Mubadalah.id – Squid Game, serial film permainan maut Korea Selatan garapan Hwang Dong-hyuk merepresentasikan kehidupan sosial masyarakat yang mengulik isu uang, pertemanan, hingga kemanusiaan. Para pemain datang dengan berbagai alasan dan latar belakang dengan saling berebut dan berjuang memenangkan permainan untuk mendapatkan hadiah uang.
Dengan merekrut sebanyak 456 warga Korea yang punya masalah ekonomi yang kemudian diajak berkompetisi dalam permaian anak-anak tradisional Korea dengan mempertaruhkan nyawa. Peserta yang tereliminasi dalam permainan ditembak mati dengan dihargai 100 juta won. Sehingga satu-satunya pemenang akan meraih 45,6 miliar won, setara Rp.547 miliar.
Sutradara Hwang Dong Hyuk bermaksud membuat film ini berangkat dari penggambaran kondisi ekonomi sosial Korea Selatan yang tak ada habisnya. Squid Game seakan berdalih memberi kesempatan kepada para pemain yang memiliki masalah kerentanan ekonomi dan supaya lepas dari jeratan utang piutang dengan memenangkan seluruh rangkaian permainan. Akan tetapi, konsekuensi pertaruhan nyawa membuat pergolakan batin antar pemain dan uang diuji.
Banyaknya pemain dengan beragam latar belakang membuat permainan terasa sangat kompleks. Kesamaan motivasi peserta berburu uang itu membuat para pemain bertarung dengan keegoisan menimbulkan kebencian dan kejahatan yang terjadi dengan terpaksa.
Pun tidak semuanya berasal dari kelas menengah ke bawah. Pemain Cho Sang-woo (Park Hae-soo), kepala divisi investasi di Perusahaan sekuritas yang bangkrut berurusan dengan kreditur dan polisi. Penyebab kebangkrutan yang tak jelas, menunjukkan banyaknya uang teryata tak pernah cukup untuk kehidupannya.
Lebih dari itu pula, kehadiran tokoh VIP yang bertopeng- sekelompok laki-laki yang menyelenggarakan permainan ini meng-highlight kerentanan masyarakat menengah ke bawah. Membuat mereka tidak memiliki pilihan lain selain tunduk kepada para penguasa.
Uang dan Egoisme Kemanusiaan
Serial Squid Game season 1 dan 2 memiliki isu dan konflik yang tak jauh beda. Meskipun dalam season pertama, lebih menampilkan pembunuhan, sedangkan season kedua konflik yang muncul lebih mengaskan betapa uang berada di atas kemanusiaan.
Dalam musim kedua, pemain dihadapkan antara keyakinan yang saling bertentangan. Antara menghentikan permainan dan membawa beberapa bagian uang masing-masing pemain atau tetap melanjutkan permainan untuk memperebutkan keberhasilan di akhir untuk satu pemenang.
Namun, dalam film para peserta tampak menghalalkan segala cara untuk memenangkan keenam permainan yang menunjukkan betapa kerasnya persaingan hidup sehingga uang bisa menjadi jaminan mempertahankan hidup. Segala macam cara pemain lakukan untuk menyingkirkan satu sama lain meskipun dengan dalih tim untuk bekerja sama dalam permainan.
Tampak sangat jelas pula kesenjangan terjadi dalam pemilihan anggota kelompok. Peserta yang notabene laki-laki memilih rekan tim berdasarkan jenis kelamin, ketangkasan, dan usia. Peserta perempuan dan yang di atas 50 tahun tersingkirkan. Sebab menurut mereka fisiknya tidak cukup kuat dan berpotensi kalah dan mengancam nyawa sehingga gagal meraup uang.
Meskipun hal ini akan bertolak belakang jika kita membandingkan dengan Squid Game: The Challenge dari Inggris yang lebih manusiawi dengan mengunggulkan kesetaraan kesempatan dan penghargaan pemain perempuan.
Drama Kehidupan dan Berbagai Pilihan
Lewat penggambaran Squid Game, mengajak penonton melihat dan mendalami realitas kehidupan manusia. Bahwa manusia sering kali mendekatkan diri pada lingkaran orang-orang yang mereka percaya membawa keuntungan untuk dirinya. Lantas tak segan pula menyingkirkan mereka setelah menang meskipun harus mengorbankan nyawa orang lain.
Sang-woo tampak beberapa kali membunuh pemain. Saat permainan kelereng, Sang-woo bermain licik dengan mengisi kantong pasangan bermainnya dengan kerikil bukan kereleng. Mendorong pemain nomor 017 seorang di jembatan kaca, dan menggorok leher peserta bernomor 067 sebelum permainan terakhir.
Pada kenyataannya, hampir semua pemain memiliki kepentingannya masing-masing untuk mengutamakan dirinya. Tapi tidak juga untuk Seong Gi-hun (Lee Jung-jae) yang masih memeiliki sisi humanis. Seong Gi-hun merangkul seluruh anggota kelompoknya meskipun pada akhirnya terkhianati. Ia juga berusaha menghentikan permainan keenam saat berhadapan dengan Sang-woo yang merupakan sahabatnya sendiri.
Karakter Gi-hun memperlihatkan kepada penonton bahwa masih ada segelintir orang berhati besar yang mementingkan rasa kemanusiaan di tengah kekacauan. Meskipun sebetulnya seandainya ia berhasil dan tidak kehilangan sahabatnya, Gi-hun membutuhkan uang itu untuk biaya operasi ibunya dan membiayai anaknya yang tinggal bersama mantan istrinya.
Kekayaan dan Bahagia yang Hampa
Gi-hun akhirnya menjadi pemenang miliaran won setelah dalam permainan terakhir Sang-woo sahabatnya memilih untuk membunuh dirinya sendiri. Namun, sebagai pemenang ia justru merasa kosong dan sangat kehilangan orang-orang terdekatnya, termasuk sang ibu. Ia merasa bersalah karena membunuh teman-temannya meskipun tidak secara langsung mengotori tangannya.
Sehingga, dalam Squid Game musim kedua, Gi-hun bertekad menghentikan permainan untuk menyelamatkan nyawa banyak orang meskipun ia terpaksa ikut menjadi pemain kembali. Dalam banyaknya gambaran, kita akan menemui kesadaran bahwa nominal saldo ATM tidak akan menyelesaikan masalah begitu saja atau menjamin kesejahteraan hidup.
Di sisi yang lain, karakter Oh Il-nam (Oh Young-soo) pemain 001 merupakan seorang kaya raya dan salah satu dalam permainan ini. Ia mengatakan hidupnya hampa dan membosankan karena memiliki harta melimpah, tetapi tidak merasakan kebahagiaan. Hidup tak menyenangkan baik bagi orang kaya maupun miskin.
Dengan maksud demikian, ia dan teman-temannya (VIP) membuat permainan tersebut untuk bersenang-senang. Hal ini menggambarkan perbedaan cara orang berstatus sosial rendah dengan yang ber-privelege finansial dalam menemukan dan merasakan kesenangan.
Menariknya pula, jika dalam season 2 dalang Squid Game (Oh Il-nam) ingin merasakan kesenangannya lewat ikut bermain. Dalam season 2, pengawas permainan, Front Man (Lee Byung-hun) terpaksa ikut bermain untuk menghalangi Gi-hun menggagalkan permainan. Pertarungan gejolak batin keduanya ikut bermain di sini.
Sebagai Peringatan
Banyak pesan moral yang dapat kita temui dalam serial Squid Game ini. Selain sebagai hiburan fiksi, Squid Game menarik nilai dan pesan moral penting yang terhubung dalam berbagai aspek dalam drama kehidupan. Akun instagram Islami.co menarik pada firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat al-Hadid ayat 20.
Artinya: “Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. Perumpamaannya adalah seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mongering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya.”
Maka, ibaratnya dunia bagai permainan Squid Game. Siapa orang yang lengah, lalai, dan hanya ‘bermain-main’, ia akan celaka. Serta jauh dari kata bahagia. Dalam Squid Game, setiap orang akan terus mempertanyakan apa yang bisa mereka cari dan mereka capai dalam hidup.
Terlepas dari persoalan finansial lewat masing-masing karakter, Squid Game membawa pesan moral universal yakni kita perlu merasa cukup dan bahagia atas apa yang kita miliki. Kesejahteraan hidup dapat tercapai dengan berbagi antar sesama melalui cara-cara yang maslahat dan manusiawi, bukan dengan dendam kekejaman yang mereka anggap dengan cara tersebut lantas tuntas dinikmati. []