Mubadalah.id – Di era himpitan kapitalis, banyak orang kaya yang semakin kaya dan orang miskin yang semakin miskin. Apalagi Ibu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, sudah memperkirakan akan terjadinya resesi pada tahun 2023 di beberapa negara secara berjamaah, tidak terkecuali Negara Indonesia.
Fenomena krisis ekonomi global ini mengancam menurunnya kegiatan industri hingga berdampak pada pengangguran. Ini akan berdampak juga pada karyawan industri yang di PHK. Melihat kenyataan ini, kemandirian ekonomi istri mutlak diperlukan, agar ekonomi keluarga tetap stabil. Kontribusi istri ini, bukan berarti melemahkan peran suami.
Krisis ekonomi global berpeluang mengancam ketahanan ekonomi keluarga. Ini akan terjadi apabila suatu keluarga menggantungkan nasib pada kapitalis si pemilik industri. Fenomena ini membuat mereka memutar otak bagaimana kebutuhan sehari-hari tetap bisa terpenuhi. Kemandirian ekonomi istri, untuk mendukung stabilitas keluarga seperti apakah yang dapat menghadapi tantangan krisis ekonomi global?
Pola Ekonomi Keluarga
Ada beberapa pola ekonomi keluarga berdasarkan keterlibatan perempuan dan laki-laki. Pertama, keluarga yang menggantungkan ekonomi pada laki-laki, misalnya ayah (suami). Dalam pola ini peran suami adalah bekerja, sedangkan istri menjadi ibu rumah tangga. Pola ini rentan timbulnya relasi kuasa laki-laki karena perempuan tidak diberikan peluang untuk mandiri secara ekonomi.
Kedua, keluarga yang menggantungkan ekonomi pada perempuan, misalnya ibu (istri). Pola ini bisa jadi diakibatkan karena suami tidak mampu secara fisik untuk bekerja. Namun pola ini rentan timbulnya beban ganda perempuan. Semakin lama perempuan mengalami kondisi ini akan memicu stress dan turunnya kesehatan mental.
Ketiga, keluarga yang saling menopang dalam meningkatkan taraf ekonomi. Pada pola ini ada keterlibatan laki-laki dan perempuan, misalnya suami dan istri memilih bekerja. Ekonomi akan lebih terjaga jika tertopang oleh keduanya. Bisa jadi keduanya bekerja di instansi atau salah satunya sebagai wirausaha.
Lalu dari ketiga pola ini, manakah yang lebih tinggi angka ketahanan ekonomi keluarganya? Saya tidak sedang menilai baik atau buruknya pola tersebut. Hanya saja membuka mindset keluarga tentang pentingnya saling menjaga harta (ekonomi) untuk kemaslahatan.
Peran ini tidak dibebankan pada salah satu pihak saja. Terkadang beban moral seorang ayah itu ketika dia tidak memiliki pekerjaan. Sebaliknya, beban moral seorang ibu ketika dia tidak bisa mengurus rumah dan anak.
Mindset inilah yang terkadang membuat kita membatasi peran dan fungsi dalam keluarga. Suami dan istri berhak mandiri secara ekonomi. Tugas dalam rumah tangga juga diperlukan sikap saling gotong royong dalam memenuhi kebutuhan keluarga untuk mewujudkan ketenangan (sakinah). Sikap ini juga perlu kita kompromikan sebelumnya dengan suami atau istri.
Gotong Royong Dalam Ekonomi Keluarga
Keterlibatan istri dalam ekonomi keluarga sangat membantu untuk bertahan menghadapi krisis ekonomi global. Suami hendaknya memberikan peluang dan support untuk perempuan mandiri secara ekonomi. Istri tidak harus bekerja di ruang publik, misalnya mendirikan usaha rumahan dengan online shop atau memiliki UMKM sendiri.
Kemandirian ekonomi seorang istri juga tidak sedang menjatuhkan nama baik suami sebagai pencari nafkah. Mindset ini juga tidak sedang melemahkan tanggung jawab suami. Maka, agar tidak ada salah paham tentang mindset ini lebih baiknya dibicarakan dahulu polanya. Dengan demikian, keterlibatan suami dan istri dalam memenuhi kebutuhan keluarga dengan sikap gotong royong berpeluang mewujudkan ketenangan. []