• Login
  • Register
Kamis, 10 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Asma’ binti Abu Bakar Ra : Perempuan Tangguh di Balik Kesuksesan Hijrah Nabi Muhammad SAW

Selama proses hijrah, Nabi ditemani Abu Bakar ra bersembunyi dari kejaran musuh kafir Quraisy selama tiga hari di Gua Tsur. Gua ini berada di atas bukit. Selama itulah, Asma' berperan dalam menyuplai makanan dan kebutuhan lainnya kepada Nabi dan ayahnya di Gua Tsur.

Muhammad Dwi Arya Wibawa Muhammad Dwi Arya Wibawa
27/06/2025
in Publik
0
Hijrah Nabi Muhammad Saw

Hijrah Nabi Muhammad Saw

1.3k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Setiap memperingati tahun baru hijriyah, kita selalu diingatkan tentang sejarah hijrah Nabi Muhammad SAW. Kita tahu bahwa perjuangan Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam di Makkah tidak lah mudah dan banyak mengalami rintangan. Hingga pada akhirnya kemajuan Islam mulai terasa nyata setelah pristiwa hijrah Nabi ke Madinah.

Namun siapa sangka. Ternyata di balik kesuksesan hijrah Nabi Muhammad SAW yang monumental tersebut, ada peran dan kontribusi perempuan tangguh bernama Asma’ binti Abu Bakar ra. Ia adalah putri sahabat Nabi, Abu Bakar ra sekaligus kakak dari Aisyah ra, istri Nabi.

Sejak kecil Asma’ sudah hidup dalam suasana rumah yang lekat dengan nilai-nilai keimanan dan perjuangan. Ayahnya, Abu Bakar ra, dikenal sebagai tokoh yang jujur, tegas, dan memiliki iman yang kokoh. Karakter ini lah yang juga diwarisi oleh Asma’.

Di sisi lain, satu hal yang menarik, ibunda Asma’, Qutailah binti Abdil-Uzza, saat itu belum memeluk Islam. Namun, Asma’ tetap menghormatinya tanpa sedikit pun menunjukkan sikap benci atau menjauhi. Dari sini, kita belajar, toleransi dan penghargaan terhadap keyakinan orang lain bisa kita mulai dari keluarga, bukan hanya lewat slogan sosial.

Keberanian Asma’ dalam Peristiwa Hijrah Nabi

Selama proses hijrah, Nabi ditemani Abu Bakar ra bersembunyi dari kejaran musuh kafir Quraisy selama tiga hari di Gua Tsur. Gua ini berada di atas bukit. Selama itulah, Asma’ berperan dalam menyuplai makanan dan kebutuhan lainnya kepada Nabi dan ayahnya di Gua Tsur.

Baca Juga:

Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas

Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

Meruntuhkan Mitos Kodrat Perempuan

Dalam keadaan hamil, setiap malam Asma’ berjalan keluar rumah menantang bahaya dan menghindari mata-mata kaum kafir Quraisy, mendaki bukit untuk mengantar makanan kepada ayahnya dan Nabi. Untuk menghilangkan jejak, setiap pagi pembantunya menggembala kambing di sepanjang rute yang Asma’ lewati, sehingga jejaknya tersamarkan.

Suatu hari, Abu Jahal mendatangi Asma’ di rumahnya dan memaksa ia untuk mengatakan keberadaan Nabi dan Abu Bakar. Bukan hanya mendapat serangan psikis, Asma’ juga mendapatkan intimidasi secara fisik.

Namun meski mendapatkan berbagai serangan, Asma’ tetap teguh dengan pendiriannya dan tidak membocorkan keberadaan Nabi dan Abu Bakar. Ia bahkan menghadapi kekerasan fisik tanpa menyerah. Keberanian dan ketabahannya dalam situasi tersebut menunjukkan kualitas kepemimpinan dan pengabdian yang luar biasa.

Peran Asma’ tersebut diabadikan dalam sebuat hadis yang berbunyi:

قَالَ ابْنُ إِسْحَاقَ: “كَانَتْ أَسْمَاءُ بِنْتُ أَبِي بَكْرٍ تَأْتِيهِمَا بِالطَّعَامِ، وَهِيَ الَّتِي شَقَّتْ قِطْعَةَ نِطَاقِهَا، فَرَبَطَتْ بِهِ السَّفَرَةَ، فَسُمِّيَتْ ذَاتَ النِّطَاقَيْنِ”.

Artinya: Ibnu Ishaq berkata: “Asma’ binti Abu Bakar biasa membawa makanan untuk Nabi dan ayahnya (Abu Bakar) ketika mereka bersembunyi di gua. Dialah yang mengoyakkan sabuk (ikat pinggang)-nya dan menggunakannya untuk mengikat bekal makanan, sehingga ia diberi julukan ‘Dzatun Niṭāqayn’ (Perempuan pemilik dua sabuk).” (Ibnu Hajar al-‘Asqalānī, al-Iṣābah fī Tamyīz aṣ-Ṣaḥābah).

Membangkitkan Semangat Asma’ dalam Kehidupan Kekinian

Dalam setiap lini kehidupan, nilai kebaikan seharusnya tak dibatasi oleh jenis kelamin. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan potensi yang sama untuk berkontribusi dalam membangun peradaban. Namun, realitas hari ini masih menunjukkan adanya ketimpangan ruang antara keduanya.

Perempuan kerap kali dipinggirkan, dibungkam, atau dianggap tidak layak tampil di ruang publik. Padahal, sejarah telah membuktikan sebaliknya. Buya Husein Muhammad dalam salah satu dawuhnya menyampaikan:

“Sesungguhnya perempuan berasal dari cahaya Allah. Ia bukan sekadar kekasih, bahkan bukan sekadar makhluk biasa, melainkan ia adalah makhluk yang kreatif, pencipta (khallāqah).”

Pernyataan ini bukan sekadar pujian simbolik, tetapi penegasan spiritual dan sosial bahwa perempuan memiliki kapasitas besar untuk mencipta dan membangun. Mereka bukan pelengkap, apalagi beban. Perempuan adalah bagian penting dari perubahan sosial dan kemajuan zaman.

Kisah Asma’ binti Abu Bakar adalah salah satu bukti kuatnya. Dalam sejarah Islam, Asma’ tampil sebagai sosok perempuan pemberani yang melawan ketidakadilan, bahkan terhadap tokoh sebesar Abu Jahal. Ia bukan hanya pendukung di balik layar, tetapi pelaku utama yang menyumbang peran besar dalam dinamika perjuangan.

Semangat Asma’ inilah yang perlu kita hidupkan kembali hari ini. Di tengah budaya yang masih membatasi perempuan, keberanian untuk menyuarakan kebenaran, keteguhan menjaga amanah, dan kesiapan untuk hadir secara aktif di tengah masyarakat menjadi kunci penting.

Perempuan harus kita beri ruang, bukan karena belas kasih, tetapi karena memang itulah hak dan kapasitasnya.

Sudah saatnya kita berhenti membatasi dan mulai memberdayakan. Perempuan bukan makhluk kelas dua, tetapi pilar utama peradaban. Jika kita ingin membangun masyarakat yang adil dan berkemajuan, maka perempuan harus bagian dari pembangunan peradaban tersebut. []

Tags: Asma' binti Abu Bakar RaBalikHijrahKesuksesanNabi Muhammad SAWperempuanTangguh
Muhammad Dwi Arya Wibawa

Muhammad Dwi Arya Wibawa

Saya adalah Mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) ISIF

Terkait Posts

Melawan Perundungan

Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

9 Juli 2025
Nikah Massal

Menimbang Kebijakan Nikah Massal

8 Juli 2025
Intoleransi di Sukabumi

Intoleransi di Sukabumi: Ketika Salib diturunkan, Masih Relevankah Nilai Pancasila?

7 Juli 2025
Retret di sukabumi

Pengrusakan Retret Pelajar Kristen di Sukabumi, Sisakan Trauma Mendalam bagi Anak-anak

7 Juli 2025
Ahmad Dhani

Ahmad Dhani dan Microaggression Verbal pada Mantan Pasangan

5 Juli 2025
Tahun Hijriyah

Tahun Baru Hijriyah: Saatnya Introspeksi dan Menata Niat

4 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pelecehan Seksual

    Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa Pengalaman Biologis Perempuan Membatasi Ruang Geraknya?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melawan Perundungan dengan Asik dan Menyenangkan
  • Ketika Perempuan Tak Punya Hak atas Seksualitas
  • Relasi Imam-Makmum Keluarga dalam Mubadalah
  • Mengebiri Tubuh Perempuan
  • Mengapa Perempuan Lebih Religius Daripada Laki-laki?

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID