• Login
  • Register
Jumat, 23 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom

7 Pondasi Keluarga

Mubadalah Mubadalah
06/07/2017
in Kolom
0
Ilustrasi Pondasi Keluarga

Ilustrasi Pondasi Keluarga

101
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Menginjak usiaku yang sudah kepala dua, undangan pernikahan mulai berdatangan dari teman-teman. Baik dari teman kuliah, maupun teman sekolah. Aku turut berbahagia dan berharap semoga kehidupan mereka yang baru bersama pasangan senantiasa dilimpahi keberkahan. Sebagai seorang lajang, tentu aku belum pernah merasakan langsung kehidupan berumah tangga itu seperti apa. Tapi melihat tingginya persentase kasus KDRT dan perceraian di Indonesia yang kebanyakan dari pasutri muda, juga masalah-masalah serupa yang dialami pasangan muda di lingkunganku, cukup meresahkanku sehingga membuatku tergerak untuk mencari tahu apa saja hal-hal mendasar yang seharusnya ada dan dilakukan oleh pasangan muda yang memutuskan untuk menikah. Tersarikan dari ayat-ayat Al-Qur’an, ada setidaknya 7 pondasi keluarga dan perkawinan.

Prinsip pertama adalah al-Qiyamu bi hududillah, yang berarti “berdasarkan batas-batas yang ditentukan Allah”. Maksudnya, segala ketentuan dalam rumah tangga seharusnya didasarkan kepada kemaslahatan bersama berdasarkan batas yang ditentukan Allah, bukan ditentukan sepihak untuk kepentingannya sendiri. Istilah hudud Allah (batas-batas yang ditentukan Allah) muncul dalam al-Qur’an sebanyak 13 kali di delapan ayat. Ayat-ayat itu berisi tentang tindakan keterlaluan yang merusak keluarga dan dipandang melampaui batas-batas ketentuan Allah.

Pondasi keluarga kedua ialah saling rela (ridlo). Allah menyebutkan prinsip ini dalam QS. Al-Baqarah: 232-233 dan QS. An-Nisa: 24. Ayat-ayat tersebut berisi tentang tindakan atau keputusan-keputusan dalam rumah tangga yang dibolehkan jika pasangan saling rela.

Pondasi keluarga yang ketiga yaitu layak (ma’ruf). Allah sering menyebut kata ma’ruf dalam konteks perkawinan dan keluarga. Istilah layak di sini secara sederhana berarti sesuatu yang baik menurut norma sosial dan ketentuan Allah. Jadi segala urusan dalam kehidupan keluarga misalnya dalam pembagian harta warisan, hubungan seksual suami istri, pengasuhan anak dan hal-hal lain, harus dijalankan sesuai dengan nilai kemanusiaan, norma sosial dan aturan agama.

Keempat adalah menciptakan kondisi yang lebih baik (Ihsan). Ihsan berarti lebih baik atau bisa juga dimaknai sebagai upaya menciptakan sesuatu yang jauh lebih baik. Al-Qur’an menyebutkan kata ihsan dalam konteks perkawinan sebanyak dua kali, yang intinya, semua tindakan dalam keluarga harus membuat semua pihak menjadi lebih baik.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Yang kelima yaitu tulus (nihlah). Prinsip nihlah (tulus) muncul dalam konteks pemberian mahar oleh suami kepada istri (QS. An-Nisa: 4). Dalam beberapa masyarakat, mahar dipandang sebagai alat pembayaran atas istri. Semakin tinggi nilai ekonomi sebuah mahar, semakin tinggi pula rasa memiliki suami atas istri, yang kemudian bisa menyebabkan istri kehilangan kekuasaan atas dirinya sendiri. Dalam Islam, mahar harus diberikan secara tulus, bukan alat pembayaran untuk menguasai. Prinsip ini menghendaki setiap pihak dalam keluarga untuk bersikap arif tidak sebatas mahar. Suami berkewajiban memberi nafkah kepada istri, namun berapapun besarnya nafkah itu, suami tetap tidak boleh sewenang-wenang kepada istri.

Prinsip keenam adalah musyawarah. Secara umum prinsip ini menghendaki agar keputusan penting dalam keluarga selalu dibicarakan dan diputuskan bersama. Dalam QS. Ali Imran: 159, Allah memerintahkan musyawarah sebagai cara memutuskan perkara, termasuk perkara-perkara dalam perkawinan dan keluarga.

Yang terakhir, yaitu perdamaian (ishlah). Prinsip ishlah menghendaki bahwa semua pihak dalam perkawinan dan keluarga mesti mengedepankan cara-cara yang mengarah pada perdamaian tanpa kekerasan. Dalam konteks perkawinan, Al-Qur’an menyebutkan kata ishlah sebanyak tiga kali.

Demikianlah, pergaulan suami-istri, orangtua-anak, dan antar keluarga besar, pada umumnya terikat dengan prinsip-prinsip aspek muamalah (tindakan antar manusia). Jangan sampai ikatan perkawinan malah menjadi pembenar sikap sewenang-wenang kita terhadap pasangan, apalagi merasa menguasainya. Jangan karena adanya hubungan darah, malah membuat orangtua merasa berhak memaksakan kehendak kepada anaknya, atau seorang kakak merasa bebas menindas adiknya. Keterikatan itu seharusnya membuat seseorang lebih manusiawi kepada pasangan, orangtua, dan anak-anak mereka. [NR]

Referensi: Fondasi Keluarga Sakinah Bacaan Mandiri Calon Pengantin (2017)

Tags: keluargaKeluarga BahagiaPondasi Keluarga
Mubadalah

Mubadalah

Portal Informasi Popular tentang relasi antara perempuan dan laki-laki yang mengarah pada kebahagiaan dan kesalingan dalam perspektif Islam.

Terkait Posts

Memahami Disabilitas

Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

23 Mei 2025
Alat KB

Dalil Agama Soal Kebolehan Alat KB

22 Mei 2025
Narasi Gender dalam Islam

Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

22 Mei 2025
Jalan Mandiri Pernikahan

Jalan Mandiri Pernikahan

22 Mei 2025
Age Gap

Berhenti Meromantisasi “Age Gap” dalam Genre Bacaan di Kalangan Remaja

22 Mei 2025
Catcalling

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

21 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Hj. Biyati Ahwarumi

    Hj. Biyati Ahwarumi, Perempuan di Balik Bisnis Pesantren Sunan Drajat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Filosofi Santri sebagai Pewaris Ulama: Implementasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sosial
  • Perempuan Bisa Menjadi Pemimpin: Telaah Buku Umat Bertanya, Ulama Menjawab
  • Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim
  • Yuk Belajar Keberanian dari Ummu Haram binti Milhan…!!!
  • Belajar Memahami Disabilitas dan Inklusivitas “Hanya” Dengan Naik Transjatim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version