Mubadalah.id – Yang menarik dari gagasan – gagasan HAM dan demokrasi dari KH. Husein Muhammad adalah selalu berakar dari ajaran agama Islam, terutama tradisi keilmuan klasik.
Hal ini dibuktikan dengan ungkapannya tentang masih banyaknya masyarakat yang tidak mau menggali secara dalam khazanah keilmuan Islam.
Menurut KH. Husein Muhammad, selama ini orang Islam, terutama pesantren tidak mau menggali secara dalam khazanah keilmuan klasik (kitab kuning) yang dimiliki pesantren.
Padahal dalam kitab-kitab tersebut atau dalam tardisi keilmuan klasik banyak sekali argumentasi, misalnya tentang penghargaan terhadap sesama manusia, penghargaan terhadap perbedaan, menjunjung tinggi hak-hak orang lain, dan lan-lain.
Dari sini, kebutuhan paling besar dari pemahaman keagamaan yang berpihak pada gagasan HAM dan demokrasi adalah kontekstualisasi teks-teks klasik.
Nilai-nilai dasar Islam yaitu keadilan, kesetaraan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia, menurut Husein dapat kita lihat pada konsep tauhid.
Alasannya, karena dalam sejarah agama-agama monoteisme, tauhid hadir di tengah-tengah moralitas individu dan sosial yang runtuh kacau.
Keruntuhan atau kekacauan moralitas ini, bisa kita lihat dengan menurunnya penghargaan manusia pada nilai-nilai kemanusiaan mereka sendiri.
Konteks kesejarahan pada waktu Nabi Muhammad lahir sebagai utusan Tuhan, adalah suasana ideologi politeis yang mengabaikan arti kemanusiaan.
Nabi Muhammad hadir untuk membawakan kembali ajaran tauhid, sebagaimana yang telah utusan-utusan Tuhan sebelumnya lakukan.
Nabi Muhammad tidak hadir untuk menegakkan atau mendirikan agama baru, tetapi seperti yang Al-Qur’an katakan adalah menegakkan kembali pada keimanan yang hanif, keimanan yang Nabi Ibrahim dan para nabi yang lain bawa.*
*Sumber: tulisan karya M. Nuruzzaman dalam buku Kiai Husein Membela Perempuan.