Mubadalah.id – Dalam beberapa catatan hadis, Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa perempuan itu tidak membatalkan shalat. Penegasan bahwa perempuan tidak membatalkan shalat itu merujuk pada teks hadits yang diriwayat Sahih Bukhari.
حَدَّثَنَا الْقَاسِمُ عَنْ عَائِشَةَ – رضى الله عنها – قَالَتْ بِئْسَمَا عَدَلْتُمُونَا بِالْكَلْبِ وَالْحِمَارِ، لَقَدْ رَأَيْتُنِى وَرَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُصَلِّى، وَأَنَا مُضْطَجِعَةٌ بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْقِبْلَةِ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَسْجُدَ غَمَزَ رِجْلَىَّ فَقَبَضْتُهُمَا. رواه البخاري في صحيحه، رقم الحديث: 518، كتاب الصلاة، باب هَلْ يَغْمِزُ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ عِنْدَ السُّجُودِ لِكَىْ يَسْجُدَ.
Dari Qasim, bahwa Aisyah ra berkata: “Buruk amat perlakuan kamu sekalian (para laki-laki) menyamakan kami (para perempuan) dengan anjing dan keledai. Sungguh saya mengalami sendiri dan melihat Rasulullah Saw shalat, ketika itu saya sedang tidur terlentang persis di depannya di arah kiblat. Jika hendak sujud, ia akan membuat isyarat, lalu saya tarik kaki saya.” (Sahih Bukhari, no. Hadis: 518).
Hadis riwayat Imam Bukhari, menurut Faqihuddin Abdul Kodir dalam buku 60 Hadis Shahih ini merupakan rekaman kongkrit mengenai adanya keyakinan yang diskriminatif terhadap perempuan.
Keyakinan ini, merebak di kalangan masyarakat, terutama laki-laki, paska wafat Nabi Saw. Bahwa perempuan itu sama dengan anjing yang jika lewat di depan orang yang sedang shalat, maka shalatnya batal atau tidak sah dan harus mengulang.
Pertanyaan mubadalah-nya, mengapa sih hanya karena ada perempuan lewat, shalat seseorang (bisa jadi laki-laki) jadi batal? Bagaimana jika yang shalat adalah perempuan dan yang lewat adalah perempuan, apakah shalatnya juga tidak sah? Bagaimana jika yang shalat perempuan dan yang lewat laki-laki, apakah juga tidak sah?.
Saat Aisyah Ra Mengkritik
Untungnya Aisyah ra sudah mengkritik keras keyakinan yang berkembang tersebut. Dia menyayangkan banyak laki-laki suka menyamakan perempuan dengan anjing maupun keledai. Kritik Aisyah ra tersebut didasarkan pada pengalaman pribad yang riil.
Yaitu, Nabi Saw biasa shalat malam di rumah, sementara di hadapan beliau terlentang istrinya Aishah ra. Jika mau sujud, Nabi akan memberi isyarat agar Aishah menarik kakinya. Jika selesai sujud, Aisyah julurkan kembali.
Kehadiran sosok perempuan sama sekali tidak mengganggu ibadah seseorang, apalagi sampai muncul kesimpulan kalau perempuan membatalkan shalat seseorang. Ini dijelaskan dalam praktik Nabi Saw dan Aisyah ra.
Lewatnya perempuan juga sama sekali tidak membatalkan shalat seseorang. Semua anggapan maupun keyakinan yang sebaliknya justru menyalahi Nabi Saw dan sama sekali tidak Islami. []