• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Jika Masih tak Percaya Covid-19 ini Ada, Lihatlah Pada yang Papa

Presiden Uganda Kaguta Museveni menutup penyampaiannya dengan ajakan dan seruan agar kita sebagai warga dunia, bergerak dan menghadapi pandemi ini bersama. Menurutnya saat  ini bukan waktunya untuk menangis tentang roti dan mentega seperti anak-anak manja.

Zahra Amin Zahra Amin
11/07/2021
in Publik, Rekomendasi
0
Covid-19

Covid-19

105
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah meningkatkan status virus corona menjadi pandemi global pada Rabu (11/3/2020). Penetapan virus corona sebagai pandemi global didasarkan atas meningkatnya jumlah kasus di luar China hingga 13 kali lipat serta banyaknya negara yang terinfeksi.

Pasca-penetapan ini, WHO meminta semua negara untuk melakukan beberapa hal berikut: Pertama, mengaktifkan dan meningkatkan mekanisme tanggap darurat. Kedua, berkomunikasi dengan publik tentang risiko dan bagaimana mereka dapat melindungi diri sendiri. Ketiga, menemukan, memisahkan, menguji, dan mengobati setiap kasus Covid-19 dan melacak setiap kontak yang berkaitan.

Akhirnya warga dunia menjadi familiar dengan istilah social distancing, physical distancing dan lockdown, sebagai respon terhadap Covid-19 yang dianggap berbahaya karena sifat transmisinya yang cepat dan lebih mudah dibanding SARS yang pernah melanda dunia tahun 2003. Karena rasa ketakutan dan kekhawatiran yang besar dari sejumlah negara di dunia, maka tiap-tiap negara segera mengambil langkah serta kebijakan untuk melindungi warganya.

Pandemi covid-19 menjadi tantangan bagi setiap negara terhadap keamanan manusia, baik dari sisi keamanan kesehatan maupun keamanan ekonomi yang berdampak pada keamanan politik di masing-masing negara. Berdasarkan peta percepatan kasus covid-19 di negara-negara dunia, dapat diindikasikan bahwa negara-negara yang memiliki angka tinggi dalam kasus covid-19, salah satunya akibat dari rendahnya tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya covid-19.

Sebaliknya, angka kasus covid-19 semakin menurun, ketika tingkat kesadaran masyarakat terhadap bahaya covid-19 dan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan dari WHO tinggi. Tentunya sejalan dengan ketegasan pemerintah dalam implementasi kebijakan dalam menekan angka kasus covid-19 di setiap negara.

Baca Juga:

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

Ikhtiar Menyuarakan Kesetaraan Disabilitas

Belajar Nilai Toleransi dari Film Animasi Upin & Ipin

Doa, Dukungan dan Solidaritas untuk Sister in Islam (SIS) Malaysia

Jika Masih Tak Percaya, Lihatlah Pada yang Papa

Memasuki semester dua di tahun 2021, angka kasus covid-19 kembali meningkat. Disebabkan adanya varian delta yang konon penularannya lebih cepat dan ganas dibandingkan dengan virus covid-19 ketika pertama kali muncul di Wuhan China. Namun sayangnya, kebijakan pemerintah dengan sistem PPKM Darurat Jawa Bali, yang kini juga diperluas hingga luar pulau Jawa, tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat untuk disiplin mematuhi protokol kesehatan, sebagai upaya untuk memutus mata rantai penularan lebih meluas lagi.

Contohnya di lingkungan di mana saya tinggal. Masih ada saja masyarakat yang abai dan tidak mengenakan masker ketika bepergian atau keluar rumah. Masih saja berkerumum tanpa mengindahkan protokol kesehatan, masih saja menggelar acara dan kegiatan yang mengundang banyak orang, dan masih saja tidak mau vaksin, dengan alasan nanti tubuhnya bakal menjadi zombie. Dan masih saja menganggap bahwa covid-19 adalah rekayasa dan konspirasi.

Padahal di luar sana, para tenaga kesehatan sudah dalam kondisi kelelahan, hampir 24 jam hidupnya diprioritaskan untuk menghadapi pandemi covid-19. Selain karena sumpah profesi, juga panggilan kemanusiaan yang tak mungkin diabaikan, hingga nyawa menjadi taruhannya. Tak ada jaminan masa depan bagi mereka, dan keluarganya yang bahkan mungkin telah memiliki pasangan hidup, atau anak-anak yang masih kecil. Sungguh, ketika kematian telah memanggilnya lebih dulu, maka anak-anak itu akan menjadi yatim dan piatu tersebab keegoisan kita sebagai manusia yang lalai dan abai.

Belum ditambah para ‘alim ulama, kiai, dan bu nyai yang samudera keilmuannya begitu kita damba, satu persatu sang guru telah berpulang ke tempat keabadian, tanpa bisa lagi kita temui, tanpa bisa lagi kita belajar dan menimba ilmu padanya. Sungguh, sebuah kemalangan yang nyata, ketika membiarkan para guru meregang nyawa dengan sia-sia, dan kita tak bisa melakukan apa-apa.

Catatan di atas baru sebagian kecil. Masih banyak lagi keluarga para penyintas covid-19 yang harus kehilangan orang-orang tercinta, orang tua yang kehilangan anak, anak yang kehilangan orang tua, suami kehilangan istri, dan istri yang kehilangan suami. Dan, masih banyak lagi orang-orang yang rela tidak rela, ikhlas tidak ikhlas, harus melepaskan dan menyaksikan pemakaman dengan proses covid-19. Bahkan hingga detik akhir kematian, kita tak bisa menyentuh dan memeluk orang-orang terkasih.

Mari Bergerak, Hadapi dan Lawan Bersama

Kini bukan lagi saatnya diam, pasrah, dan membiarkannya berlalu begitu saja. Benar apa yang disampaikan Presiden Uganda Kaguta Museveni dalam pidatonya, yang dilansir dari industry.co.id bahwa “Dalam situasi perang, tidak ada yang meminta siapa pun untuk tinggal di dalam rumah. Anda memilih untuk diam di rumah. Bahkan, jika Anda memiliki ruang bawah tanah, Anda bersembunyi di sana selama pertempuran terus berlanjut.”

Dunia saat ini dikatakan Museveni sedang berperang. Perang tanpa senjata dan peluru. Perang tanpa tentara manusia. Perang tanpa batas. Perang tanpa perjanjian gencatan senjata. Perang tanpa arena. Perang tanpa zona terlarang. Tentara dalam perang ini tanpa ampun. Tidak memiliki setitik pun rasa kemanusiaan. Tidak pandang bulu – tidak peduli apakah anak-anak, wanita, atau tempat ibadah yang diserangnya.

Tentara ini tidak tertarik pada rampasan perang. Tidak ada niat untuk mengubah rezim. Tidak peduli tentang sumber daya mineral yang kaya di bawah bumi. Bahkan tidak tertarik pada hegemoni agama, etnis atau ideologis. Ambisinya tidak ada hubungannya dengan superioritas rasial. Ini adalah tentara yang tidak terlihat, cepat, dan sangat efektif.

Agenda satu-satunya adalah panen kematian. Hanya kenyang setelah mengubah dunia menjadi satu lahan kematian besar. Kapasitasnya untuk mencapai tujuannya tidak diragukan lagi. Tanpa mesin darat, amfibi dan senjata udara, ia memiliki pangkalan di hampir setiap negara di dunia. Pergerakannya tidak diatur oleh konvensi atau protokol perang apa pun. Singkatnya, ia adalah hukumnya tersendiri. ia adalah Coronavirus. Juga dikenal sebagai COVID-19 (karena mengumumkan kehadiran dan niatnya yang merusak di tahun 2019)

Syukurlah, Museveni menambahkan jika pasukan ini memiliki kelemahan dan bisa dikalahkan. Hanya membutuhkan tindakan kolektif, disiplin dan kesabaran kita. COVID-19 tidak dapat bertahan dari jarak sosial dan fisik. Ia hanya berkembang ketika Anda menantangnya. Senang sekali dikonfrontasi. Namun menyerah dalam menghadapi jarak sosial dan fisik kolektif. Ia tunduk pada kebersihan. Tidak berdaya ketika Anda mengambil takdir Anda di tangan Anda sendiri dengan menjaganya tetap bersih sesering mungkin.

Presiden Uganda Kaguta Museveni menutup penyampaiannya dengan ajakan dan seruan agar kita sebagai warga dunia, bergerak dan menghadapi pandemi ini bersama. Menurutnya saat  ini bukan waktunya untuk menangis tentang roti dan mentega seperti anak-anak manja. Kitab suci mengatakan kepada kita bahwa manusia tidak akan hidup dari roti saja (tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah).

Maka, mari kita patuhi dan ikuti instruksi dari pihak berwenang. Mari kita ratakan kurva COVID-19. Mari melatih kesabaran. Mari menjadi penjaga saudara kita. Dalam waktu singkat, kita akan mendapatkan kembali kebebasan, perusahaan, dan sosialisasi kita. []

 

Tags: keadilanKesetaraanPandemi Covid-19. Gerak BersamaPerdamaianPPKM Darurat Jawa BaliPresiden UgandaSolidaritastoleransi
Zahra Amin

Zahra Amin

Zahra Amin Perempuan penyuka senja, penikmat kopi, pembaca buku, dan menggemari sastra, isu perempuan serta keluarga. Kini, bekerja di Media Mubadalah dan tinggal di Indramayu.

Terkait Posts

Gerakan KUPI

Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI

4 Juli 2025
Kritik Tambang

Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan

4 Juli 2025
Isu Iklim

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

3 Juli 2025
KB sebagai

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

3 Juli 2025
Poligami atas

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

3 Juli 2025
Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Beda Keyakinan

    Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Berjalan Bersama, Menafsir Bersama: Epistemic Partnership dalam Tubuh Gerakan KUPI
  • Islam Melawan Oligarki: Pelajaran dari Dakwah Nabi
  • Pak Bahlil, Kritik Tambang Bukan Tanda Anti-Pembangunan
  • Mengapa Islam Harus Membela Kaum Lemah?
  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID