Mubadalah.id – Pengasuh Pondok Pesantren Mahasina Darul Qur’an wal Hadits, Nyai Hj. Badriyah Fayumi, Lc. MA menjelaskan bahwa relasi suami istri yang dipenuhi cinta, kasih sayang, dan ketentraman merupakan bagian dari semesta alam yang dirahmati Islam.
Dalam suasana saling menghargai dan memanusiakan satu sama lain itu juga termasuk bagian dari rahmat Islam.
Relasi suami istri, kata dia, bukanlah relasi perbudakan atau relasi kepemilikan di mana suami adalah subjek yang memiliki dan istri adalah objeknya.
Suami dan istri, Nyai Badriyah menegaskan, sama-sama milik Allah yang terikat dengan kewajiban dan hak terhadap pasangannya yang akan dapat pertanggung jawab di hadapan Allah.
Al-Qur’an sudah sangat jelas mengatur bahwa suami memikul kewajiban memberi nafkah sesuai kemampuan.
Dalam al-Qur’an surat Ath-Thalaq ayat 7 Allah berfirman:
لينفق دْو سعة من سعته ومن قدر عليه رزقه فلينفق مما اتاه الله لا يكلف الله نفسا الا ما اتاها سيجعل الله بعد عسر يسرا
Artinya : “Yang lapang rezekinya berikanlah nafkah sesuai kelapangannya itu. Dan barangsiapa rezekinya terbatas, maka berikanlah nafkah dari apa yang telah Allah berikan kepadanya.”
“Allah tidak memberi seseorang kecuali apa yang Dia telah berikan kepadanya. Allah akan menjadikan setelah kesulitan suatu kemudahan.”
Nyai Badriyah menyebutkan, tidak ada satu ayat pun yang melarang istri membelanjakan uang suami sepanjang untuk keperluan yang bersifat primer.
Adapun pembelanjaan yang bersifat tersier, apalagi yang sudah mengarah pada pemborosan atau pemenuhan nafsu hedonis, sudah termasuk kategori mubazir.
Perbuatan ini tak hanya terlarang bagi istri yang menggunakan uang suami, melainkan haram pula suami sebagai pemilik harta. (Rul)