• Login
  • Register
Jumat, 4 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Male Entitlement dan Dampak Panjang pada Kehidupan Perempuan

Male Entitlement adalah hak-hak yang dilekatkan pada laki-laki, yang melahirkan privilege tersendiri bagi mereka

Nuril Qomariyah Nuril Qomariyah
23/03/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Male Entitlement

Male Entitlement

794
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

“Kalau kamu laki-laki tidak masalah jika ingin sekolah ke luar kota atau bahkan ke luar negeri. Sayangnya kamu perempuan sebagai orang tua kami masih belum pasrah.”

Mubadalah.id – Hal seperti ini masih dapat kita temui dilingkungan sekitar kita, atau bahkan kita sendiri yang mengalami Male Entitlement. Saat keluarga yang seharusnya menjadi support sistem terkuat bagi seorang perempuan, justru membatasi haknya salah satunya untuk melanjutkan pendidikan.

Contoh lain yang kerap kali terjadi di ruang publik tentang kepemimpinan perempuan, yang dianggap tidak memiliki hak untuk menjadi pemimpin. Kalaupun ada, perjuangan untuk bisa bertahan di tengah gempuran sistem patriarki dan misoginis yang ada di ruang publik kadangkala membuat perempuan tidak percaya diri dengan kemampuannya. Sehingga tak jarang, jika tidak didorong kuat oleh support sistem dari eksternal dan internal dirinya sendiri, beberapa perempuan memilih mundur dan mengakhiri karirnya.

Salah satu penyebab masih sering terjadi kondisi di atas adalah Male Entitlement yang dirawat sejak laki-laki lahir. Male Entitlement adalah hak-hak yang dilekatkan pada laki-laki, yang melahirkan privilege tersendiri bagi mereka. Kebanyakan anak laki-laki didoktrin untuk memiliki kekuasaan, sehingga mereka harus memiliki sifat-sifat maskulin seperti mempunyai hak untuk marah, agresif, dan tangguh.

Namun sebaliknya, anak perempuan justru didoktrin untuk lemah lembut dan mengerjakan pera-peran domestik saja. Doktrin ini biasa dihadirkan melalui film hingga buku yang dibaca, bahkan tak jarang sebagian keluarga menanamkan hal tersebut pada anak-anak mereka yang secara kontinyu terbawa ke alam bawah sadar sehingga menjadi suatu kebiasaan, membiasakan penyalahgunaan hak-hak yang dilekatkan oleh sistem masyarakat berdasarkan jenis kelamin.

Dampak Male Entitlement  pada Kehidupan Perempuan

Kebiasaan di atas kemudian seakan menjadi hal biasa, bahkan harus dimiliki oleh laki-laki, masyarakat akan memberikan label tertentu jika seorang laki-laki tidak tampil sesuai dengan standart yang dibangun oleh masyarakat tadi. Dampak panjang dari kondisi ini lagi-lagi bermuara pada perempuan. Ketika di ruang publik ataupun domestik perempuan berhadapan dengan laki-laki dengan male entitlement  yang sangat dominan dan merasa memiliki ‘hak’ atau ‘berhak’ atas perempuan, maka beberapa hal berikut akan terjadi.

Baca Juga:

Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim

Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama

Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara

Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

Budaya kekerasan yang dinormalisasi, hak untuk berkuasa yang dilekatkan pada laki-laki membuat mereka merasa berhak untuk berkuasa atas perempuan. Berkuasa di sini tidak sebatas memiliki hak untuk memimpin perempuan, lebih dari itu banyak laki-laki yang beranggapan memiliki kuasa penuh atas tubuh perempuan. Sehingga tak jarang kita temui adanya perlakuan kasar yang berujung kekerasan dialami perempuan, namun masih bisa diterima (dinormalisasi) sebab kuatnya anggapan atas hak laki-laki di sana.

Kate Manne menyampaikan bahwa kebencian pada perempuan tidak benar-benar tentang dehumanisasi, kekerasan interpersonal adalah hal yang anda lakukan pada orang bukan pada benda mati. Kekerasan interpersonal yang dimaksud disini adalah salah satu bentuk perilaku yang mungkin disadari atau tidak oleh seseorang, seperti kekerasan dalam pacaran, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan psikologis, dan juga bentuk-bentuk indoktrinasi.

Masih lemahnya peran perempuan hingga saat ini, tidak usah jauh-jauh melihat presentase peran laki-laki dan perempuan di berbagai sektor. Pemenuhan 30% posisi perempuan di legislatif saja masih sangat jauh. Jangankan di kursi legislatif, di daerah saya  pemenuhan kuota minimal perempuan dalam suatu forum musyawarah tingkat desa masih terasa sangat sulit.

Ini hanya sebagian dari pemenuhan peran dan partisipasi perempuan dalam merumuskan kebijakan. Belum lagi di posisi-posisi strategis lainnya, yang tentu perlu usaha ekstra bagi perempuan untuk memperjuangkan haknya ditengah-tengah masih kuatnya male entitlement  yang memberikan privilege lebih banyak pada laki laki untuk berkuasa.

Menekan Male Entitlement  dengan Prinsip Mubadalah

Gerakan perjuangan keadilan dan kesetaraan gender adalah bentuk konkrit yang harus terus dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan baik laki-laki ataupun perempuan. Kiai Faqihuddin Abdul Kodir penulis Buku Qira’ah Mubadalah menjelaskan bahwa pada dasarnya relasi antara laki-laki dan perempuan adalah saling menolong, melindungi dan bekerjasama baik itu di ruang domestik maupun publik.

Sehingga perspektif ini akan memberikan pemahaman bahwa ruang publik tidak hanya dibangun untuk dikuasai laki-laki dan juga ruang domestik tidak hanya dibebankan atau dikuasai perempuan. Keduanya memiliki porsi yang sama untuk berpartisipasi dan saling mengisi baik di ruang publik maupun domestik.

Beberapa upaya yang dapat didorong untuk mencapai kesalingan dan kesetaraan peran antara laki-laki dan perempuan khususnya untuk menekan male entitlement  adalah sebagai berikut;

  1. Berhenti memberikan kekuatan dan hak istimewa bagi laki-laki atas perempuan. Upaya ini dapat dilakukan dengan dimulai dari organisasi sosial terkecil, yakni keluarga. Karena disadari atau tidak penanaman terkait hak-hak istimewa laki-laki telah dilekatkan kepada mereka sejak baru lahir. Sehingga, perlu adanya pemahaman dalam suatu keluarga bahwa memberikan laki-laki hak istimewa, sedikit banyak memberikan dampak buruk bagi perempuan, bahkan bagi laki-laki sendiri.
  2. Berhenti berkolusi dengan perilaku menindas bagi perempuan di publik dan domestik.

Telah disebutkan di atas bahwa antara laki-laki dan perempuan adalah partnership untuk membentuk kesalingan baik di ruang publik dan domestik. Sehingga, segala bentuk kekerasan dan penindasan terhadap perempuan adalah tidak dibenarkan secara norma maupun agama.

Menekan male entitlement  adalah bagian dari upaya kmendobrak sistem patriarki yang mengakar dalam bentuk adanya hak-hak berkuasa yang dilekatkan pada laki-laki. Sehingga dalam hal ini, kita semua memiliki peran penting untuk menghentikan segala bentuk kekerasan dan penindasan pada perempuan yang bersumber dari relasi kuasa yang dimiliki oleh laki-laki.

  1. Memberikan ruang bagi perempuan dan laki-laki untuk berpartisipasi aktif di publik maupun domestik.

Dalam buku Manual Mubadalah Kiai Faqihuddin juga menjelaskan bahwa pada kondisi yang masih timpang dan diskriminatif terhadap perempuan, persepktif kesalingan (mubadalah) bisa saja menuntut agar ruang publik dibuka lebih lebar lagi bagi perempuan dan laki-laki didorong untuk berpartisipasi lebih aktif lagi di ranah domestik.

Tujuannya agar tidak ada ketimpangan pemenuhan hak antara laki- laki dan perempuan, keduanya memiliki proporsi yang sama di kedua ranah tersebut. Sehingga tidak ada lagi male entitlement  yang hanya mengunggulkan hak salah satu jenis kelamin saja, akan tetapi keduanya (laki-laki dan perempuan) mendapatkan hak kemanusiaan yang utuh. []

 

 

 

Nuril Qomariyah

Nuril Qomariyah

Alumni WWC Mubadalah 2019. Saat ini beraktifitas di bidang Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak di Kabupaten Bondowoso. Menulis untuk kebermanfaatan dan keabadian

Terkait Posts

Ruang Aman, Dunia Digital

Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

3 Juli 2025
Kebencian Berbasis Agama

Egoisme dan Benih Kebencian Berbasis Agama

2 Juli 2025
Vasektomi

Vasektomi, Gender, dan Otonomi Tubuh: Siapa yang Bertanggung Jawab atas Kelahiran?

2 Juli 2025
Anak Difabel

Di Balik Senyuman Orang Tua Anak Difabel: Melawan Stigma yang Tak Tampak

1 Juli 2025
Narasi Pernikahan

Pergeseran Narasi Pernikahan di Kalangan Perempuan

1 Juli 2025
Toxic Positivity

Melampaui Toxic Positivity, Merawat Diri dengan Realistis Ala Judith Herman

30 Juni 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Konten Kesedihan

    Fokus Potensi, Difabel Bukan Objek Konten Kesedihan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ketika Istilah Marital Rape Masih Dianggap Tabu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perceraian Begitu Mudah untuk Suami?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Meninjau Ulang Cara Pandang terhadap Orang yang Berbeda Keyakinan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Komitmen Disabilitas untuk Isu Iklim
  • Merencanakan Anak, Merawat Kemanusiaan: KB sebagai Tanggung Jawab Bersama
  • Kisah Jun-hee dalam Serial Squid Game dan Realitas Perempuan dalam Relasi yang Tidak Setara
  • Bisnis Mentoring Poligami: Menjual Narasi Patriarkis atas Nama Agama
  • Laki-laki Juga Bisa Jadi Penjaga Ruang Aman di Dunia Digital

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID