• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Upah Setara Buruh Tani Perempuan

Fitri Nurajizah Fitri Nurajizah
05/05/2020
in Publik
0
244
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Setiap tangal 1 Mei selalu diperingati sebagai hari buruh Internasional, atau biasa disebut dengan may day. Pada peringatan ini biasanya para buruh akan turun ke jalan untuk melakukan aksi damai dan menyampaikan segala aspirasinya kepada pemerintah. Kecuali di tahun sekarang, saat ini masyarakat Indonesia tengah melakukan segala aktivitas di dalam rumah, guna memutus rantai penyebaran Covid-19. Sehingga, tidak ada aksi memperingati hari buruh internasional.

Walaupun Mei kali ini tidak ada aksi damai, kepedulian kita terhadap hak-hak para buruh harus tetap sama. Kita tahu, pada masa sulit karena pandemi Covid-19 ini banyak para buruh yang di PHK dan dirumah kan sampai batas waktu yang tidak bisa ditentukan.

Begitupun nasib buruh tani perempuan yang dari dulu sampai sekarang, ya gitu-gitu aja. Mereka banyak yang mendapatkan upah tidak sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukannya. Seperti hal yang terjadi di kampung halaman saya, yaitu di salah satu daerah Kabupaten Garut.

Di sana, mayoritas masyarakatnya memang menjadi petani, baik petani sayuran, padi, teh dan tanaman kebun lainnya. Para petani yang mempunyai lahan yang cukup luas, biasanya mereka akan menyewa buruh laki-laki dan perempuan untuk membantu mengurus lahannya tersebut.

Seperti halnya di Desa Pancasura, ada beberapa warga yang mempunyai sawah yang cukup luas, sehingga dalam mengurus dan mengelola sawah tersebut, mereka harus mempekerjakan beberapa buruh tani. Pekerjaan yang dilakukan pun beragam, mulai dari mencangkul, membajak sawah dengan menggunakan kerbau, menanam padi, membersihkan, memberi pupuk dan memanen padi.

Baca Juga:

Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Tentu pekerjaan-pekerjaan tersebut, tidak hanya dilakukan oleh laki-laki saja, tetapi juga banyak dilakukan oleh pekerja perempuan. Namun, perempuan hanya akan dilibatkan dalam pekerjaan-pekerjaan tertentu saja, seperti menanam padi, membersihkan, memberi pupuk dan memanen padi. Sehingga, jarang ditemukan perempuan yang bekerja sebagai pencangkul, apalagi membajak sawah menggunakan kerbau.

Alasannya cukup sederhana, hanya karena mereka berjenis kelamin perempuan dan anggapan masyarakat umum, tenaga perempuan tidak sekuat tenaga laki-laki, dengan begitu mencangkul atau membajak sawah, hanya akan dikerjakan oleh laki-laki.

Padahal, saya sering loh, menemukan beberapa perempuan yang mencangkul dan membajak sawahnya sendiri, dan hasil karyanya tidak jauh berbeda dengan hasil pekerjaan laki-laki. Mengapa saya mempersoalkan hal tersebut? Karena pekerjaan mencangkul dan menanam padi, akan berpengaruh terhadap upah yang didapatkan oleh setiap pekerjanya.

Beberapa hari yang lalu, saya mencoba ngobrol ngalor ngidul dengan beberapa buruh tani perempuan di kampung, termasuk soal upah buruh tani. Ternyata, persoalan upah ini cukup membuat lara ati. Gimana nggak gitu. Hal ini, lebih sakit dibandingkan ditinggal gebetan pas lagi baper-bapernya. Rasanya Ambyar buanget.

Menurut penuturan salah satu pekerja perempuan, waktu yang digunakan oleh laki-laki dan perempuan untuk bekerja di sawah relatif sama, yaitu mulai dari jam 7 pagi sampai jam 12 siang dan tenaga yang dikeluarkan juga sama beratnya, malah justru mungkin lebih berat.

Sebab, jika laki-laki hanya mencangkul saja, perempuan justru mempunyai dua pekerjaan sekaligus yaitu babut (mengambil benih padi dari lahan) kemudian menanam padi di sawah yang sudah dibajak. Tetapi, hak berupa upah yang didapatkan laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Buruh perempuan perhari akan diberi upah senilai dua puluh lima ribu rupiah, sedangkan laki-laki akan dibayar tiga puluh ribu rupiah perhari.

Dalam pola biaya makan, buruh laki-laki dan perempuan juga dibedakan. Selain makan, laki-laki biasanya akan diberi rokok, kopi dan cemilan lainnya. Sedangkan perempuan hanya akan diberi makan dan jajanan warung saja, itu pun kadang-kadang.

Hal ini jelas tidak adil, waktu dan tenaga yang dikeluarkan oleh buruh tani laki-laki dan perempuan sama. Tetapi, hak yang diperolehnya sangat berbeda. Padahal, upah itu adalah hak semua pekerja, baik pekerja laki-laki maupun pekerja perempuan. Dan upah yang diberikan oleh majikan juga harus sesuai dengan pekerjaan yang telah dilakukannya.

Sebagaimana hadis Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan “Berikan segera upah pekerja sebelum keringatnya kering” (al Jami; al Shaghir,1/76).

Tentu tujuan dari pernyataan hadis tersebut ialah para majikan dituntut untuk menyegerakan membayar upah setiap pekerjanya.sebab itu merupakan hak pekerja. Serta, point pentingnya ialah tidak boleh ada perbedaan upah karena alasan perbedaan jenis kelamin.

Dengan begitu, perempuan ataupun laki-laki harus diberi upah yang sama dalam setiap pekerjaan yang sama-sama telah dilakukannya.

Dalam hal ini Allah SWT juga telah memberikan tuntunan dalam al-Qur’an. seperti yang tergambar dalam Surat an-Nahl ayat 97 yang artinya ” Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Jadi, ayolah, perempuan ataupun laki-laki jika sama-sama bekerja, ya harus mendapatkan upah yang sesuai dengan jenis pekerjaan yang telah dilakukannya. jangan lagi ada dusta perbedaan di antara buruh perempuan dan laki-laki. karena kalau masih begitu, fix, situ nganu-nya kebangetan.

Terakhir, saya mengucapkan selamat hari buruh Internasional, bagi semua buruh di dunia, termasuk buruh perempuan. Tetap semangat dan terus berjuang. Semoga nasib buruh akan sejahtera dan bahagia.[]

Fitri Nurajizah

Fitri Nurajizah

Perempuan yang banyak belajar dari tumbuhan, karena sama-sama sedang berproses bertumbuh.

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version