• Login
  • Register
Kamis, 3 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Wasit dan Persoalan Kepemimpinan Tak Adil

Saya pikir, kekecewaan kita atas hasil pertandingan antara Timnas kita dengan Bahrain bisa menjadi semacam refleksi

Ahmad Thohari Ahmad Thohari
25/10/2024
in Personal
0
Wasit

Wasit

586
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Tentu saja, masih sangat teringat hasil 2-2 antara Timnas Indonesia melawan Bahrain betapa menyisakan emosi ketidakadilan akan hal kepemimpinan (wasit) dalam euforia kecintaan kita terhadap Timnas. Kemenangan kita terenggut oleh sang wasit.

Untunglah, secara naluriah, kita itu sudah dipaksa untuk kebal dengan jenis-jenis ketidakadilan dengan bentuk macam-macam. Sehingga, kepemimpinan wasit sang wasit, yang membuat seluruh mata pencinta Timnas Indonesia gedek dan marah-marah, tidak terima, kita langsung bisa mupus.

Meskipun masih tersisa bibit-bibit dendam tersimpan. Tak apa. Itu manusiawi, wajar-wajar saja. Justru yang tak wajar adalah ketika diri kita sudah benar-benar kebal dengan hal-hal ketidakadilan. Bisa lebih bahaya. Ketimpangan dalam segala lini kehidupan akan selalu terjadi. Kita tidak bisa membiarkan kezaliman terus terjadi. Sebagaimana kita juga tidak bisa terus-menerus membiarkan diri kita dizalimi tanpa henti.

Untuk itu, marilah kita marah kepada kinerja kepemimpinan sang wasit. Kepada federasi sepak bola Timur Tengah, kepada AFC, kepada struktur yang mengatur seluruh prosesi kepemimpinan yang tak adil itu. Hingga kepada diri kita sendiri, mengapa, misalnya, kita selalu mudahnya diperlakukan tidak adil? Dan seterusnya.

Saya pikir, kekecewaan kita atas hasil pertandingan antara Timnas kita dengan Bahrain bisa menjadi semacam refleksi besar-besaran yang baik untuk kita lakukan bersama-sama. Tak hanya dalam posisi kita sebagai pecinta Timnas, tetapi juga dalam posisi kita sebagai rakyat, karyawan, masyarakat sipil, hingga dalam posisi kita sebagai manusia.

Baca Juga:

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Membaca Fenomena Perempuan Berolahraga

Keadilan sebagai Prinsip dalam Islam

Prinsip Keadilan Sosial dalam Ajaran Islam

Antara Agen dan Korban

Kalau terjadi kepemimpinan tak adil, yang itu terwakili oleh salah seorang—wasit, misalnya. Tentu saja, wasit tersebut berhak untuk kita salahkan. Akan tetapi, apakah wasit tersebut sungguh-sungguh melakukan kepemimpinan tak adil itu atas kehendaknya sendiri. Atau, jangan-jangan, sebenarnya ada intervensi sistemik yang mendesaknya untuk berlaku tak adil?

Kalau saja yang terjadi adalah kemungkinan kedua, maka sang wasit sesungguhnya juga merupakan korban bagi adanya praktik kepemimpinan tak adil. Kalau sudah demikian, kita sebenarnya juga patut iba kepada sang wasit. Investigasi, karenanya, menjadi sangat harus kita lakukan bila situasinya kita asumsikan pada kemungkinan kedua tersebut. Demi menguak kebenaran-kebenaran yang menjadi sumber dari ketidakbenaran yang wasit lakukan.

Tetapi, investigasi tentu akan membutuhkan hal ekstra, tidak hanya dalam hal tenaga dan dana, tetapi juga waktu. Akan membutuhkan waktu yang sangat lama. Bahkan, mungkin kebenaran akan terkuak ketika interest kita sudah beranjak dari rasa ingin tahu kita tentang kebenaran yang sang wasit itu lakukan.

Kendati demikian, kebenaran yang telah terkuak pastilah akan menjadi ongkos besar bagi “masa depan sejarah sepak bola.” Paling tidak bagi masa depan cara pandang kita terhadap persoalan-persoalan sepak bola.

Memahami Posisi Kepemimpinan Tak Adil

Mari kembali memahami kepemimpinan tak adil sang wasit melalui apa saja yang dia klarifikasikan di saat-saat setelah game sudah usai dengan hasil yang dapat kita terima bersama-sama. Sang wasit yang kita kritik, bahkan dicaci maki akibat buah kepemimpinan tak adilnya, memberikan klarifikasi demikian. Misalnya: “tolong hentikan komentar dan pesan negatif, saya hanya jujur dan adil di lapangan. Kenapa saya diserang, saya tidak bersalah.”

Tentu saja, sebagai pecinta Timnas, kita semakin tambah marah dengan klarifikasi yang sama sekali tidak mengklarifikasi apapun semacam itu. Wong, jelas-jelas kinerja kepemimpinan yang dia lakukan sama sekali tidak mencerminkan posisinya laiknya pemimpin pertandingan yang adil dan jujur. Kok, bisa-bisanya memberikan klarifikasi seperti itu.

Namun demikian, mari pula kita pahami situasinya dengan cara berbeda, memposisikan sang wasit sebagai pihak yang juga merupakan korban. Pertama, sebagai korban dari bencana kedunguan dan kondisi tak tahu diri. Kedua, tentu saja, sebagai korban intervensi sistemik dari adanya model kepemimpinan tak adil yang jauh lebih kuat dan besar. Artinya, sang wasit kita pahami hanyalah boneka kecil yang diperalat. Bisa saja hidupnya sedang terancam dan tersiksa karir profesinya.

Potensi Kepemimpinan Tak Adil

Memahami sang wasit dari hanya sekadar dalam posisi pertama boleh kita kata adalah hal naif. Namun tetap penting juga untuk kita pahami dan kita analisis pola eksistensinya. Karena, kedungunan dan kondisi tak tahu diri merupakan hal berharga bagi beranak-pinaknya boneka-boneka yang bisa di-casting untuk mempertunjukkan berbagai adegan-adegan kepemimpinan tak adil.

Dengan demikian, kalau kita memahami itu, setidak-tidaknya kita tidak semakin memperparah adegan-adegan kepemimpinan tak adil dengan ikut merawat kedungunan dan kondisi tak tahu diri. Justru sebaliknya, yang kita lakukan adalah turut memperbaiki dengan menyemai diri lewat hal-hal yang cerdas dan bijaksana.

Sedangkan, dengan memahami sang wasit dalam posisi kedua, kita akan memahami bahwa meski potensi kepemimpinan tak adil selalu ada. Sebagaimana potensi ketidakadilan yang juga selalu ada—hal yang jauh lebih mengerikan sesungguhnya adalah ketika potensi itu memang sengaja dicipta-inovasikan.

Kemudian kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk diadegankan demi tujuan-tujuan yang sangat menyakiti perasaan dan pikiran sehat. Sehingga, mengguncang kemanusiaan karena mencipta berbagai jenis ketimpangan, baik secara struktural-permainan dan sosial.

Wasit dan Refleksi Kepemimpinan Presiden

Karena itu, sesungguhnya saya ingin mengatakan bahwa kepemimpinan tak adil adalah hal jamak yang tanpa kita sadari selalu mengelilingi sekaligus sering menghampiri dan menimpa ruang pribadi kehidupan kita.

Tak hanya dalam saat kita menonton pertandingan sepak bola, namun juga ketika kita sedang menjadi anak. Atau menjadi rakyat, menjadi siswa maupun mahasiswa, menjadi karyawan dengan segala ihwal posisinya, bahkan menjadi manusia itu sendiri. Selalu, kita ditabrak dan terhimpit oleh model-model kepemimpinan tak adil. Entah yang kita lakukan secara sengaja maupun berpura-pura tidak sengaja.

Dan, secara khusus, sesungguhnya saya juga sangat ingin mengajak untuk memahami pula pola kepemimpinan tak adil yang terjadi dalam struktur policy pemerintahan negara kita. Jika kita menempatkan sosok Presiden, juga seluruh pejabat pemerintahan—yang baru-baru saja terlantik dan terpilih untuk menjalani berbagai macam policy kepemimpinan bangsa dan negara. Sebagai layaknya sang wasit, maka kita mesti pula memahaminya dalam dua macam posisi yang saya tuliskan sebelumnya.

Mari kita sama-sama menyiapkan kuda-kuda diri untuk menyimak, memahami, sekaligus mengkritisi hal-hal yang akan terjadi dalam pola kepemimpinan baru pemerintahan kita. Demi supaya kita benar-benar dapat memahami posisi dan pola eksistensi kepresidenan kita dalam koordinat yang tepat dan akurat.

Apakah dalam posisi korban pula atau memang benar-benar pemain ketidakadilan yang sesungguhnya? Persis ungkapan sang wasit yang diprediksikan akan ngomong demikian tatkala terdesak psikologi dan tanggung jawab kepemimpinannya, “tidak ada penjelasan yang bisa saya berikan, semoga anda bisa memahami posisi saya.” []

 

 

 

 

Tags: keadilanKepemimpinanolahragasepak bolaWasit
Ahmad Thohari

Ahmad Thohari

Ahmad Miftahudin Thohari, lulusan mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam UIN Raden Mas Said Surakarta, punya minat kajian di bidang filsafat, sosial dan kebudayaan. Asal dari Ngawi, Jawa Timur.

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Second Choice

Women as The Second Choice: Perempuan Sebagai Subyek Utuh, Mengapa Hanya Menjadi Opsi?

30 Juni 2025
Tradisi Ngamplop

Tradisi Ngamplop dalam Pernikahan: Jangan Sampai Menjadi Beban Sosial

29 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID