• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Hukum Perempuan Shalat di Masjid

Kembali mengkritisi spanduk masjid. Husnudzan saya, pengurus masjid ingin membantu masyarakat sekitar dengan membagikan beras. Namun, permasalahannya adalah mengapa hanya laki-laki saja? Apakah karena laki-laki sebagai pemimpin keluarga? Bagaimana dengan perempuan kepala keluarga?

Yuyun Khairun Nisa Yuyun Khairun Nisa
28/10/2022
in Personal, Rekomendasi
0
Hukum Perempuan Shalat di Masjid

Hukum Perempuan Shalat di Masjid

360
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Di Ramadan yang penuh keberkahan ini, setiap orang merasa penting melakukan ibadah lebih sering dari bulan-bulan sebelumnya, karena ganjaran akan dilipatgandakan. Salah satunya adalah salat berjama’ah di masjid. Terlebih salat subuh yang godaannya sangat kuat, yakni ngantuk. Sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi perempuan salat berjama’ah di masjid. Lantas bagaimana hukum perempuan shalat di masjid?

Biasanya pengurus masjid memiliki pendekatan tersendiri agar masyarakat berbondong-bondong menjalankan salat subuh berjama’ah. Misalnya, memberikan sedekah berupa bahan pangan pokok yang menjadi kebutuhan dasar sehari-hari. Seperti masjid yang berada di sekitar rumahku.

Sebuah spanduk dengan ukuran cukup besar terpasang di depan jalan masuk halaman masjid, “Yuk Salat Subuh Berjama’ah! Di Masjid ini Tersedia Beras GRATIS untuk Setiap Jamaah Salat Subuh Laki-laki.” Ketika membaca tulisan di spanduk, sejenak aku termenung. Aku merasa ganjil. Mengapa yang disebut hanya jamaah laki-laki saja? Bagaimana dengan jamaah perempuan salat di masjid?

Lamat-lamat aku memahami keganjilan tersebut. Pertama, sebagian masyarakat meyakini bahwa perempuan salat lebih baik seorang diri di rumah. Sebaliknya, laki-laki dianjurkan lebih baik salat berjamaah di masjid. Namun, apakah itu benar?

Seringkali yang menjadi rujukan atas dasar pandangan di atas adalah hadis yang berbunyi “Sebaik-baik masjid bagi kaum perempuan adalah rumah mereka.” (HR Ahmad dari Ummu Salamah RA). Sayangnya, sebuah narasi tidak cukup hanya dipahami secara tekstual saja, sangat perlu memahaminya secara kontekstual juga.

Baca Juga:

Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

KB dalam Hadits

Menyusui Anak dalam Pandangan Islam

Menilik konteks pada saat hadits tersebut hadir, dikarenakan kondisi Mekkah pada zaman pra-Islam atau Jahiliyah sangat tidak aman bagi perempuan salat di masjid. Belum ada listrik yang menerangi rumah atau jalan, dan kondisi lingkungan sekitar yang belum ramai dihuni oleh penduduk, sehingga perempuan sangat rentan diganggu.

Sedangkan jika dikaitkan dengan zaman sekarang, sudah tidak relevan lagi. Listrik sudah tercipta, jalanan tidak lagi gelap gulita, banyak hunian warga, dan masjid ada dimana-mana. Kondisi ini cukup aman bagi perempuan bepergian keluar rumah, termasuk salat berjamaah di tempat ibadah.

Selain argumen ini, hadits tersebut juga bisa dipatahkan dengan hadits nabi lainnya, yakni “Apabila para istri kalian atau perempuan meminta izin pergi ke masjid, maka berilah mereka izin.” (HR Ahmad, al-Bukhari, Muslim).

Baik laki-laki maupun perempuan memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan 27 derajat pahala dari salat berjamaah di masjid. Keduanya sama-sama berhak menjadi hamba Allah SWT yang bertaqwa dengan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin, rahmat bagi seluruh alam semesta, termasuk perempuan didalamnya.

Kembali mengkritisi spanduk masjid. Husnudzan saya, pengurus masjid ingin membantu masyarakat sekitar dengan membagikan beras. Namun, permasalahannya adalah mengapa hanya laki-laki saja? Apakah karena laki-laki sebagai pemimpin keluarga? Bagaimana dengan perempuan kepala keluarga?

Redaksi dalam spanduk itu jelas sangat tidak adil gender. Bersedekah tidak boleh memandang gender si penerima, tetapi yang terpenting adalah tepat sasaran bagi orang-orang yang membutuhkan.

Misalnya dengan menggunakan redaksi seperti, “Setiap satu kepala keluarga yang salat berjama’ah di masjid ini akan mendapatkan beras gratis.” Kalimat tersebut tidak hanya cerminan dari kesetaraan bagi laki-laki dan perempuan, tetapi juga mewujudkan pemerataan penerima bantuan agar semakin banyak keluarga yang terbantu.

Mengenai definisi pemimpin dalam keluarga, laki-laki selalu menjadi rujukannya. Padahal dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim tidak merujuk pada salah satu gender saja. Setiap manusia adalah pemimpin.

عن ابن عمر رضي الله عنهماعن النبى – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – انه قَالَ – كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya, Dari Ibnu Umar RA, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sayangnya, posisi kepala keluarga selalu disandangkan kepada laki-laki. Padahal, ada banyak perempuan yang berperan sebagai kepala keluarga. Perempuan yang bercerai, suaminya meninggal atau sakit parah, mereka menjadi pemimpin atas keluarganya, tapi sebutan perempuan kepala keluarga ini kiranya masih asing di telinga masyarakat.

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik pada tahun 2020, sebanyak 11,44 juta keluarga dikepalai oleh perempuan. 15,7% dari total rumah tangga di Indonesia. Jumlah ini terus naik tiap tahunnya sejak tahun 2016.

Perempuan kepala keluarga juga berhak mendapatkan bantuan yang sama. Jika memberi bantuan dan mengajak kebaikan masih pilah-pilih memandang gendernya, perempuan yang pasti dirugikan. Sebaliknya, jika tanpa memandang gender, maka lebih banyak orang yang akan memperoleh manfaatnya kelak.

Demikian penjelasan terkait hukum perempuan shalat di masjid. Semoga bermanfaat. []

Tags: Buku Perempuan Bukan Sumber FitnahGenderHaditsHak-hak perempuanislamPeempuan Salatperempuan kepala keluarga
Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa

Yuyun Khairun Nisa, lahir di Karangampel-Indramayu, 16 Juli 1999. Lulusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Jember. Saat ini sedang bertumbuh bersama AMAN Indonesia mengelola media She Builds Peace Indonesia. Pun, tergabung dalam simpul AMAN, Puan Menulis (komunitas perempuan penulis), dan Peace Leader Indonesia (perkumpulan pemuda lintas iman). Selain kopi, buku, dan film, isu gender, perdamaian dan lingkungan jadi hal yang diminati. Yuk kenal lebih jauh lewat akun Instagram @uyunnisaaa

Terkait Posts

Catcalling

Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

21 Mei 2025
Berpikir Positif

Rahasia Tetap Berpikir Positif Setiap Hari, Meski Dunia Tak Bersahabat

21 Mei 2025
Puser Bumi

Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

21 Mei 2025
Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Aeshnina Azzahra Aqila

Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengepungan di Bukit Duri

    Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Fiqh

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ulama Perempuan sebagai Puser Bumi

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • KB dalam Pandangan Fiqh
  • Catcalling Masih Merajalela: Mengapa Kita Tidak Boleh Diam?
  • Hadits-hadits yang Membolehkan Azl
  • Film Pengepungan di Bukit Duri : Kekerasan yang Diwariskan
  • Pengertian dan Hadits Larangan Melakukan Azl

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version