• Login
  • Register
Jumat, 3 Februari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Rancunya Marital Rape di Benak Masyarakat Kita

Napol Napol
15/10/2019
in Publik
0
marital, rape

Ilustrasi: arre[dot]co[dot]in

93
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

RUU KUHP yang dianggap bermasalah bagi sebagian masyarakat Indonesia salah satunya adalah pasal tentang perkosaan dalam perkawinan (marital rape). Menurut mereka yang menentang, pasal ini tidak seharusnya ada di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. ‘Perkosaan’ dalam perkawinan bukanlah suatu tindak pidana, karena toh pasangan itu sudah sah sebagai suami-istri.

Seperti tertulis dalam poster para demonstran yang fotonya banyak tersebar di media sosial: ‘Lebih baik zina karena yang halal (dipenjara) 12 tahun, yang haram (dipenjara) 6 bulan’, ‘Memperkosa ISTRI adalah HAK dan kewajiban SUAMI’, ‘Saya rela diperkosa suami, jujur, enak, dapat pahala juga’, ‘Buat apa nikah mahal-mahal kalo ng***** dipenjara’, dan sebagainya.

Dari kalimat-kalimat di atas jelas mereka belum sepenuhnya memahami arti kata ‘perkosaan’. Bisa jadi sebagian pendemo itu bahkan belum pernah membaca bunyi pasal yang dimaksud, yakni pasal 480, yang berbunyi:

  1. Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan memaksa seseorang bersetubuh dengannya dipidana karena melakukan perkosaan, dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
  2. Termasuk Tindak pidana perkosaan dan dipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perbuatan:
    – Persetubuhan dengan seseorang dengan persetujuannya, karena orang tersebut percaya bahwa    orang itu merupakan suami istrinya yang sah;
    – Persetubuhan dengan Anak; atau
    – Persetubuhan dengan seseorang, padahal diketahui bahwa orang lain tersebut dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya;

Atau, mereka tidak mengerti—sebagai akibat dari budaya patriarkal yang sudah sangat mengakar—bahwa persetubuhan konsensual adalah adab dasar yang seharusnya berlaku dalam hubungan yang sudah sah sekalipun. Seperti diceritakan dalam thread Twitter-nya @peachyslen tentang diskusi dia (perempuan) dengan temannya yang laki-laki saat membahas pasal-pasal kontroversial dalam RUU KUHP, termasuk pasal marital rape ini.

Kurang lebih begini respon temannya: “Lah, ya mana ada istri diperkosa suami, itu kan urusan rumah tangga, terserah mau ngapain”, “kan udah suami istri berarti udah sah, kan anggapannya istri ya melayani suami habis capek kerja,” “ya kalau gak mau ya tinggal cari di luar, atau kalau engga ya gak aku kasih uang bulanan. (sambil tertawa).”

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Baca Juga:

Makna Hijab Menurut Para Ahli

5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan

Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw

Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian

Miris memang. Dari poster-poster pendemo itu, dari cerita dan komentar-komentar warganet yang bernada serupa, menjadi potret pemikiran masyarakat kita dalam skala yang lebih besar. Pemikiran bahwa pernikahan seolah melegitimasi tindakan perkosaan dan kekerasan fisik/mental antara suami dan istri.

Pemikiran bahwa orang luar yang tidak terlibat, tidak berhak ikut campur urusan rumah tetangganya sekalipun ada yang teraniaya. Sangat mungkin banyak laki-laki yang punya pemikiran seperti temannya @peachyslen, juga perempuan yang akhirnya mewajarkan tindakan suaminya yang sebenarnya menyakitkan, karena sudah kadung tenggelam dalam budaya toksik soal hubungan dalam rumah tangga.

Pemikiran yang kacau seperti ini menjadi bibit terbentuknya hubungan suami-istri yang tidak membahagiakan keduanya, yang kemudian menjadi kebiasaan dan sampai pada tindakan yang lebih ekstrim terhadap pasangan (kekerasan).

Pendidikan keluarga sakinah sebagai pondasi bagi calon pasangan suami-istri sungguh menjadi urgensi sekarang ini, dibarengi sosialisasi tentang arti perkosaan dan kekerasaan dalam rumahtangga sehingga masyarakat mulai tertanam pemahaman bahwa kekerasan dalam bentuk apapun dalam rumahtangga BUKAN suatu kewajaran dan siapapun korbannya wajib melapor dan mencari pertolongan.[]

Napol

Napol

Terkait Posts

Satu Abad NU

Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

3 Februari 2023
Pengelolaan Sampah

Bagaimana Cara Melakukan Pengelolaan Sampah di Pengungsian?

31 Januari 2023
Aborsi Korban Perkosaan

Ulama Bolehkan Aborsi Korban Perkosaan

31 Januari 2023
Pemakaman Muslim Indonesia

5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia dan Kontribusinya dalam Pelestarian Lingkungan Hidup

30 Januari 2023
Ulama Perempuan

Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama

30 Januari 2023
Tradisi Tedhak Siten

Menggali Makna Tradisi Tedhak Siten, Benarkah Tidak Islami?

29 Januari 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Satu Abad NU

    Satu Abad NU:  NU dan Kebangkitan Kaum Perempuan 

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nabi Saw Menyambut Ceria Kehadiran Anak Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Teladan Bersolidaritas dan Pesan Moral Untuk Masa Depan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fenomena Fatherless dan Peran Ayah bagi Anak Perempuannya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pada Masa Nabi Saw, Sahabat Perempuan Pun Pernah Mengajukan Cerai

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Makna Hijab Menurut Para Ahli
  • 5 Penyebab Su’ul Khatimah yang Dilalaikan
  • Kisah Saat Perempuan Berbicara dan Berpendapat di Depan Nabi Saw
  • Gaya Hidup Minimalis Dimulai dari Meminimalisir Pakaian
  • Kisah Anak Perempuan yang Nabi Muhammad Saw Hormati

Komentar Terbaru

  • Refleksi Menulis: Upaya Pembebasan Diri Menciptakan Keadilan pada Cara Paling Sederhana Meneladani Gus Dur: Menulis dan Menyukai Sepakbola
  • 5 Konsep Pemakaman Muslim Indonesia pada Cerita Singkat Kartini Kendeng dan Pelestarian Lingkungan
  • Ulama Perempuan dan Gerak Kesetaraan Antar-umat Beragama pada Relasi Mubadalah: Muslim dengan Umat Berbeda Agama Part I
  • Urgensi Pencegahan Ekstrimisme Budaya Momshaming - Mubadalah pada RAN PE dan Penanggulangan Ekstrimisme di Masa Pandemi
  • Antara Ungkapan Perancis La Femme Fatale dan Mubadalah - Mubadalah pada Dialog Filsafat: Al-Makmun dan Aristoteles
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist