• Login
  • Register
Sabtu, 28 Januari 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Aktual

Tren Ta’aruf, Pilihan atau Sekedar Ikut-Ikutan?

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
30/07/2020
in Aktual, Featured
0
Tren Ta’aruf

Ilustrasi Oleh Nurul Bahrul Ulum

332
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Pernikahan sebagai sesuatu yang sakral bukan hanya menyatukan dua orang manusia secara fisik, tetapi juga menyatukan dua jiwa bahkan dua keluarga yang tak saling kenal sebelumnya. Banyak cara yang dilakukan untuk menuju jenjang pernikahan, salah satunya adalah dengan mengenal calon pasangan beserta keluarganya.

Proses mengenal inilah yang kemudian dikenal dengan pacaran atau dalam istilah yang Islami yakni ta’aruf. Dua istilah ini jika dilihat dari makna ontologi, tentu saja bukan hal yang berbeda. Keduanya sama-sama berfungsi untuk saling mengenal satu sama lain sebelum benar-benar memutuskan jenjang pernikahan.

Dalam istilah Benokraitis, penulis buku Marriages and Families mengartikan pacaran sebagai proses dimana seseorang bertemu dengan lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dijadikan pasangan hidup.

Begitupun dengan ta’aruf, sebuah kata yang dalam kamus bahasa Arab bermakna saling berkenalan dan mengenal satu sama lain. Dan dalam terminologi khusus dimaknai sebagai proses saling mengenal dan saling memperkenalkan diri yang berkaitan dengan masalah pernikahan.

Tak ada yang salah menggunakan kedua istilah tersebut selama keduanya dilakukan dengan cara yang baik. Namun seiring munculnya tren hijrah dan gerakan Indonesia Tanpa Pacaran, istilah ta’aruf selalu menjadi topik bahasan yang selalu berhasil membuat muda-mudi terbawa perasaan dan tak jarang hanya dipahami lapisan luarnya saja tanpa melihat esensinya.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

Baca Juga:

3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik

Content Creator atau Ngemis Online?

5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

Apalagi ditambah dengan pasangan-pasangan entertainer yang mengekspos dan mengkampanyekan ta’aruf di media sosial. Salah? Tentu saja tidak. Semua orang punya pilihan dan caranya masing-masing dalam menentukan bagaimana proses mencari pasangan hidupnya.

Penggambaran ta’aruf muncul di layar lebar pada film Ayat-Ayat Cinta di tahun 2008 silam. Salah satu scane filmnya menggambarkan proses ta’aruf Fahri dan Aisyah yang membuat muda-mudi menghayal ingin memerankannya di dunia nyata. Hingga kini judul-judul ta’aruf mulai muncul sebagai tema web series di kanal youtube, bahkan banyak pula kelas-kelas online dan aplikasi khusus yang digunakan sebagai media ta’aruf.

Muda-mudi yang memilih ta’aruf diberikan wadah oleh para mediator baik secara langsung maupun virtual, kemudian pada proses tertentu mereka saling bertukar CV dan tahap nadzhor yang difasilitasi oleh mediatornya. Setelah beberapa proses, akhirnya mereka bisa memutuskan antara lanjut ke jenjang pernikahan ataupun tidak.

Inilah tahapan ta’aruf yang ditawarkan. Sayangnya kadang masih ditemukan beberapa orang menggunakan kata ta’aruf tapi praktiknya tidak sesuai. Memilih ta’aruf atau pacaran itu pilihan masing-masing, asalkan setiap orang memilihnya dengan penuh kesadaran tanpa paksaan, karena keduanya merupakan cara untuk menuju jenjang pernikahan.

Namun lebih penting dari sekedar perdebatan itu semua, pasangan muda-mudi yang hendak melangsungkan pernikahan tak cukup hanya bertukar biodata saja. Ta’aruf jika hanya melihat biodata berarti hanya memandang manusia sebagai makhluk fisik. Padahal untuk mengarungi bahtera rumah tangga, kesamaan dalam memahami peran suami-istri, konsep rezeki, dan komitmen sangat diperlukan untuk menggapai sakinah dalam keluarga.

Kesamaan dalam pemahaman-pemahaman tersebut penting sekali diperhatikan sebelum memutuskan pernikahan. Seperti yang disampaikan Bu Nyai Nur Rofi’ah, pengasuh Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam) dalam bincang ‘Find Your Love’ menyatakan bahwa kafaah dalam Islam itu dinamis, patokannya sampai akhir adalah takwa. Dan takwa merupakan proses yang berlangsung sampai akhir hayat.

Dengan demikian, tidak penting mendebatkan istilah pacaran atau ta’arufan, karena pacaran pun tak semuanya negatif, begitupun tak semuanya ta’aruf juga berbuah pernikahan. Memilih pacaran atau ta’aruf itu pilihan individu masing-masing, jangan sekedar terpengaruh tren. Keduanya sah-sah saja dilakukan asal tidak merugikan satu sama lain, juga tidak menjadi ajang sebagai gerakan mempermudah kawin anak yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. []

Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Mahasiswa Pascasarjana IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Terkait Posts

perspektif mubadalah

5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

28 Januari 2023
Ninik Rahayu Dewan Pers

Dr. Ninik Rahayu Terpilih sebagai Ketua Dewan Pers 2022-2025

15 Januari 2023
Terorisme

Forum Masyarakat Sipil Cirebon Dorong Rehabilitasi dan Reintegrasi Mantan Pelaku Kasus Terorisme

14 Januari 2023
Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual

Nabi Perintahkan Kita Lindungi Warga dari Kekerasan Seksual

31 Desember 2022
Mahasiswa Sebagai Social Control Untuk Wujudkan Bebas dari Korupsi

Mahasiswa Sebagai Social Control Untuk Wujudkan Bebas dari Korupsi

30 Desember 2022
wakaf uang perempuan

Wakaf Uang, Menciptakan Perempuan Berdaya

27 Desember 2022
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Fatwa KUPI

    Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Atensi Pesantren Menjawab Isu Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Writing for Healing: Mencatat Pengalaman Perempuan dalam Sebuah Komunitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Konco Wingking Dalam Perspektif Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • 3 Hal yang Perlu Ditegaskan Ketika Perempuan Aktif di Ruang Publik
  • Content Creator atau Ngemis Online?
  • 5 Pilar Keluarga Berencana dalam Perspektif Mubadalah
  • Menanti Hasil Fatwa KUPI dari Kokohnya Bangunan Epistemologi Part II-Habis
  • Terminologi Mubadalah Berguna Untuk Gagasan Relasi Kerjasama

Komentar Terbaru

  • Menjauhi Sikap Tajassus Menjadi Resolusi di 2023 - NUTIZEN pada (Masih) Perlukah Menyusun Resolusi Menyambut Tahun Baru?
  • Pasangan Hidup adalah Sahabat pada Suami Istri Perlu Saling Merawat Tujuan Kemaslahatan Pernikahan
  • Tanda Berakhirnya Malam pada Relasi Kesalingan Guru dan Murid untuk Keberkahan Ilmu
  • Tujuan Etika Menurut Socrates - NUTIZEN pada Menerapkan Etika Toleransi saat Bermoda Transportasi Umum
  • Film Yuni Bentuk Perlawanan untuk Masyarakat Patriarki pada Membincang Perkawinan Anak dan Sekian Hal yang Menyertai
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist