Mubadalah.id – Semua orang di lingkungan Nabi Muhammad Saw sebelum datang wahyu, tentu saja beragama sesuai dengan nenek moyang masing-masing.
Di Makkah saat itu, hampir mayoritas penduduknya menuhankan Allah Swt tetapi sambil menyembah berhala. Beberapa orang, dengan jumlah sangat sedikit, beriman pada agama Yahudi atau pada agama Kristen.
Beberapa yang lain beriman secara tauhid, atau mengesakan Allah Swt yang disebut sebagai hunafa (orang-orang yang lurus), tetapi tanpa terikat dengan agama tertentu.
Nabi Muhammad Saw tentu saja bergaul dengan masyarakat sekitar. Semua sumber sejarah memastikan bahwa relasi nabi dengan mereka sangat baik, dipercaya, jujur, dan selalu menolong orang.
Keluarga, tetangga, dan masyarakat sering kali menitipkan barang mereka untuk menyimpannya, bahkan setelah nabi memperoleh wahyu, dan mereka tetap masih tidak beriman dengan Islam yang nabi bawa.
Dengan perilaku ini, Nabi Muhammad Saw kita kenal dengan julukan Al-Amin atau orang yang jujur, amanah, dan terpercaya.
Pernyataan Khadijah Ra tentang akhlak nabi dengan orang yang berbeda agama sangat jelas mengenai hal ini.
Beliau selalu berkata benar, tidak berbohong, amanah, jujur, menyambung persaudaraan, menghormati tamu, dan menolong orang (Shahih al-Bukhari, hadits nomor 5005). Akhlak inilah yang membuat Khadijah Ra jatuh cinta.
Saat Usia Nabi Saw 20 Tahun
Pada usia 20-an tahun, Nabi Muhammad Saw menyaksikan dan mendukung traktat Hilful Fudhul, yang mengikat para kabilah untuk saling menghormati, saling menolong. Terutama untuk membela yang terzalimi, tidak membunuh, dan tidak mudah tersulut perang.
Pada usia 35 tahun, nabi mendapatkan kepercayaan dari para tetua kabilah untuk mendamaikan pertengkaran mereka, tentang siapa yang paling berhak memindahkan batu hitam mulia (Hajar Aswad) akibat banjir bandang.
Dengan akhlak ini, Khadijah Ra. merekrut Nabi Muhammad Saw untuk mengelola usaha ekspor-impornya. Dan, karena akhlak inilah, ia yang berusia 40 tahun melamar nabi yang berusia 25 tahun untuk menjadi suaminya.
Akhlak nabi adalah Al-Amin dengan semua orang, yang berbeda-beda agama, di Makkah yang menyembah berhala, di perjalanan berdagang dengan berbagai orang, dan di Syria yang banyak penganut agama Kristen.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir, dalam buku Relasi Mubadalah Muslim Dengan Umat Berbeda Agama.