• Login
  • Register
Jumat, 13 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

Ketika perempuan dianggap “boleh dikomentari” hanya karena berada di ruang publik, maka ruang itu sudah tidak netral lagi.

Muhaimin Yasin Muhaimin Yasin
21/05/2025
in Personal
0
Catcalling

Catcalling

1.2k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Catcalling adalah komentar, siulan, atau ajakan bernada seksual yang terlontarkan tanpa persetujuan, biasanya kepada perempuan di ruang publik. Sekilas terdengar seperti pujian. Tapi kenyataannya, ini adalah bentuk pelecehan verbal yang merendahkan dan menimbulkan ketidaknyamanan.

Saya sering melihatnya di tempat-tempat umum, di depan toko, area parkir, trotoar, bahkan di sekitar lingkungan tempat tinggal. Sekelompok laki-laki duduk nongkrong sambil berseru pada perempuan yang melintas. Kadang dengan siulan, kadang dengan teriakan:

“Manis banget, Mbak, senyum dong!” Nada suaranya terdengar menggoda, tapi ekspresi perempuan yang mereka panggil jelas menunjukkan sebaliknya. Ia menunduk, mempercepat langkah, dan mencoba pura-pura tidak dengar. Menurut saya, ini bukan sekedar percakapan biasa. Tapi gangguan.

Hal yang membuat catcalling menjadi masalah serius adalah bagaimana masyarakat masih menganggapnya biasa. Banyak yang menyebutnya candaan atau bagian dari kebiasaan laki-laki. “Namanya juga cowok,” atau “Itu cuma bercanda.” Kalimat semacam itu sering kita dengar, dan tanpa kita sadari, justru memperkuat budaya yang membenarkan pelecehan.

Terjadi di Banyak Tempat, Termasuk Sekolah

Perilaku ini tidak hanya terjadi di jalan atau tempat umum. Dalam beberapa kasus, catcalling bahkan terjadi di lingkungan sekolah. Siswa laki-laki melontarkan komentar tidak pantas kepada teman perempuannya. Entah soal penampilan, bentuk tubuh, atau cara berpakaian. Lingkungan pendidikan yang seharusnya menjadi ruang aman, justru bisa ikut menciptakan rasa terancam bagi sebagian pelajar perempuan.

Baca Juga:

Kelompok Waifuna: Perempuan-perempuan Penjaga Laut Raja Ampat, Papua Barat

Kisah Nyata Kekerasan Finansial dan Pentingnya Perjanjian Pranikah

Benarkah Ruang Domestik Menjadi Ruang Khusus Bagi Perempuan?

Dad’s Who Do Diapers: Ayah Juga Bisa Ganti Popok, Apa yang Membuat Mereka Mau Terlibat?

Di luar sekolah, banyak perempuan merasa tidak nyaman berjalan sendiri di jalan umum. Bukan karena mereka berlebihan, tapi karena ruang-ruang itu tidak lagi memberi rasa aman. Komentar tak mereka inginkan membuat gelisah, bahkan sampai mengubah kebiasaan. Memilih jalan memutar, menghindari waktu tertentu, atau mengenakan pakaian longgar demi menghindari perhatian.

Saya pernah melihat seorang perempuan muda kena tegur dengan nada menggoda oleh sekelompok pemuda yang nongkrong di pinggir jalan. Tidak ada kata kasar, tapi sorot mata dan tawa mereka membuat situasi itu terasa tidak wajar. Wajah perempuan itu menegang, dan ia cepat-cepat menjauh. Tapi lagi-lagi, tak ada yang menegur pelaku. Orang-orang sekitar hanya melihat, lalu melanjutkan aktivitas seolah tak terjadi apa-apa.

Diamnya Lingkungan Menjadikan Pelaku Merasa Benar

Fenomena ini tidak muncul begitu saja. Ia tumbuh dalam budaya yang memberi ruang pada dominasi laki-laki dan membiarkan tubuh perempuan menjadi objek komentar. Ketika perempuan dianggap “boleh dikomentari” hanya karena berada di ruang publik, maka ruang itu sudah tidak netral lagi.

Sayangnya, banyak dari kita terbiasa diam. Karena takut dianggap berlebihan, takut ada anggapan sok suci, atau sekadar karena sudah terbiasa melihat kejadian serupa. Diam ini justru yang memperkuat para pelaku. Karena ketika tidak ada yang menegur, mereka merasa benar.

Padahal, batas sopan santun seharusnya berlaku untuk siapa pun. Menjaga lisan adalah bagian dari adab. Tidak perlu teori rumit untuk tahu bahwa memanggil orang asing dengan nada menggoda bukanlah hal yang pantas. Apalagi jika komentar itu kita lontarkan kepada pelajar, remaja, atau anak perempuan yang sedang berjalan sendiri.

Rasa Aman adalah Hak Semua Orang

Perempuan tidak perlu merasa takut hanya karena berada di luar rumah. Mereka tidak seharusnya menyusun strategi hanya untuk melintasi jalan yang sama dengan yang laki-laki lalui tanpa rasa was-was. Ini bukan soal kekuatan fisik, tapi soal hak dasar, yaitu rasa aman.

Laki-laki punya peran besar dalam mengubah situasi ini. Tidak semua laki-laki melakukan catcalling, tapi semua bisa memilih untuk tidak membiarkannya. Bisa memilih untuk tidak ikut tertawa, untuk menegur, atau setidaknya tidak diam. Karena perubahan tidak hanya lahir dari korban yang bicara, tapi juga dari orang-orang di sekitarnya yang berani mengatakan, “Itu tidak benar.”

Lingkungan yang aman kita mulai dari hal-hal kecil. Dari mulut yang terjaga. Teman yang kita ingatkan. Dari keberanian mengatakan bahwa pelecehan tidak bisa kita benarkan dengan alasan apa pun.

Penutup: Menghentikan Cat Calling Dimulai dari Kita

Catcalling bukan masalah sepele. Ini adalah pengingat penting bahwa perilaku yang merendahkan sesama manusia, apalagi tanpa izin, tidak bisa dianggap remeh. Setiap perempuan berhak merasa aman di ruang publik. Setiap orang, tanpa memandang gender, berhak kita hargai tanpa harus menanggung gangguan verbal yang merendahkan.

Jika kita ingin menciptakan ruang yang lebih aman dan adil, mari kita mulai dari hal-hal kecil. Dengan memperbaiki cara kita berbicara, menegur teman yang keliru, atau tidak membiarkan perilaku tidak pantas bersenang-senang begitu saja. Mungkin terdengar sederhana, tetapi setiap tindakan kita memiliki dampak besar. Perubahan besar kita mulai dari keputusan-keputusan kecil yang kita ambil setiap hari. []

Tags: Candaan SeksisCat Callingkomunikasipelecehan seksualperempuanRelasistigma
Muhaimin Yasin

Muhaimin Yasin

Pegiat Kajian Keislaman dan Pendidikan. Tinggal di Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Terkait Posts

Menyulam Spiritualitas

Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

12 Juni 2025
Noble Silence

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence Pada Ayat-ayat Shirah Nabawiyah Tokoh Perempuan (Part 3)

11 Juni 2025
Devotee

Mengenal Devotee: Ketika Disabilitas Dijadikan Fetish

10 Juni 2025
Tragedi Sejarah

Menolak Lupa, Tragedi Sejarah Kekerasan terhadap Perempuan

9 Juni 2025
Narasi Hajar

Pentingnya Narasi Hajar dalam Spiritualitas Iduladha

6 Juni 2025
Berkurban

Berkurban: Latihan Kenosis Menuju Diri yang Lapang

6 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Sejarah Perempuan

    Seolah-olah Tidak Resmi: Sejarah Perempuan dan Rezim yang Ingin Menulis Ulang Sejarah Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menyulam Spiritualitas dan Rasionalitas: Belajar Menyebut Nama Tuhan dari Perempuan Abad 16

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Toleransi, Menghidupkan Pancasila

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Penambangan Nikel di Raja Ampat: Ancaman Nyata bagi Masyarakat Adat
  • Nikel di Surga, Luka di Tanah Papua
  • Tauhid secara Sosial
  • Realita Disabilitas dalam Dunia Kerja
  • Kak Owen Hijaukan Bogor Lewat Aksi Menanam 10.000 Pohon

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID