroh: Ulama Perempuan Muda yang Aktif Menyuarakan Bahaya Perkawinan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menengok Toleransi Ideal Ala Muslim dan Hindu di Pulau Lombok
  • 4 Solusi Alternatif untuk Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Pesantren
  • Konflik Relasi Ibu dan Anak Perempuan (dewasa) nya
  • Ini 4 Tips Mencegah Kekerasan Seksual di Kampus
  • Bu Nyai Azizah, Sosok Wanita Inspiratif dari Tanah Semarang

Komentar Terbaru

  • Ainulmuafa422 pada Simple Notes: Tak Se-sederhana Kata-kata
  • Muhammad Nasruddin pada Pesan-Tren Damai: Ajarkan Anak Muda Mencintai Keberagaman
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist