Mubadalah.Id– Melindungi perempuan dari kekerasan seksual. Hal ini penting untuk melindungi kaum perempuan, terutama dari kekerasan seksual. Simak cerita berikut ini!
Jika biasanya hanya dilakukan di musala, masjid atau bahkan di pesantren-pesantren, kali ini saya mengikuti pengajian di kampus. Pengajian ini dilakukan rutin setiap hari Kamis bersama KH. Husein Muhammad yang dihadiri mahasiswa, dosen, dan masyarakat. Pengajian Kamisan di Kampus ISIF ini bisa diikuti siapa pun.
Dalam pengajian ini, Buya Husein membaca kitab Al-Mar’atu Baina al-Syariah wa al-Hayah yang membahas mengenai eksistensi perempuan dan pembelaan terhadap hak perempuan. Pembahasan kitabnya bisa dengan mudah kita pahami melalui penjelasan yang rinci.
Ditambah lagi, Buya selalu mengaitkan isi kitab dengan konteks zaman. Apa yang terjadi pada masa lalu tidak bisa begitu saja dapat diterapkan pada zaman sekararang.
Ngaji Kamisan ini sudah berjalan sejak 2016. Kitab yang pernah saya ikuti dalam Pengajian Kamisan diantaranya adalah Fannutta’amul Annabawi ma’a Ghoirul Muslimin, kemudian Samahah fi Mu’amalati Ghoiril Muslimin, dan yang terakhir adalah Al-Mar’atu Baina al-Syariah wa al-Hayah.”
Di tulisan ini saya akan membahas kitab terakhir, Al-Mar’atu Baina al-Syariah wa al-Hayah atau Perempuan Diantara Peraturan Agama dan Realitas Kehidupan. Ditulis oleh Dr. Muhammad Abbas, salah seorang dosen di Universitas Syiria.
Kamis sebelumnya Buya membahas tentang kebebasan perempuan. Yakni realitas perempuan yang hidup di zaman modern akan tetapi masih belum bisa bebas sepenuhnya dalam berekspresi, menentukan cita-citanya, dan sebagainya. Masih banyak larangan yang dituntut untuk dipatuhi perempuan.
Menurut Buya, sampai hari ini posisi perempuan belum setara dan bebas. Mereka belum dapat terlibat sepenuhnya di dalam proses pembangunan kehidupan. Mengapa perempuan-perempuan berada dalam posisi seperti itu?
Yang menjadi persoalan adalah fiqih masih konservatif. Hukum model lama masih dipertahankan. Perempuan tidak boleh menjadi kepala negara, misalnya. Perempuan tidak boleh menikahkan dirinya sendiri, perempuan tidak boleh jadi kepala keluarga, perempuan tidak boleh keluar malam, dan sebagainya.
Kelompok progresif mempunyai kegelisahan akibat cara pandang keagamaan yang terus mempertahankan fiqh yang di dalamnya perempuan masih mengalami kemunduran. Perempuan masih dalam pengaturan yang dibuat oleh laki-laki. Perempuan tidak boleh pergi ke luar rumah tanpa mahram-nya, perempuan tidak boleh menjadi pemimpin.
Menurut Buya, semua larangan itu hanyalah persoalan tentang keamanan yang mengancam perempuan. Itu terjadi di zaman peperangan. Sedangkan zaman sekarang bukan lagi peperangan yang menjadi ancaman bagi perempuan yang pergi malam sendirian atau yang bepergian jauh, atau bahkan di dalam rumah sendirian. Ancaman perempuan adalah nafsu liar seseorang.
Mereka yang melakukan tindakan buruk terhadap sesama, baik itu laki-laki atau pun perempuan.
Banyak juga ancaman-ancaman kekerasan terhadap perempuan yang terus terjadi hingga sekarang. Dari mulai tidak adanya tindakan cepat dari pihak berwajib hingga cemooh dari lingkungan sekitar.
Kata Buya, solusi dari semua pihak untuk masalah kekerasan yang dialami perempuan adalah segera disahkannya Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
RUU ini harus segera disahkan karena ia mempunya prinsip-prinsip yang sesuai dengan semangat ajaran Islam; menolak kemafsadatan (درأ المفا سد ). menarik kemaslahatan (جلب المصلح), menolak kemungkaran (نهئ المنكر), perlindungan martabat (حفظ العرض), dan perlindungan keturunan (حفظ النسل).
Demikian melindungi perempuan dari kekerasan seksual. Semoga bermanfaat. []