Mubadalah.id – Pada tanggal 10 Juni 2024 lalu, kita memperingati Hari Media Sosial Indonesia, yang mana peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia untuk bijak dalam menggunakan media sosial.
Media sosial dikenal sebagai platform digital yang digunakan untuk wadah komunikasi, informasi, dan interaksi sosial semua orang di dunia maya.
Penyebaran jutaan informasi di media sosial bisa kita dapatkan hanya sekejap mata tanpa kita harus pergi dan bertanya di sumber informasi. Sehingga dengan percepatan penyebaran informasi ini, tak juga kita mendapatkan informasi yang tidak aktual dan tidak baik. Bahkan terindikasi informasi yang mengandung hate speech.
Hate speech merupakan pernyataan atau tulisan yang mengandung unsur kebencian, penghinaan, provokasi, dan pencemaran nama baik seseorang.
Tindakan ini muncul karena beberapa faktor, antara lain karena adanya niat jahat pelaku sebab sakit hati kepada korban, adanya niat menjatuhkan martabat korban, dendam, rendahnya mental pelaku, atau bisa jadi karena ketidaktahuan pelaku atas kebenaran informasi.
Provokatif
Di media sosial, hate speech dapat berupa postingan, tweet, atau komentar yang bernuansa provokatif dan kebencian yang berseliweran di Instagram, Twitter, You Tube, TikTok, atau di berbagai aplikasi media sosial yang tersedia di gadget.
We are Social menyatakan bahwa pada tahun ini Indonesia memiliki 139 juta pengguna aktif media sosial. Jumlah tersebut setara dengan 49,9 persen penduduk Indonesia. Namun sangat disayangkan di antara banyaknya pengguna media sosial, kita juga sering menemukan pelaku hate speech yang berseliweran di berbagai platform media sosial.
Kita dapat melihat contoh kasus hate speech yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan publik, yaitu kasus hate speech di Papua.
Melansir dari detik.com, bahwa Bareskrim Polri menangkap AB (30), pengguna akun TikTok @presiden_ono_niha, karena mengunggah konten video yang berpotensi memicu kebencian terhadap aksi pendukung Lukas Enembe saat pelaksanaan penjemputan dan pemakaman Lukas Enembe di Papua.
Terkait dengan peristiwa hate speech ini, pelaku terancam hukuman 6 tahun penjara berdasarkan Pasal 28 dan Pasal 28 (2) UU No. 19 Tahun 2016.
Melihat kasus di atas, hate speech memiliki dampak negatif yang serius, yaitu dapat menimbulkan konflik sosial. Selain itu, dampak hate speech juga dapat menyerang psikologi korbannya sehingga berakibat stres, trauma. Bahkan yang lebih berbahaya lagi dapat mendorong korban untuk melakukan bunuh diri.
4 Langkah
Oleh sebab itu, agar hate speech tidak lagi menyebar di media sosial dan berdampak negatif pada korban, kita bisa melakukan beberapa langkah sederhana untuk mencegahnya, antara lain:
Pertama, selalu tabayyun (klarifikasi) saat menerima informasi dari media sosial.
Kedua, lakukan cross check terhadap konten yang kita buat supaya tidak mengandung unsur hate speech.
Ketiga, selalu memproduksi konten-konten positif yang faktual dan mendidik.
Keempat, meningkatkan literasi, dan jika kita menemukan konten yang memiliki unsur hate speech, maka kita melapor kepada pihak yang berwajib.
Dengan demikian, jika kita melakukan langkah-langkah sederhana di atas. Maka media sosial yang kita miliki akan terhindar dari nuansa kebencian yang merugikan setiap korbannya. Sehingga media sosial kita menjadi wadah informasi dan komunikasi yang baik, manfaat, dan mendamaikan.
Mari kita gunakan media sosial dengan bijak untuk menciptakan kehidupan yang baik dan damai bagi semua orang, terutama di dunia maya.
Gunakan jari jemari kita untuk memproduksi konten positif dan mendidik. Hal ini agar media sosial kita penuh dengan nuansa positif dan manfaat. Serta dapat terhindar dari para pelaku hate speech yang membahayakan dan merugikan semua orang. []