Mubadalah.id – Malam pembukaan Festival Film Madani bertajuk “Buhul” berlangsung di XXI Epicentrum, Jakarta, pada Sabtu, 7 September 2023.
Acara ini menandai penyelenggaraan keenam Madani International Film Festival (MIFF), platform film internasional yang menghadirkan pesan keberagaman dan toleransi melalui media film.
MIFF 2023 telah menerima 1.707 film yang didaftarkan mulai dari Mei hingga Juli 2023.
Tim seleksi yang terdiri dari para profesional menyaring film-film tersebut, sehingga festival ini akan menampilkan total 75 film dari 26 negara yang beragam, serta melibatkan 16 pembicara diskusi dari dalam dan luar negeri.
MIFF 2023 memilih film “R-21 Aka Restoring Solidarity” tahun 2022 karya Mohanad Yaqubi, seorang filmmaker asal Palestina, sebagai pembuka festival.
Film dokumenter ini memperlihatkan perjuangan rakyat Palestina untuk mencapai perdamaian melalui arsip dokumentasi yang dimiliki Tokyo.
Dalam kolase audiovisual, film ini merangkai 20 film berukuran 16mm yang diproduksi antara tahun 1960 dan 1980 secara kronologis.
“Melalui seleksi yang cukup ketat, karena jumlah film hanya yang terpilih, akan hadir di festival ini dari 1.707 karya film yang mendaftar dari berbagai negara. Khususnya negara-negara dengan penduk mayoritas muslim di dunia,” kata Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Bambang Prihadi dalam sambutannya.
Ia menggarisbawahi pentingnya festival ini, fokus pada pemahaman agama sebagai produsen peradaban dan ekspresi kebudayaaan.
“Festival yang fokus pada pembacaan Islam sebagai produsen suatu peradaban dan sumber ekspresi budaya. Hal tersebut mengingatkan kita pada peran agama yang tidak berhenti sebatas ajaran dan doktrin,” ungkap Bambang Prihadi.
Isu Agama dari Perspektif Seni
DKJ menyoroti isu agama dari perspektif seni dan kebudayaan sebagai salah satu sumber inspirasi yang mencerminkan realitas dan maknanya dalam kehidupan sehari-hari.
Festival ini tidak berfokus pada dakwah keagamaan yang mencoba mendikte kebenaran kepada masyarakat.
Sebaliknya, menunjukkan bagaimana seni, seperti produksi seni lainnya, dapat berkontribusi pada peningkatan kualitas kemanusiaan.
Seni ia anggap memiliki kemampuan untuk menyadarkan manusia akan makna hidup yang sering kali tergerus oleh praktik-praktik koruptif dalam masyarakat.
Ia juga memberikan contoh dengan menyebut bahwa makna “buhul,” yang sering kali identik dengan hal klinik, sebenarnya memiliki makna yang dalam. Yaitu solidaritas, ikatan yang kuat, perjanjian, dan komitmen tulus terhadap perilaku sosial dan beragama.
“Film sebagaimana produksi kesanian atau produk seni lainnya berkontribusi pada proses peningkatan kualitas kemanusiaan sebagaimana sejatinya peran agama,” pungkasnya. (Pewarta: Amatul Noor)