• Login
  • Register
Sabtu, 5 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Hikmah

4 Tradisi Baik saat Kelahiran Bayi yang Perlu Ayah Ibu Ketahui

Redaksi Redaksi
03/06/2022
in Hikmah, Keluarga
2
Lingkungan Berkelanjutan dan Gerakan Minimalis Perempuan

Lingkungan Berkelanjutan dan Gerakan Minimalis Perempuan

589
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kelahiran bayi merupakan momen yang sangat membahagiakan bagi kedua orang tua, ibu dan ayah.

Apalagi bagi pasangan yang baru pertama kali miliki anak, momen kelahiran bayi ini pasti sangat mengembirakan dan sangat berkesan.

Terlebih, di dalam tradisi di sebagian masyarakat kita pada umumnya, terdapat beberapa kebiasaan saat kelahiran bayi yang perlu dilestarikan.

Berikut 4 tradisi baik saat kelahiran bayi yang perlu dilestarikan, seperti dikutip di dalam buku Parenting with Love, yang di tulis oleh Maria Ulfah Anshor.

1. Menyambut Kelahiran Bayi

Baca Juga:

Rumah Tak Lagi Aman? Ini 3 Cara Orang Tua Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Stereotipe Perempuan sebagai Ibu Rumah Tangga

Kegembiraan menyambut kelahiran seorang bayi, khususnya pada kelahiran anak pertama, biasanya memiliki kesan yang sangat mendalam.

Berbagai perlengkapan bayi disediakan: pakaian, perlengkapan mandi, tempat tidur, peralatan makan, mainan, dan sebagainya.

Bahkan, tidak jarang pasangan muda pada saat senggang membayangkan indahnya menimang buah hati mereka dengan berimajinasi tentang masa depan anak mereka.

Kehadiran bayi, baik laki-laki maupun perempuan, layak disambut dengan gembira. Kita dianjurkan untuk mengunjungi jika di antara saudara atau teman dekat kita mendapat tambahan keluarga baru, karena hal tersebut dapat menambah rasa cinta di antara sesama saudara dan kerabat.

Dalam hal ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda, “Hendaklah kalian saling memberikan hadiah, niscaya kalian akan saling mencintai.” Yang terpenting adalah doa yang kita katakan, “Semoga engkau diberkahi dan kelak menjadi anak yang baik, berbakti kepada Allah dan orangtua.”

2. Mengazankan dan Mengiqamahkan

Setelah bayi lahir dengan selamat, tugas suami yang paling utama adalah mengucapkan rasa syukur kepada Allah Swt atas anugerah yang dikaruniakan kepadanya, antara lain dengan membacakan azan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri bayinya.

Tradisi mengazankan bayi segera setelah lahir, adalah perbuatan yang sangat positif.

Yaitu, untuk memperkenalkan kalimah syahadat, juga harapan agar anaknya kelak menjadi Muslim dan muslimah yang baik, taat kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya, terutama tekun menjalankan shalat wajib dan berbuat baik terhadap sesama manusia.

3. Selamatan atau Aqiqah

Aqiqah artinya menyembelih kambing atas kelahiran anak pada hari ketujuh dari kelahirannya.

Hukumnya sunnah, tidak wajib, dan merupakan anjuran bagi yang mampu saja. Bahkan, Fathimah r.a sendiri tidak melakukannya dan yang mengaqiqahkan kedua anaknya adalah Nabi Saw.

Menurut kebanyakan ahli fiqh, meskipun aqiqah sunnah, namun dianjurkan karena dapat menambah makna kasih sayang, kecintaan, dan mempererat tali ikatan sosial antara kerabat dan keluarga, tetangga, dan handai taulan.

Di samping itu, dapat menjadi sumbangan sosial, bila sebagian kaum fakir miskin turut diundang untuk menikmati hidangan dari aqiqah tersebut.

4. Memberi Nama yang Baik

Menurut ajaran Islam, nama bagi seseorang memiliki makna yang sangat penting. Islam menganjurkan, seorang anak hendaknya diberi nama dengan nama yang baik dan indah, sebagaimana anjuran Nabi Muhammad Saw. “Hak anak yang wajib dipenuhi oleh orangtua adalah memperbaiki budi pekertinya dan menamainya dengan sebuah nama yang baik dan indah.”

Meskipun seseorang menjadi terkenal, diagungkan, dan dimuliakan bukan karena namanya, memilih nama yang baik sesuai dengan harapan yang akan dilekatkan pada diri anak tersebut sangat dianjurkan.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Umar bin Khatab ditanya oleh seorang anak mengenai hak anak yang harus diperoleh dari bapaknya. Umar kemudian menjawab, “Agar bapaknya memilihkan ibunya, memberikan nama yang baik, dan mengajarkan Al-Ouran kepadanya.”

5. Nama sebagai Doa

Apabila orang tua menamai anaknya dengan nama, misalnya, Habibullah (kekasih Allah), tentu mereka berharap anaknya akan selalu dicintai oleh Allah Sang Penciptanya.

Demikian pula nama Muttaqin, pasti pemberi nama menginginkan anaknya tumbuh besar sebagai orang bertakwa yang taat menjalankan agama.

Dalam hal ini, Islam tidak memaksa seorang Muslim untuk menggunakan nama-nama Islam yang berasal dari lafaz Arab bagi anak-anaknya.

Mereka boleh menamai anak-anaknya dengan nama sesuai dengan bahasa ibunya, misalnya, berasal dari bahasa Batak, Jawa, Sunda, dan daerah lainnya, yang penting nama tersebut mempunyai arti yang baik.

Sebab, sebuah nama mengandung harapan dan doa. Misalnya, anak yang menyandang nama Ahmad, orangtuanya sangat mengharapkannya kelak menjadi anak yang terpuji.

Lalu, Selamet dan Bejo, ibunya pasti berharap anaknya kelak selalu hidup dalam keadaan selamat dan sejahtera, baik di dunia maupun akhirat. (Rul)

Tags: anakayahBayidilestarikanIbukelahiranlahirorang tuaTradisi
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Bekerja adalah bagian dari Ibadah

Bekerja itu Ibadah

5 Juli 2025
Bekerja

Jangan Malu Bekerja

5 Juli 2025
Bekerja dalam islam

Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

5 Juli 2025
Pemimpin Keluarga

Siapa Pemimpin dalam Keluarga?

4 Juli 2025
Oligarki

Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi

4 Juli 2025
Islam Harus

Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Gerakan KUPI

    Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kholidin, Disabilitas, dan Emas : Satu Tangan Seribu Panah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Bekerja itu Ibadah
  • Menemukan Wajah Sejati Islam di Tengah Ancaman Intoleransi dan Diskriminasi
  • Jangan Malu Bekerja
  • Yang Benar-benar Seram Itu Bukan Hidup Tanpa Nikah, Tapi Hidup Tanpa Diri Sendiri
  • Islam Memuliakan Orang yang Bekerja

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID