• Login
  • Register
Kamis, 22 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Setelah Perubahan UU Perkawinan

Muhammad Kamsun Muhammad Kamsun
11/10/2019
in Keluarga
0
UU Perkawinan
23
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah disahkan DPR 16 September 2019 lalu (Solopos, 17/9/2019). Perubahan UU Perkawinan yang sudah berumur 45 tahun itu berlangsung singkat tanpa pro-kontra masyarakat, kontras dengan saat peraturan tersebut dibahas dan disahkan pada tahun 1974. Yang pasti pengesahan revisi tentang umur minimal nikah dari 16 menjadi 19 tahun tersebut sangat melegakan semua pihak.

Perjuangan menaikkan batas usia minimal nikah 16 tahun bagi wanita menjadi 18 tahun, kini 19 tahun telah berlangsung lama. Bebeberapa kali diajukan gugatan yudisial review di MK selalu kandas. Permohonan terakhir dikabulkan MK bukan karena argumen soal kematangan jiwa, kesehatan organ reproduksi, potensi dan kerentanan terjadi KDRT, status anak dan alasan lainnya, melainkan alasan diskriminasi umur. Pembedaan umur minimal 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria adalah perlakuan diskriminasi yang bertentangan dengan konstitusi.

Berbagai permasalahan sosial berkaitan dengan pernikahan anak cukup memprihatinkan. Mulai dari perampasan hak-hak anak, pekerja anak, KDRT, perceraian, perdagangan anak, putus sekolah, stunting, pengangguran, kematian ibu melahirkan, gangguan kanker serviks, hingga kemiskinan dan kekumuhan lingkungan serta penurunan kualitas generasi.

Akibat pernikahan usia anak memang sangat serius sehingga harus diatasi secara sungguh-sungguh. Salah satu penyebabnya bersumber pada undang-undang perkawinan yang mengijinkan pernikahan pada usia dini itu. Menyertai revisi undang-undang tersebut, berikut ini catatan penulis sebagai praktisi pencatatan nikah di lapangan.

Pertama, dengan pemberlakuan usia minimal perkawinan menjadi 19 tahun dalam undang-undang perkawinan, maka selesailah silang sengketa mengenai perbedaan tentang usia dini. Selama ini pihak pencatat nikah berpendapat bahwa usia dini dihitung sesuai dengan undang-undang perkawinan yaitu 19 tahun laki-laki dan 16 tahun perempuan. Jika di bawah umur tersebut, harus mendapat dispensasi dari Pengadilan Agama (bagi yang beragama Islam).

Baca Juga:

Rasminah, Pahlawan Isu Kawin Anak itu Telah Pergi

Menyoal Ulang Kedudukan Suami Istri Dalam Undang-undang Perkawinan

Perempuan Single Parent, Berhakkah Menjadi Wali Nikah? 

Kritik Atas Pasal 31 Ayat (3) : Perkawinan itu Relasi Kesalingan

Sementara Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, menyebutkan anak adalah mereka yang di bawah umur 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan. Sehingga istilah pernikahan dini pun memiliki standard yang berbeda. Bagi Pencatat Nikah, dengan merujuk UU Nomor 1 Tahun 1974, nikah dini adalah di bawah usia 19 dan 16 tahun (laki-laki dan perempuan). Dengan pemberlakuan usia minimal 19 tahun dalam undang-undang perkawinan, kini semua pihak sepakat tentang batas yang disebut usia dini.

Kedua, penambahan usia 19 tahun dibarengi klausul pengetatan dispensasi nikah. Dalam revisi, pengetatan ijin dispensasi dimasukkan dalam salah satu pasal perubahan. Itulah sebabnya beberapa kalangan menyebut revisi undang-undang perkawinan adalah lompatan besar untuk membangun peradaban baru.

Selama ini ditengarai bahwa kemudahan mendapatkan izin dispensasi dari pengadilan adalah pintu masuk perkawinan anak. Permohonan dispensasi yang sebelumnya kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk orang tua calon pengantin, kini permohonan hanya kepada pengadilan. Permohonan harus dengan alasan mendesak disertai bukti pendukung. Tambaha lainnya bahwa pengadilan disyaratkan mendengar pendapat kedua calon pengantin, hal yang selama ini tidak diatur.

Ketiga, dengan perubahan batas umur minimal, perlu langkah edukasi masyarakat akan pentingnya pendewasaan usia nikah. Ketentuan batas minimal perkawinan yang ketat haruslah dibarengi sosialisasi dan edukasi intensif mengingat peristiwa nikah dini seringkali disebabkan berbagai faktor seperti paham keagamaan, kehamilan tidak diinginkan, faktor orang tua dan lain-lain.

Edukasi akibat buruk nikah dini dan perlunya kedewasaan membentuk keluarga/rumah tangga kokoh harus diupayakan. Jika ini dapat dilaksanakan dengan baik, permohonan dispensasi nikah dengan sendirinya akan berkurang. Jika tidak maka ke depan angka permohonan dispensasi akan naik drastis.

Upaya membangun keluarga yang kokoh berkualitas, selain menaikkan usia minimal, setidaknya dua hal perlu dilakukan. Pertama, pembekalan setiap pasang pengantin tentang membangun keluarga kokoh dan harmonis. Bila perlu setiap pasang pengantin diwajibkan mengikuti pembekalan sebelum melangsungkan perkawinan.

Kedua, penguatan sumber daya manusia dan revitalisasi lembaga yang berkecimpung dalam pelayanan perkawinan dan pemberdayaan keluarga. KUA, Puskesmas, Penyuluh KB dan lainnya harus terus diberdayakan karena di pundak merekalah benih dan sendi keluarga Indonesia dibangun. Pondasi kualitas keluarga seharusnya sudah dibangun pada masa awal pembentukan keluarga. Semoga!

Tags: Revisi UU PerkawinanUU perkawinan
Muhammad Kamsun

Muhammad Kamsun

Terkait Posts

Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Pendidikan Seks

Pendidikan Seks bagi Remaja adalah Niscaya, Bagaimana Mubadalah Bicara?

14 Mei 2025
Mengirim Anak ke Barak Militer

Mengirim Anak ke Barak Militer, Efektifkah?

10 Mei 2025
Menjaga Kehamilan

Menguatkan Peran Suami dalam Menjaga Kesehatan Kehamilan Istri

8 Mei 2025
Ibu Hamil

Perhatian Islam kepada Ibu Hamil dan Menyusui

2 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version