• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Memaknai Pernikahan Sebagai Akad Pemberian Izin

Pemberian izin tidak berarti hanya dimiliki oleh satu orang. Tetapi dimiliki oleh keduanya. Tidak pula berarti satu orang lebih berhak atas lainnya. Pun hak bersenang-senang dalam pernikahan tidak bisa dimaknai dengan eksploitasi, penguasaan, penjarahan ataupun sejenisnya

Etika Nurmaya Etika Nurmaya
18/09/2021
in Keluarga, Rekomendasi
0
Pernikahan

Pernikahan

155
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ketika kita memutuskan untuk membangun rumah tangga, tentunya terlebih dahulu harus memahami tujuan dari pernikahan. Pertama, atta’abu (beribadah); kedua, taqorrub (mendekatkan diri pada Allah); ketiga, ittiba’u sunnati Rasul (mengikuti sunnah Rasul); keempat, tahsilul wa annadi (menghasilkan keturunan).

Menuju pernikahan tentu tidaklah instan. Terdapat beberapa tahapan, salah satunya yang harus dilalui yakni aqdun nikah. aqdun berarti perjanjian dan an-nikahu artinya perkawinan. Akad nikah merupakan suatu hal yang wajib dilalui terlebih dahulu. Karena akad nikah merupakan suatu bagian dari rukun dalam pernikahan.

Di dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang menunjukkan bahwa harus adanya suatu perjanjian yang dilakukan dalam suatu pernikahan sebagai suatu ikatan dalam perkawinan antara kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan. perjanjian inilah yang disebut dengan aqdun nikah atau mitsaqan ghalizan.

 وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُۥ وَقَدْ أَفْضَىٰ بَعْضُكُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنكُم مِّيثَٰقًا غَلِيظًا

Sebagian fuqaha mengatakan bahwa akad nikah adalah bittamlik, baik secara tamlikul ‘ain (kepemilikan barang), bi tamliki manfaah atau bahkan tamliki intifa’. Tetapi, menurut qaul yang paling masyhur dikatakan bahwasanya akad nikah adalah ibahah, bahwa pernikahan merupakan pemberian izin, bukan merupakan kepemilikan. Dalam I’anatu Ath-Tholibin, As-Sayyid Al-Bakri mengatakan bahwasanya nikah adalah kebolehan untuk melakukan hubungan seksual, bukan kepemilikan dan juga bukan kepemilikan manfaatnya. Maka dari itu kebolehan untuk “bersenang-senang” tidak terfokus pada alat kelamin ataupun pada fungsi alat kelamin tersebut itu saja.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Pola Relasi Suami-Istri Ideal Menurut Al-Qur’an

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Dalam konsep fiqh, kepemilikan terbagi menjadi tiga, tamlikul aini, tamlikul manfaat, tamlikul imtifak. Tamlikul ain, berarti pemilik boleh menjual, memberikan, mewariskan dan meminjamkannya kepada orang lain. Sementara tamlikul manfaat, itu berarti pemilik mempunyai hak untuk memakai atau mengambil manfaat dengan segala akibatnya seperti menyewakan dan meminjamkannya kepada orang lain. Sedangkan tamlikul imtifak, pemilik mempunyai hak dari suatu benda hanya untuk dirinya sendiri, tidak diperbolehkan menjual, menyewakan ataupun meminjamkannya kepada orang lain.

An-nikahu ‘aqdu ibahatin laa ‘aqdu tamlikin. Pernikahan adalah akad ibahah (pemberian izin) bukan akad tamlik (hak milik). Dalam ibahah sama sekali tidak mengandung hak milik. Ibahah hanyalah sebatas pemberian izin. Sementara wujud dan manfaatnya tetap dimiliki oleh pemiliknya, bukan milik orang yang diberi izin. Karena itu dalam ibahah tidak diperkenankan menjual, menyewakan bahkan meminjamkan ataupun diwariskan.

Setelah kita memposisikan pernikahan sebagai akad ibahah, itu berarti tidak pada kepemilikan wujud (farji ataupun bagian tubuh yang lain) dan juga bukan pula kepemilikan atas hak memanfaatkan ataupun hal-hal yang bersifat menguasai lainnya.

Maka dimaknai dalam pernikahan hanya pemberian izin termasuk untuk melakukan hubungan seksual. Disinilah letak bahwa rumah tangga merupakan suatu bentuk kerjasama bukan atas dasar tukar menukar. Andaikata sudah pada titik sepakat, maka berikutnya ialah pemberian izin.

Pemberian izin tidak berarti hanya dimiliki oleh satu orang. Tetapi dimiliki oleh keduanya. Tidak pula berarti satu orang lebih berhak atas lainnya. Pun hak bersenang-senang dalam pernikahan tidak bisa dimaknai dengan eksploitasi, penguasaan, penjarahan ataupun sejenisnya. Hal tersebut tidak bisa dilakukan sesuka hati sesuai halusinasi salah satu pihak, akan tetapi perlu adanya persetujuan antar kedua belah pihak. []

 

Tags: istrikeadilankeluargaKesalinganKesetaraanMubadalahperkawinanpernikahansuami
Etika Nurmaya

Etika Nurmaya

Sarjana Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Malang. Memegang petuah makaryo lan migunani, migunani tumraping liyan.  Hingga saat ini berusaha istiqamah menyuarakan 9 nilai Gus Dur.

Terkait Posts

Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version