Mubadalah.id – Jika merujuk pandangan Dr. Faqihuddin Abdul Kodir tentang tujuan metode mubadalah, maka tujuan metode ini adalah untuk menyatukan semua teks Islam ke dalam kerangka besar paradigma Islam yang rahmatan lil ‘alamin, maslahat untuk semua orang, dan adil bagi semua orang.
Laki-laki maupun perempuan. Kebaikan bagi Jaki-laki adalah juga kebaikan bagi perempuan. Keburukan yang harus ditolak dari perempuan, juga harus ditolak dari laki-laki.
Begitu juga isu kerahmatan, kemaslahatan, dan keadilan. Isu-isu ini, dalam kesadaran mubadalah, harus benar-benar kita serap dari dan perempuan dan laki-laki rasakan.
Kaidah bahwa Islam itu sesuai dan cocok untuk kebutuhan zaman apa pun dan di tempat mana pun (al-Islamu shalihun likulli zamanin wa makanin) harus juga berarti bahwa ia benar-benar sesuai dan memenuhi kebutuhan laki-laki dan perempuan (al-Islamu shalihun li talbiyat hajat al-rijali wa mutathallabat al-nisa).
Keduanya, bukan salah satunya. Begitu pun rumusan tentang hak-hak lima dasar dalam Islam (dharuriyat al-khams), atau biasa juga kita sebut sebagai tujuan-tujuan pokok hukum Islam (maqashid al-syari’ah) harus benar-benar menyerap dan memenuhi kebutuhan hidup lakilaki dan perempuan.
Premis dasar tersebut mengantarkan kita pada kerangka pembagian teks-teks Islam ke dalam tiga kelompok, kelompok teks yang memuat ajaran nilai yang fundamental (al-mabadi), kelompok teks yang memuat ajaran prinsip tematikal (al-qawa’id), dan yang membicarakan ajaran dan norma yang bersifat implementatif dan Operasional (al-juz’iyyat).
Pembagian tiga kelompok teks ini penting kita lakukan, sebelum memulai kerja interpretasi mubadalah.
Sebab, metode interpretasi mubadalah sebagian besar bekerja di kelompok al-juz’iyyat. Yaitu yang memuat hal-hal yang parsial tentang laki-laki atau tentang perempuan. Dan kerja utamanya, lalu, adalah memaknai teks-teks tersebut agar selaras dengan teks-teks al-qawa’id dan terutama teks-teks al-mabidi’.*
*Sumber: tulisan Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku Qiraah Mubadalah.