Mubadalah.id – Belakangan beredar kabar maraknya nikah siri di salah satu kota pelajar yang dilakukan atas dasar menghindari zina. Ada juga kabar peningkatan pengajuan dispensasi pernikahan atau perkawinan usia anak (kurang dari 19 tahun) dengan alasan serupa. Sepintas, nampaknya cara berfikir demikian tak ada salahnya. Namun apakah benar bahwa menikah dapat menjawab keinginan dan kebutuhan untuk menghindari zina?
Hal pertama perlu kita pahami terlebih dahulu adalah terminologi zina yang berasal dari kosa kata bahasa arab ini. Terminologi ini merujuk kepada aktivitas seksual yang dilakukan oleh sepasang manusia di luar ikatan pernikahan.
Dalam ajaran agama Abrahamik, perbuatan ini terlarang dengan salah satu alasannya adalah untuk menjaga garis keturunan yang jelas. Meski demikian, di Indonesia terminologi zina lebih banyak kita gunakan dan kita lekatkan kepada penganut agama Islam yang memang jumlahnya lebih dari 1/2 populasi.
Larangan Zina
Pelarangan perbuatan zina ini kemudian banyak disikapi dengan menyegerakan menikah. Meskipun tanpa memiliki kesiapan bahkan melakukannya di usia anak. Secara definitif keputusan demikian memang nyaris tak ada salahnya, karena dengan menikah maka aktivitas seksual pasangan tersebut menjadi legal dalam kacamata hukum Islam.
Tetapi cara pandang seperti itu tak ubahnya memakai kaca mata kuda, sehingga memahami sesuatu secara sempit tanpa melihat konteks. Padahal, dalam ajaran Islam juga menyebutkan bahwa pernikahan adalah ikatan janji agung yang diucapkan seorang hamba kepada Tuhannya (Mitsaqan Ghalidza).
Dengan demikian, seharusnya kita tidak lagi melihat pernikahan sebagai sesuatu yang secara instan bisa menjadi kartu AS untuk melegalkan hubungan seksual. Pasalnya, institusi pernikahan akan membawa konsekuansi panjang. Di mana kemungkinannya tidak hanya menyangkut sepasang manusia yang menikah tapi juga anak-anak dan keluarga besar mereka.
Nikah Siri
Praktik nikah siri dan nikah usia anak tersebut nampak tak mengindahkan kesakralan janji pernikahan. Lebih jauh, keduanya juga sebagaimana telah terungkap dalam banyak penelitian membawa madarat atau bahaya dalam pernikahan yang dilakukan minim kesiapan tersebut.
Misalnya risiko ketidaksiapan psikologis dan finansial untuk menangani konflik rumah tangga, atau jika memutuskan punya anak, ibu dengan usia terlalu muda memiliki risiko lebih tinggi terhadap perdarahan hingga kematian. Perkawinan siri juga tak kalah bahaya, sebab tak terlindungi hukum, maka pasangan tersebut khususnya perempuan tak bisa mengakses perlindungan hukum dan hak-hak lainnya sebagai warga negara.
Lalu apakah dengan sebanyak itu risiko yang harus tertanggung, pernikahan sudah pasti bisa menjadi solusi untuk menghindari zina? Ternyata belum tentu. Lihatlah betapa banyak kisah dan berita perselingkuhan yang kita dengar setiap harinya. Ternyata meski sudah menikah pun, seseorang tetap bisa berzina.
Cegah dengan Puasa
Lalu apa solusi bagi yang ingin menghindari zina? Puasa.
Diriwayatkan Imam Al-Bukhari dalam Kitab Shahih-nya:
حدثنا عبدان عن أبي حمزة عن الأعمش عن إبراهيم عن علقمة قال: بينا أنا أمشي مع عبد الله رضي الله عنه فقال: كنا مع النبي صم فقال: من استطاع الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر, وأحصن للفرج. ومن لم يستطع فعليه بالصوم, فإنه له وجاء
Artinya: “Menceritakan kepada kami Abdan (Abdullah bin Utsman) dari Abi Hamzah dari Al-A’masyh dari Ibrahim dari Alqamah, ia berkata: “Ketika aku berjalan bersama Abdullah ra ia berkata: “Aku bersama Nabi saw, kemudian Nabi bersabda: “Barangsiapa mampu untuk menikah, maka menikahlah karena dapat menjaga pandangan mata dan menjaga kelamin. Barangsiapa belum mampu maka baginya berpuasa, karena puasa ialah perisai baginya.” (Al-Bukhari).
Rasulullah sudah meningatkan, menikahlah bagi yang mampu. Bukan segeralah menikah walaupun belum punya persiapan, masih perlu sekolah dan lain-lain. Bagi yang belum mampu dan atau menikah justru berpotensi membawa madarat, diberikan solusi untuk berpuasa. Yakni berlatih mengendalikan diri dengan baik supaya tidak melakukan zina.
Kita juga perlu mengingat bahwa hukum asal menikah memanglah sunnah. Akan tetapi dapat juga berubah menjadi makruh bahkan haram jika lebih banyak membawa keburukan dan kerusakan bagi pelakunya.
Ulama kenamaan, Prof Quraish Shihab pun mengingatkan bahwa menikah tanpa kesiapan dengan alasan menghindari zina adalah bentuk menyelesaikan masalah dengan masalah lainnya. Beliau menegaskan, pencegahan terhadap zina seharusnya terjadi dalam proses keluarga. Yaitu melalui didikan serta teladan yang baik, bukan menggampangkan janji nikah. []