• Login
  • Register
Minggu, 13 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Rabi’ah al-Adawiyyah dan Sufisme Cinta

Bagi Rabi'ah, praktik Sufisme bertujuan untuk meningkatkan rasa keterpisahan dari, dan mengintensifkan kerinduan kepada Tuhan.

Fadlan Fadlan
26/11/2024
in Hikmah
0
Rabi'ah al-Adawiyyah

Rabi'ah al-Adawiyyah

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Rabi’ah al-Adawiyyah lahir di Basra, tepatnya di ujung Teluk Persia, pada tahun 714 atau 717 M. Ia meninggal di bekas kota garnisun tersebut pada tahun 801 M.

Rabi’ah merupakan puncak tradisi Sufisme Basrah dan sufi perempuan terbesar dalam Islam.

Dalam Sufisme, ia merupakan salah satu (jika bukan satu-satunya) eksponen awal “mistisisme cinta.” Catatan paling awal mengenai legenda dan kisah-kisah kehidupan Rabi’ah terkristalisasi dalam karya Farid al-Din Attar berjudul ‘Tadhkirat al-Awliya’. 

Tradisi menyatakan bahwa orang tua Rabi’ah meninggal saat ia masih kecil. Anak yatim piatu itu tertangkap dan dijual sebagai budak namun kemudian dimerdekakan. Kemungkinan besar karena keluarganya yang merupakan muallaf dan/atau karena kesalehannyalah yang menjadi alasan mengapa Rabi’ah terbebaskan dari statusnya sebagai seorang budak.

Sufi yang Tidak Mementingkan Dunia

Rabi’ah al-Adawiyah tergambarkan sebagai seorang “sufi yang tidak mementingkan dunia.” Dalam hidupnya, Rabi’ah melakukan tiga rangkaian praktik Sufisme, yaitu doa, praktik kemiskinan (faqr) dan pengasingan yang mencakup tiga hal: “sedikit makan, sedikit tidur, sedikit bicara.” Aturan Sufismenya yang tak kenal kompromi ini mengharuskannya untuk sering bepergian ke padang pasir dan membangun gubuk sederhana di sana.

Ia menganjurkan kepada para sufi untuk menempuh jalan pelepasan keduniawian, yang alasan mendasarnya adalah cinta yang tulus dan sepenuh hati (mahabbah) kepada Tuhan.

Baca Juga:

Kesalehan Perempuan di Mata Filsuf Pythagoras

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

Di Balik Bayang-bayang Plato: Sebuah Hikayat tentang Diotima

Kisah Rumi, Aktivis, dan Suara Keledai

Meskipun ia secara fisik lemah dan sering sakit-sakitan, Rabi’ah terkenal karena kerasnya praktik mistisisme yang ia jalani. Ia konon menolak banyak lamaran dengan alasan lebih memilih hidup selibat.

Meskipun tidak ada aliran atau tarikat yang didirikan atas namanya seperti Tarikat Akbariyah milik Ibn Arabi, banyak orang yang datang untuk meminta nasihat-nasihat spiritualnya, baik itu sesama sufi dan orang biasa, laki-laki maupun perempuan.

Yang terkenal di antara mereka yang mencari bimbingannya adalah Sufyan ibn Sa’id ath-Thawri (w. 777–8). Dia adalah seorang fuqaha yang disegani dan tokoh penting dalam fiqih Islam awal. Selain itu, ada juga Abu al-Qasim al-Qushayri (w. 1073), Abu Hamid al-Ghazali (w. 1111) dan Suhrawardi (w. 1191 ).

Konsep Tobat Menurut Rabi’ah

Gambaran seorang “sufi yang tegang dan emosional” yang terlukiskan oleh beberapa penulis biografi awal nampaknya kurang cocok jika kita bandingkan dengan gambaran Rabi’ah yang terdeskripsikan oleh as-Sulami di dalam kitabnya ‘Dhikr an-Niswa al-Muta’abbidat as-Sufiyyat’ bahwa Rabi’ah adalah “seorang guru yang rasional dan disiplin, yang menunjukkan penguasaannya terhadap hal-hal mistik. Seperti kejujuran (sidq), kritik diri (muhasabah), mabuk spiritual (sukr), cinta kepada Tuhan (mahabbah), dan gnosis (ma’rifat).”

Baginya, betapapun menakjubkannya dunia, ciptaan-ciptaan Tuhan hanyalah tabir yang menutupi keindahan dan hakikat Tuhan.

Menurut Rabi’ah al-Adawiyyah, pernak-pernik dunia adalah hambatan dalam jalan menuju penyatuan antara sang pencinta (manusia) dengan Sang Kekasih (Tuhan). Ini berhubungan dengan konsep tobat menurut Rabi’ah. Ia berpendapat bahwa tobat lebih dari sekadar penyesalan atas dosa atau tekad agar tidak berbuat dosa; tobat adalah tekad untuk berpaling dari semua hal kecuali Tuhan.

Dengan demikian, tobat adalah awal atau kondisi yang kita perlukan untuk mencapai kebajikan-kebajikan spiritual lainnya (maqam); tetapi yang terpenting adalah tobat memungkinkan penyangkalan atau penolakan atas keinginan pribadi dan membiarkan diri melebur pada kehendak Tuhan, yang secara logis merupakan implikasi ketauhidan—keesaan Tuhan.

Cinta yang Tulus pada Tuhan

Di samping kerinduan sang pecinta terhadap Yang Dicintai—atau kerinduan jiwa yang dibersihkan dari nafs (nafsu rendah, keinginan egois) untuk mengalami keintiman dengan Tuhan—Sufisme Rabi’ah juga memerlukan kepatuhan penuh seorang hamba terhadap keinginan Tuhan (ridho).

Seperti Tuhan di dalam al-Qur’an atau kitab suci lainnya, Tuhan Rabi’ah adalah Tuhan yang Maha Pecemburu “yang tidak akan membiarkan siapa pun berbagi cinta yang seharusnya hanya untuk-Nya.”

Menurut Rabi’ah, cinta yang tulus kepada Tuhan bermakna bahwa ibadah seorang hamba tidak akan dimotivasi oleh harapan akan pahala (Surga) maupun rasa takut terhadap hukuman (Neraka). Rabi’ah bertanya, “Bahkan meskipun Surga atau Neraka itu tidak ada, bukankah kita tetap wajib menaati-Nya?”

Dengan demikian, cintalah (mahabbah) yang, pada akhirnya, memungkinkan seorang hamba mencapai penyatuan dengan Tuhan. Bagi Rabi’ah, praktik Sufisme bertujuan untuk meningkatkan rasa keterpisahan dari, dan mengintensifkan kerinduan kepada Tuhan.

Meskipun cinta kepada Sang Kekasih (Tuhan) menjauhkannya dari cinta kepada makhluk ciptaan-Nya, Rabi’ah menghadapi perpisahannya dari Sang Kekasih dengan kesabaran (sabr) dan rasa syukur (shukr) yang melampaui perasaan suka dan duka. []

Referensi

Smith, Margaret. ‘Muslim Women Mystics: The Life and Work of Rabi’ah and Other Women Mystics in Islam’. Oxford: OneWorld, 2001.

Tags: Filsafat CintaMahabbahRabi’ah al-‘Adawiyahrabiah adawiyahSufiSufismetasawufTobat
Fadlan

Fadlan

Penulis lepas dan tutor Bahasa Inggris-Bahasa Spanyol

Terkait Posts

Perempuan

Merebut Kembali Martabat Perempuan

13 Juli 2025
Narkoba

Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba

12 Juli 2025
Ayat sebagai

Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

12 Juli 2025
Hak Perempuan

Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan

12 Juli 2025
Setara

Laki-laki dan Perempuan adalah Manusia yang Setara

12 Juli 2025
Gender

Islam dan Persoalan Gender

11 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Ayat sebagai

    Pentingnya Menempatkan Ayat Kesetaraan sebagai Prinsip Utama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Biologis Tak Boleh Jadi Dalih Mendiskriminasi Hak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan dan Pembangunan; Keadilan yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tidak Ada yang Sia-sia Dalam Kebaikan, Termasuk Menyuarakan Isu Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Merebut Kembali Martabat Perempuan
  • Kedisiplinan Mas Pelayaran: Refleksi tentang Status Manusia di Mata Tuhan
  • Kala Kesalingan Mulai Memudar
  • Hancurnya Keluarga Akibat Narkoba
  • Praktik Kesalingan sebagai Jalan Tengah: Menemukan Harmoni dalam Rumah Tangga

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID