Mubadalah.id – Dalam sebuah ziarah muhibbah Jaringan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) ke Pattani, Thailand, pada pertengahan Desember 2018, Ibu Nyai Hj. Masriyah Amva, Pengasuh Pesantren Kebon Jambu al-Islami Babakan Ciwaringan Cirebon, diminta maju ke mimbar untuk bertukar pengalaman dan pengetahuan mengenai kiprahnya di hadapan para peserta ulama dan tokoh masyarakat Pattani.
Salah seorang peserta bertanya tentang keyakinan apa yang dimiliki Ibu Nyai yang membuatnya tegar menghadapi segala tantangan dan sukses mengelola pesantren dan berkiprah di masyarakat.
“Saya meyakini bahwa tempat bergantung para perempuan itu seharusnya sama dengan tempat bergantung laki-laki, yaitu Allah Swt. Selama ini, kita para perempuan, lebih sering diminta bergantung kepada laki-laki, sehingga akan terpuruk, jika tidak ada laki-laki di samping kita”, tegas Ibu Nyai Masriyah yang lebih sering dipanggil Yu Mas.
“Tuhan kita sama, Allah Swt, Tuhannya laki-laki dan perempuan. Tetapi kita para perempuan sering diminta untuk melalui laki-laki agar sampai kepada Tuhan, sementara laki-laki bisa langsung menemui-Nya. Nabi kita sama, Nabi Muhammad Saw, tetapi seringkali kita para perempuan didorong menunggu laki-laki yang memahami baginda, agar kita mengenal dan meneladani, padahal banyak perempuan yang dekat, mengenal dan memahami baginda”.
“Al-Qur’an kita sama. Surat al-Ikhlas kita sama. Di dalam surat itu Allah Swt berfirman: bahwa Allah-lah tempat bergantung. Allahush Shamad. Perempuan itu harus bergantung kepada Allah Swt, sebagaimana laki-laki juga harus bergantung kepada Allah Swt. Tetapi seringkali dituntut untuk menunggu dan tergantung pada laki-laki, padahal kita punya Tuhan, tempat bergantung yang sama. Allahush Shamad”.
“Selama budaya kita menuntut kita untuk terus bergantung kepada laki-laki, maka selama itulah, kita para perempuan akan terpuruk. Kita tidak hanya bergantung dan menunggu, tetapi kita akan rentan menjadi korban eksploitasi para pihak yang tidak memiliki keimanan yang benar dan perilaku yang baik”.
“Selama kita memiliki Tuhan yang sama, tempat bergantung yang sama, maka laki-laki tidak seharusnya merasa lebih hebat dan lebih tinggi, dan perempuan tidak perlu merasa lebih rendah. Relasi kita antara laki-laki dan perempuan, bukan untuk saling menguasai, tetapi untuk kerjasama menumbuhkan keimanan dan amal shalih baik pada pribadi-pribadi laki-laki, maupun pribadi-pribadi perempuan”.