• Login
  • Register
Senin, 19 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Featured

Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Sosial Masyarakat

Zakat menjadi salah satu instrument fiskal dalam praktek ekonomi yang telah digunakan semenjak Rasulullah

Rasyida Rifa'ati Husna Rasyida Rifa'ati Husna
14/04/2024
in Featured, Publik
0
Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi

Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi

950
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Islam adalah agama rahmat dan dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan sebagaimana tampak pada setiap ajarannya yang selalu mengandung aspek kemaslahatan dan kemanfaatan terhadap kehidupan manusia. Di antara ajaran tersebut salah satunya terdapat dalam zakat yang secara essensial mengandung makna pemberdayaan diri terhadap orang yang lemah.

Zakat dan pemberdayaan ekonomi ini memiliki hikmat dan manfaat yang demikian besar dan mulia, baik dari sisi orang yang berzakat (muzakki), penerima harta zakat (mustahiq), maupun bagi masyarakat keseluruhan. Karena itu, zakat juga memiliki peran untuk pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat. Dengan mengeluarkan zakat, umat Islam dapat membantu mengurangi kesenjangan dalam kelompok-kelompok masyarakat.

Dalam Alquran telah diatur secara jelas kepada siapa zakat fitrah dapat kita distribusikan. Allah sendiri-lah yang telah menetapkan delapan ashnaf (golongan) yang berhak mendapatkannya. Sebagaimana firmanNya dalam surah at-Taubah ayat: 60,

اِنَّمَا الصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَاۤءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ۝٦٠

Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, dan untuk orang-orang yang sedang berjalan di jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (QS. at-Taubah [9]: 60).

Baca Juga:

Menilik Relasi Al-Qur’an dengan Noble Silence pada Ayat-Ayat Shirah Nabawiyah (Part 1)

Membuka Tabir Keadilan Semu: Seruan Islam untuk Menegakkan Keadilan

Ketika Sejarah Membuktikan Kepemimpinan Perempuan

Waisak: Merayakan Noble Silence untuk Perenungan Dharma bagi Umat Buddha

Distribusi Zakat

Pendistribusian zakat fitrah kepada yang berhak (mustahiq) sebagaimana tersebutkan dalam ayat di atas; fakir, miskin, dan golongan lain yang berhak menerima, adalah sebuah tindakan konkrit untuk membantu mengurangi kesenjangan ekonomi dalam masyarakat dan menciptakan kesejahteraan yang merata, yaitu dengan mengurangi kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Hal itu sebagaimana pula telah tercatat dalam sejarah kejayaan Islam, ketika zakat terkelola dengan baik dan kita distribusikan secara adil kepada yang berhak. Zakat terbukti berperan besar dalam membangun kesejahteraan umat.

Pada masa Rasulullah pengelolaan zakat dikontrol langsung oleh beliau saw. Kemudian seiring berkembangnya Islam, Nabi juga mengutus lebih dari 25 sahabat untuk menjadi amil zakat ke seluruh pelosok Negara. Mereka membawa perintah pengumpulan zakat, sekaligus mendistribusikan zakat sampai habis sebelum kembali ke Madinah. Pengelolaan zakat sebisa mungkin terlaksana secara merata, agar seluruh masyarakat dapat merasakan kemakmuran yang sama.

Sejak sistem tersebut berlaku secara optimal, perekenomian di dalam negara menjadi semakin stabil. Gap antara golongan mampu dan orang-orang kurang mampu semakin tipis. Tingkat kriminalitas pencurian atau perampokan di dalam Madinah juga sangat kecil. Dengan demikian zakat mampu membawa kedamaian dalam kondisi sosial masyarakat di Madinah saat itu.

Setelah Nabi Muhammad wafat risalah yang mulia tersebut diemban dan diteruskan oleh para sahabat dan tabi’in (generasi setelah sahabat Nabi). Mereka adalah pengikut Nabi yang memiliki kapasitas untuk menganalisis kondisi zamannya sesuai dengan apa yang telah Nabi saw ajarkan.

Zakat dari Masa ke Masa

Di masa khalifah pertama Abu Bakar al-Shiddiq, orang-orang yang tidak mau menunaikan zakat ia perangi. Banyak peperangan yang Abu Bakar lakukan terhadap orang-orang murtad dan munafik yang tidak mau membayar zakat.

Namun kemudian di masa kepemimpinan Umar bin Khattab, zakat mulai terkelola lebih baik. Bahkan Umar turun tangan mencari mustahik ke rumah-rumah, ia tak segan memikul sekarung gandum untuk ia berikan kepada rakyatnya yang miskin. Umar bin Khattab banyak memberikan fatwa terkait zakat, dan melahirkan solusi-solusi yang cemerlang.

Dari kalangan tabi’in, salah seorang yang pernah sukses menerapkan zakat sebagai sarana dalam menyejahterakan masyarakat adalah Umar bin Abdul Aziz. Ia adalah khalifah Bani Umayyah yang kedelapan (99-102 H). Dalam periode kekhalifahannya yang singkat, kurang lebih dua tahun lima bulan, ia berhasil menyejahterakan masyarakat sebab sistem pengelolaannya terhadap zakat sangat baik.

Kesadaran masyarakat muslim pada masa itu dalam menunaikan zakat begitu tinggi. Hal itu berkat dakwah, keadilan, dan kejujuran Khalifah Umar bin Abdul Aziz selama menjabat. Ia menjadikan masyarakatnya percaya, taat, dan patuh kepada pemerintah, termasuk kaitannya dalam membayar zakat.

Bahkan Baitul Mal (perbendaharaan negara) saat itu kesulitan mendapatkan orang yang berhak menerima zakat, sebab fakir miskin yang selama ini berhak menerima zakat telah berubah menjadi muzaki. Hal itu karena banyaknya mustahik yang terdorong untuk bekerja dan berproduksi sehingga muzaki semakin banyak dan mustahik semakin menurun.

Peran Penting Zakat

Dari sini dapat kita pahami bahwa zakat menjadi salah satu instrument fiskal dalam praktek ekonomi yang telah digunakan semenjak Rasulullah. Berdasarkan catatan sejarah zakat telah memerankan peran yang sangat penting dalam mekanisme distribusi pendapatan dalam perekonomian. Di mana hal itu dapat terwujud jika potensi zakat benar-benar dapat kita eksplorasi secara efektif dan berdaya guna.

Maka dari itu, zakat fitrah yang wajib semua umat muslim bayarkan bukan hanya sekadar kewajiban ibadah, tetapi memiliki dampak luas dalam pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat. Dengan memahami dan mengimplementasikan zakat secara baik, umat Islam dapat turut berpartisipasi juga berperan aktif dalam upaya membangun keadilan, kemakmuran, dan kesejahteraan bersama. []

Tags: islamPemberdayaan EkonomiRukun IslamsejarahZakat
Rasyida Rifa'ati Husna

Rasyida Rifa'ati Husna

Terkait Posts

Inses

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Inses

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

17 Mei 2025
Kashmir

Kashmir: Tanah yang Disengketakan, Perempuan yang Dilupakan

16 Mei 2025
Nakba Day

Nakba Day; Kiamat di Palestina

15 Mei 2025
Nenek SA

Dari Kasus Nenek SA: Hukum Tak Lagi Melindungi yang Lemah

15 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kekerasan Seksual Sedarah

    Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KUPI Resmi Deklarasikan Mei sebagai Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Memanusiakan Manusia Dengan Bersyukur dalam Pandangan Imam Fakhrur Razi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon
  • Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah
  • Rieke Diah Pitaloka: Bulan Mei Tonggak Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia
  • Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama
  • KUPI Dorong Masyarakat Dokumentasikan dan Narasikan Peran Ulama Perempuan di Akar Rumput

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version