• Login
  • Register
Jumat, 11 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

3 Alasan Pentingnya Sikap Ukhuwah dalam Kehidupan

Ulama Ahlussunah wal Jamaah menerjemahkan relasi toleransi dengan sebuah istilah: ukhuwah. Ukhuwah memiliki akar kata akh (saudara: Arab). Diisytiqaq (dijadikan bahasa turunan) menjadi ukhuwah dengan makna persaudaraan

Wafiroh Wafiroh
19/10/2022
in Publik
0
Pentingnya Sikap Ukhuwah

Pentingnya Sikap Ukhuwah

412
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Dalam kehidupan bersosial, kita senantiasa dituntut untuk memiliki sikap toleran terlebih jika kita menjadi unsur dari sebuah komunitas majemuk. Sikap ini menjadi poin mutlak yang tidak dapat kita tawar agar kehidupan yang dijalani bisa tentram dan terhidar dari berbagai konflik karena perbedaan. Toleransi menjadi pangkal dari semua sikap baik kepada sesama.

Ulama Ahlussunah wal Jamaah menerjemahkan relasi toleransi dengan sebuah istilah: ukhuwah. Ukhuwah memiliki akar kata akh (saudara: Arab). Diisytiqaq (dijadikan bahasa turunan) menjadi ukhuwah dengan makna persaudaraan. Sehingga melalui tulisan ini, saya ingin menegaskan alasan tentang pentingnya sikap ukhuwah dalam kehidupan.

Ukhuwah secara terminologi berarti hubungan persaudaraan yang muncul antar dua belah pihak yang sejatinya berbeda dan sama sekali tidak ada hubungan darah namun direkatkan karena adanya kesamaan. Meski hanya satu dua poin saja.

3 Klasifikasi Sikap Ukhuwah

Berangkat dari pemaknaan terhadap Islam sebagai rahmatan lil alamin, ulama Aswaja mengklasifikasi ukhuwah menjadi tiga bentuk. Pertama, ukhuwah Islamiyah. Yaitu nilai persaudaraan karena berasaskan kesamaan dalam agama. Yaitu Islam. Sebagai sesama muslim, kita hendaknya saling memiliki sikap saling menghormati, mendukung serta saling membela dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan dari berbagai aspeknya.

Kedua, ukhuwah wathaniyah. Yaitu nilai persaudaraan dan toleransi yang muncul karena jiwa nasionalisme yang dimiliki oleh seseorang. Dengan kesadaran akan nilai ukhuwah ini, seseorang akan lebih mengedepankan nilai kebersamaan dan persatuan sebagai sesama anak suatu bangsa meski terdapat seabrek perbedaan yang mengemuka.

Baca Juga:

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Dokumen Abu Dhabi: Warisan Mulia Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Tayyeb Bagi Dunia

Two State Solution: Solusi Perdamaian bagi Palestina-Israel atau Tantangan Integritas Nasional Terhadap Pancasila?

Entah itu berbeda secara agama, pilihan politik, budaya, ciri fisik ataupun adat kebiasaan. Bahkan bagi K.H. Hasyim Asy’ari, sang pendiri Nahdlatul Ulama mencintai tanah air merupakan bentuk dari iman. Dengan slogannya hubbul wathan minal iman.

Ketiga, adalah ukhuwah basyariyah. Yaitu nilai persaudaraan yang muncul dengan mengatasnamakan kemanusiaan. Dengan prinsip ukhuwah ini, seorang individu akan lebih memilih untuk mengutamakan toleransi dan semua sikap yang tercakup olehnya kepada siapapun.

Mencintai Kemanusiaan

Bahkan meski tanpa terdapat kesamaan apapun. Cukup fakta bahwa orang lain adalah manusia, maka dia akan menghormati dan mencintai kemanusiaan tersebut. Ukhuwah ini pernah diisyaratkan Iwan Fals dalam salah satu petikan lagunya: “aku mencintaimu, karena engkau manusia”. Manusia saja sudah cukup sebagai bekal bagi kita untuk tidak sembarangan mendiskriminasi dan meremehkan orang lain.

Namun sayangnya realita saat ini menunjukkan bahwa nilai-nilai ukhuwah sudah tidak lagi kental ditemukan. Dengan pesatnya perkembangan teknologi dengan media sosial salah satunya, hubungan intrapersonal yang dulunya erat terjalin mulai mengalapi gap.

Nilai kekerabatan, kebersamaan, gotong royong dan keguyuban sudah mulai tergantikan oleh teknologi. Hal ini berdampak terhadap menurunnya nilai toleransi dalam masyarakat. Oleh karena itu penting kiranya untuk memupuk kembali nilai-nilai toleransi tersebut dengan berbagai cara yang mungkin.

Pentingnya Sikap Ukhuwah dalam Kehidupan

Melalui tulisan ini, penulis tidak akan menyebutkan langkah-langkah yang bisa kita lakukan untuk menguatkan kembali toleransi. Namun hanya akan mengemukakan 3 alasan mengapa nilai ukhuwah sebagai wujud dari toleransi harus kembali kita pupuk dan terapkan secara lebih masif ke dalam kehidupan bersosial.

Pertama, untuk mengembangkan cakrawala berpikir khususnya dalam urusan agama. Dengan kembali menguatkan nilai ukhuwah dalam kehidupan sosial, maka kita akan mendapatkan cakrawala berpikir yang lebih luas.

Kita bisa menyadari bahwa banyaknya perbedaan yang kita temui, justru menjadikan diri kita lebih terbuka dan menerima kondisi orang lain yang berbeda dengan diri kita. Sehingga pada tahap berikutnya kita bisa menjadi sosok yang lebih terbuka ,moderat serta lebih mudah untuk bersikap menghargai antar individu maupun antar kelompok.

Kedua, mempermudah berbagai kepentingan dalam kehidupan sosial. Ukhuwah yang kita pupuk dengan baik akan mempermudah relasi individu dengan individu yang lain. Hal ini karena dia memiliki pemahaman yang kuat bahwa perbedaan apapun tidak menghalangi dirinya untuk bersosial dengan orang lain.

Karena sejauh apapun perbedaan memisahkan, ia tetap memiliki kesamaan dengan orang lain tersebut. Minimal sesama manusia. Hal ini tetap mendorong orang tersebut untuk tetap menghormati, menghargai dan memperlakukan orang lain sebagaimana manusia ingin diperlakukan.

Orang yang memiliki sikap seperti ini akan cenderung bersikap ramah terhadap orang lain dan orang lain tersebut akan tersanjung dengan sikap ramah tersebut. Sehingga kepentingan-kepentingan yang ada bisa tersampaikan dengan baik dan lebih mudah.

Mewujudkan Islam Rahmatan Lil Alamin

Ketiga, mewujudkan nilai Islam yang rahmatan lil alamin. Islam yang dibawa Nabi saw. hadir dengan tujuan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Ungkapan seluruh alam di sini mencakup siapapun dalam alam semesta. Baik itu manusia, binatang bahkan tumbuhan sekalipun.

Oleh karena itu, kita sebagai orang muslim bertugas untuk mengejawantahkan bagaimana Islam benar-benar sebagai rahmat. Islam yang bagi siapapun selalu membawa kedamaian dan ketenangan. Di sinilah sikap ukhuwah perlu kita tampilkan sebagai wujud wajah Islam yang rahmat bagi seluruh alam semesta.

Termasuk bagi mereka yang berbeda dengan kita sekalipun. Sikap anarkis, fanatisme tinggi dan kecurigaan yang berlebihan terhadap kelompok lain harus kita buang jauh-jauh sebagai wujud dari perilaku keberislaman yang rahmat bagi seluruh alam. Allahu A’lam. []

Tags: BasyariyahIslamiyahPerdamaiantoleransiUkhuwahWathaniyah
Wafiroh

Wafiroh

Alumni Ma'had Aly Situbondo - Perintis Pesantren Anak Tarbiyatul Quran wal Kutub

Terkait Posts

Kopi yang Terlambat

Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

10 Juli 2025
Humor Kepada Difabel

Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

10 Juli 2025
Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Kopi yang Terlambat

    Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Life After Graduated: Perempuan dalam Pilihan Berpendidikan, Berkarir, dan Menikah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Film Horor, Hantu Perempuan dan Mitos-mitos yang Mengikutinya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sudahkah Etis Jokes atau Humor Kepada Difabel? Sebuah Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kuasa Suami atas Tubuh Istri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Menakar Kualitas Cinta Pasangan Saat Berhaji
  • Islam: Membebaskan Manusia dari Gelapnya Jahiliyah
  • Ikrar KUPI, Sejarah Ulama Perempuan dan Kesadaran Kolektif Gerakan
  • Berkeluarga adalah Sarana Menjaga Martabat dan Kehormatan Manusia
  • Jalanan Jogja, Kopi yang Terlambat, dan Kisah Perempuan yang Tersisih

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID