Mubadalah.id – Jika merujuk hadits-hadits shahih, seperti ditegaskan oleh Abu Syuqqah tentang kemitraan laki-laki dan perempuan, maka Islam menegaskan tentang pentingnya kemitraan laki-laki dan perempuan. Kemitraan ini seperti dalam praktik Nabi Muhammad Saw yang bertanya kepada Ummu Salamah Ra saat Perjanjian Damai Hudaibiyah
Lalu Nabi Muhammad Saw mendengar dan mengamalkan pendapat Ummu Salamah Ra tersebut, dan juga pernyataan Nabi Muhammad Saw yang menyarankan perempuan untuk belajar menulis.
Tetapi, hadits-hadits shahih ini seringkali kalah tenar dari teks-teks yang justru palsu dan lemah. (Baca juga: Islam Ajarkan Bahwa Laki-Laki dan Perempuan adalah Makhluk yang Setara)
Hadits-hadits shahih ini berbeda jauh dengan teks-teks palsu di atas, yang menganggap perempuan sebagai mainan laki-laki, yang tidak perlu ia ajak bicara, tidak perlu ia ikuti, dan tidak perlu ia ajarkan menulis.
Tentu saja, teks-teks seperti ini menyalahi semua prinsip ajaran Islam yang paling nyata. Terutama, tentang kemanusiaan perempuan yang utuh dan setara dengan kemanusiaan laki-laki, sebagaimana ayat-ayat al-Qur’an dan teks-teks hadits pernah menegaskannya.
Jadi, persoalannya bukan pada teks-teks hadits. Tetapi pada pandangan masyarakat itu sendiri, yang kemudian dalam beberapa kasus, tercipta dalam bentuk ungkapan-ungkapan yang banyak mengklaimnya sebagai hadits.
Sayangnya, “inferioritas perempuan” masih masyarakat muslim yakini dengan sandaran teks hadits shahih Imam Bukhari yang secara literal mendeskreditkan kemanusiaan perempuan.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.