• Login
  • Register
Selasa, 15 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

Tahukah Kita: Nabi Memanjatkan Doa Baik bagi Non Muslim?

Teks-teks ini tentu saja merupakan teladan Nabi Saw yang mengajarkan kita tentang pentingnya membangun persaudaraan dan relasi yang baik dengan siapapun, termasuk dengan mereka yang non-Muslim

Faqih Abdul Kodir Faqih Abdul Kodir
15/08/2022
in Hikmah
0
Doa Baik bagi Non Muslim

Doa Baik bagi Non Muslim

572
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sebagai pribadi yang agung, lembut, dan penuh kasih sayang, Nabi Saw tentu saja sering memanjatkan doa-doa baik bagi umatnya. Demikianlah sebagaimana dalam riwayat Sahih Ibn Hibban, bahwa Nabi Saw selalu mendoakan untuk ampunan dan kebaikan umat Islam di setiap selesai shalat.[1] Untuk yang ini, pasti banyak orang mudah percaya.

Namun, apakah kita bisa percaya bahwa Nabi Saw juga memanjatkan doa-doa baik bagi non Muslim? Atau, setidaknya, Nabi Saw tidak bersedia memanjatkan doa-doa buruk dan laknat bagi non-Muslim, percayakah kita pada riwayat-riwayat ini?

Rahmat Nabi Saw bagi Semua Manusia

Justru dalam riwayat hadits dari kitab-kitab yang jauh lebih otentik dan otoritatif dibanding Sahih Ibn Hibban. Dalam Sahih Muslim, misalnya, ada hadits riwayat Abu Hurairah ra (no. hadits: 6778). Dalam riwayat ini, ternyata ada kisah di mana beberapa sahabat meminta Nabi Saw untuk mendoakan buruk dan melaknat orang-orang non-Muslim. Nabi Saw dengan tegas menolak permintaan mereka.

“Allah swt tidak mengutusku untuk melaknat mereka”, jawab Nabi Saw dengan tegas. “Melainkan, aku diutus-Nya untuk menjadi rahmah dan kasih sayang bagi mereka”. Hal ini berbanding terbalik dengan kebiasaan beberapa di antara kita yang lebih suka melaknat dan mendoakan segala keburukan untuk orang-orang non-Muslim.

Sebagian besar dari kita, bahkan, masih enggan untuk mengungkapkan ucapan-ucapan kultural yang bisa menghibur, menenangkan, dan membuat mereka bahagia. Takut berdosa karena khawatir menjadi doa, dan doa adalah ibadah. Sementara ibadah itu khusus untuk umat Islam saja.

Baca Juga:

Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

Kegagalan dalam Perspektif Islam: Antara Harapan Orang Tua dan Takdir Allah

Islam dan Persoalan Gender

Namun, tidakkah memberi ucapan-ucapan baik, doa baik bagi non Muslim ini, bisa dikategorkan sebagai bagian dari pernyataan Nabi Saw: “Aku diutus-Nya, bukan untuk melaknat orang-orang non-Muslim, melainkan untuk menebar rahmat bagia mereka”?

Doa Nabi Saw untuk Non-Muslim

Kitab Sahih Ibn Hibban, yang menurunkan redaksi doa baik bagi umat Islam, juga menurunkan doa baik bagi yang belum masuk Islam. Dalam riwayat Sahl bin Sa’d as-Sa’idi, Rasulullah Saw memanjatkan doa berikut ini:

عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِيِّ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِقَوْمِي فَإِنَّهُمْ ‌لَا ‌يَعْلَمُونَ))

Dari Musa bin ‘Uqbah, dari Ibn Syihab, dari Sahl bin Sa’d as-Sa’idy, berkata: Rasulullah Saw berdoa: “Ya Allah, ampunilah kaumku (yang masih belum beriman itu), karena mereka sesungguhnya tidak mengerti”.[2]

Nabi Saw memanjatkan doa baik bagi non muslim ini, ketika beberapa di antara orang kafir Quraisy menghina dan mencederai beliau. Dalam riwayat yang lebih populer adalah doa berikut ini: “Ya Allah, tunjukkanlah kaumku itu, karena mereka sesungguhnya tidak mengerti” (Allahumma ihdi qaumi fa innahum laa ya’lamuun).

Kisah Nabi bersama Orang-Orang Thaif

Pada saat orang-orang Thaif menolak kehadiran Nabi Muhammad Saw dan mengusir dari kota mereka, Nabi Saw tidak mendokan buruk kepada mereka. Bahkan, ketika ada malaikat turun dan menyatakan kesediaannya untuk menyiksa mereka, Nabi Saw justru menolaknya. “Tidak, justru aku berharap dan bisa jadi ada di antara mereka, atau dari turunan mereka yang kelak akan menerima dan beriman kepadaku”, jawab Nabi Saw dengan tegas.

Kisah doa Nabi Saw bagi kebaikan orang-orang Thaif yang menolak dan mengusir beliau ini sangat populer. Berbagai kitab hadits dan sejarah mencatatnya. Di antara yang paling otoritatif, dari kitab-kitab ini, adalah saja adalah Sahih Bukhari (no. hadits: 3267) dan Sahih Muslim (no. hadits: 4754).

Dalam Sahih Bukhari (no. hadits: 2974), juga ada kisah seorang sahabat bernama Thufail bin Amr ad-Dusi ra. Dia datang menemui Rasulullah Saw setelah melihat kaumnya membangkang, melawan, dan tidak bersedia masuk Islam. Dia mengusulkan kepada Nabi Saw untuk mendoakan buruk dan melaknat mereka. Tetapi Nabi Saw tidak bersedia. Sebaliknya, Nabi Saw berdoa untuk mereka: “Ya, Allah berilah mereka petunjuk, dan biarkan mereka datang menemuiku”.

Melihat kebiasaan doa baik bagi non muslim Nabi Saw seperti ini. Seorang sahabat Abu Hurairah ra, ketika mengetahui ibunya tidak mau masuk Islam, bahkan sebaliknya menyatakan hal-hal buruk tentang Islam dan tentang Nabi Saw, ia tidak meminta Nabi Saw mendoakan buruk kepadanya. Sebaliknya, Abu Hurairah ra langsung memohon kepada Nabi Saw agar mendoakan ibunya mendapat hidayah.

Sikap Lembut Nabi Saw Kepada Non-Muslim

Dalam kitab Sunan Turmudzi (no. hadits: 2958) dan Musnad Ahmad (no. hadits: 19895), ada kisah dari Abu Musa al-Asy’ari ra, bahwa ketika beberapa orang non-Muslim bersin di samping Nabi Muhammad Saw, maka doa Nabi Saw untuk mereka adalah: “Semoga Allah memberi kalian petunjuk dan memperbaiki kondisi kalian (Yahdikumullah wa yushlih balakum)”.

Dalam berbagai kitab hadits sahih, termasuk Sahih Bukhari dan Muslim, ada kisah yang cukup spektakuler. Yaitu tentang tamu-tamu non-Muslim yang datang dan memulai dengan salam kebencian. Aisyah ra yang mendengar ucapan mereka, langsung emosi dan menjawab mereka dengan salam kebencian yang sama. Namun, ternyata Nabi Saw memintanya untuk bersikap tenang dan lemah lembut, tidak perlu menjawab dengan kekasaran yang sama.

Di bawah ini salah satu teks hadits dalam riwayat Imam Bukhari.

عَنْ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ أَنَّ عَائِشَةَ رضى الله عنها زَوْجَ النَّبِىِّ صلى الله عليه وسلم قَالَتْ دَخَلَ رَهْطٌ مِنَ الْيَهُودِ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالُوا السَّامُ عَلَيْكُمْ قَالَتْ عَائِشَةُ فَفَهِمْتُهَا فَقُلْتُ وَعَلَيْكُمُ السَّامُ وَاللَّعْنَةُ قَالَتْ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَهْلاً يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِى الأَمْرِ كُلِّهِ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَلَمْ تَسْمَعْ مَا قَالُوا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَدْ قُلْتُ وَعَلَيْكُمْ

 “Dari Urwah bin Zubair, bahwa Aisyah ra, istri Nabi Muhammad Saw berkisah: Suatu saat datanglah beberapa orang kaum Yahudi ke rumah Rasulullah Saw. Mereka memulai dengan salam: “Semoga racun menebar dalam (kehidupan) kalian semua”. Aisyah berkata: “Aku mendengar dan memahami betul kalimat mereka. Karena itu, aku menjawab mereka (dengan lebih tegas): “Ya, racun juga atas (kehidupan) kalian semua, beserta laknat (dari Allah Swt) atas kalian semua”. Lalu, Nabi Saw berkata kepada Aisyah: “Tenanglah wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu mencintai sikap yang lembut dalam segala hal”. Aku menjawab: “Wahai Rasul, mereka yang memulai (mengucapkan salam kebencian) itu, kamu mendengar yang mereka ucapkan kan?”. “Ya, aku mendengar, dan aku cukup menjawab mereka: kalian juga sama”, jawab Nabi Saw. (no.  hadits: 6093).

Meneladani Nabi Saw

Teks-teks ini tentu saja merupakan teladan Nabi Saw yang mengajarkan kita tentang pentingnya membangun persaudaraan dan relasi yang baik dengan siapapun, termasuk dengan mereka yang non-Muslim. Hal ini adalah prinsip yang paling dasar. Artinya, jika kita menemukan ijtihad beberapa ulama tentang pentingnya bersikap tegas, kasar, dan keras, harus diletakkan pada kondisi khusus. Yaitu, saat peperangan berkecamuk.

Sementara yang prinsip dan dasar adalah persaudaraan dan relasi yang baik antar manusia. Terutama pada kondisi damai, atau tidak dalam peperangan, di mana kita semua dituntut untuk mengembangkan lebih banyak lagi perdamaian dan kebaikan-kebaikan. Prinsip inilah yang menjadi inspirasi yang terekam dalam teks-teks hadits tersebut di atas.

Demikianlah, di antara teladan dan akhlak baik Nabi Muhammad Saw terhadap semua manusia. Saat sekarang ini adalah saat-saat yang paling tepat untuk meneladani akhlak baginda Nabi Muhammad Saw. Atas semua teladan ini, kita memang selalu harus bershalawat kepada Nabi Muhammad Saw: Shallallahu ‘alaihi wa sallam. []

Catatan: semua nomor-nomor hadits dalam tulisan ini merujuk pada terbitan kitab-kitab hadits dari Dar al-Maknaz al-Islamy, Cairo, tahun 2000.

[1] Al-Farisi, al-Ihsan fi Taqrib Sahih Ibn Hibban, ed. Syu’aib al-Arna’uth, (Beirut: Mu’assasah ar-Risalah, 1988), juz 16, hal. 48.

[2] Ibid, juz 14, hal. 445.

Tags: Akhlak NabiislamPerdamaiansejarahSunah Nabitoleransi
Faqih Abdul Kodir

Faqih Abdul Kodir

Founder Mubadalah.id dan Ketua LP2M UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

Hak-haknya Perempuan

Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

14 Juli 2025
Ukhuwah Nisaiyah

Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

14 Juli 2025
Jihad

Jihad Perempuan Melawan Diskriminasi

14 Juli 2025
Perempuan Masa Kini

Ruang Baru Perempuan dalam Kehidupan Masa Kini

14 Juli 2025
Tafsir Keadilan Gender

Pentingnya Perspektif Keadilan Gender dalam Memahami Tafsir

13 Juli 2025
Perempuan

Merebut Kembali Martabat Perempuan

13 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Krisis Ekologi

    Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Ronggeng Dukuh Paruk dan Potret Politik Tubuh Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Asma’ binti Yazid: Perempuan yang Mempertanyakan Hak-Haknya di Hadapan Nabi
  • Empat Prinsip NU Ternyata Relevan Membaca Krisis Ekologi
  • Ukhuwah Nisaiyah: Solidaritas Perempuan dalam Islam
  • Merawat Bumi Sebagai Tanggung Jawab Moral dan Iman
  • Jihad Perempuan Melawan Diskriminasi

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID