Mubadalah.id – Pengesahan Revisi Kedua UU ITE atau UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik berlangsung dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat RI di Gedung Nusantara II DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat (5/12/23).
“Ada beberapa norma dalam revisi UU ITE salah satunya adalah Pasal 27A yang mengalami norma perubahan. Dalam Revisi terbaru, terdapat kata-kata menyiarkan dan mempertunjukkan yang teradopsi dari definisi KUHP agar tidak ada multitafsir.” Papar Direktur Jenderal Aplikasi dan Informatika Kementerian Komunikasi Semuel Abrijani Pangerapan.
Di lain kesempatan, Komnas Perempuan sebagai lembaga hak asasi manusia nasional (LNHAM) yang terbentuk dengan tujuan untuk mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakkan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia memberikan sikap dan rekomendasi terhadap revisi kedua UU ITE.
Ruang Partisipasi Publik Terbatas
Dalam siaran pers yang berlangsung di Hotel Aryaduta Jakarta Pusat (22/12/23), Mariana Amiruddin Wakil Ketua Komnas Perempuan menyampaikan bahwa dari segi formil, pembahasan dan akses terhadap dokumen sulit untuk kita akses.
Sehingga ruang partisipasi publik terbatas dan secara substansi masih memiliki beberapa ketentuan yang tidak sinkron dan harmonis. Yakni dengan peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan potensi multitafsir dan tidak memberikan jaminan hak-hak korban untuk mendapatkan layanan keadilan, penanganan dan pemulihan yang komprehensif.
“Komnas Perempuan telah menyampaikan saran dan masukan terhadap RUU Perubahan Kedua atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik secara tertulis kepada Komisi I DPR RI dan Kemenkominfo RI pada Juli 2023.” ungkap Mariana.
Terkait perubahan Pasal 27, Siti Aminah Tardi Ketua Subkom Reformasi Hukum dan Kebijakan menyampaikan beberapa catatan yang tidak sinkron antara KUHP dengan UU TPKS.
“Pada Pasal 27 Ayat 1 terkait konten bermuatan melanggar kesusilaan dan Pasal 27 Ayat 3 kerap mereka gunakan untuk mengintimidasi dan membungkam ekspresi perempuan korban hingga mengkriminalkan korban kekerasan seksual, korban KDRT, korban KBGO hingga Perempuan Pembela HAM yang menyuarakan pendapat dan ekspresinya.” Tegas Ami.
Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)
Berdasarkan data Komnas Perempuan 2017-2022, terdapat 4.749 pengaduan kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Di mana sebagian besar adalah ancaman dan tindakan penyebaran foto atau video yang mengandung muatan seksual. Hingga mengakibatkan perempuan korban dipermalukan. Bahkan berisiko berhadapan dengan hukum sebagai tersangka pelanggaran aturan dalam UU ITE atau UU Pornografi.
Menurut Ami Pasal 27 Ayat 1 telah dicabut oleh Pasal 622 Ayat 1. Di mana jika akan dirumuskan dalam peraturan UU ITE rumusannya mengacu pada Pasal 407 KUHP. Namun Pasal 27 Ayat 1 rumusan seperti ketentuan Pasal 27 Ayat 1 sebelumnya dengan penambahan terbuka untuk umum.
Kemudian pada pasal lainnya. Seperti Pasal 27 Ayat 3 tentang pencemaran nama baik juga menjadi pasal yang perlu kita berikan perhatian khusus.
“Pasal 27 Ayat 3 berpeluang memberikan perlindungan bagi korban Kekerasan Berbasis Gender yang bersuara atas kekerasan yang ia alami. Namun menjadi rentan bagi Perempuan Pembela HAM. Di mana mereka mengkritisi kebijakan publik atau melakukan pembelaan sumber daya alam atau pelanggaran HAM lainnya.” Pungkas Komisioner Tiasri Wiandani.
Saran dan Rekomendasi
Oleh sebab itu, dalam naskah revisi kedua UU ITE ini, Komnas Perempuan memberikan saran dan rekomendasi sebagai berikut:
Muatan Pasal 27 Ayat 1 terkait distribusi dan transmisi muatan kesusilaan pada naskah revisi kedua UU ITE:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan, mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
Berikut adalah rekomendasi dari Komnas Perempuan terkait pasal yang sama yang disinkronkan dengan Pasal 407 KUHP:
Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak untuk diketahui umum menyebarluaskan, menyiarkan, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang mengandung materi pornografi.
Masih ada beberapa saran dan rekomendasi dari Komnas Perempuan terkait Revisi Kedua UU ITE. Yakni pada muatan distribusi dan transmisi muatan kesusilaan. Antara lain, menyerang kehormatan atau nama baik, ancaman pencemaran atau membuka rahasia, berita bohong, dan hasutan kebencian.
Selain itu, hukum acara tindak pidana ITE yang dapat kita unduh melalui tautan: https://bit.ly/PenyikapanRevisiKe2UUITE-KP. Mari gerak bersama mengenali hukumnya untuk melindungi korban. []