Kamis, 30 Oktober 2025
  • Login
  • Register
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pengalaman Perempuan

    Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

    Praktik Sunat Perempuan

    Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs

    Forum Perdamaian Roma

    Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma

    Sunat Perempuan

    Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

    Perspektif Trilogi KUPI

    Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Sunat Perempuan di Indonesia

    Dari SDGs hingga Akar Rumput: Jalan Panjang Menghapus Sunat Perempuan di Indonesia

    Backburner

    Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    Sunat Perempuan yang

    Ratifikasi CEDAW: Komitmen Negara Mengakhiri Sunat Perempuan

    Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
    Disabilitas

    Di UNIK Cipasung, Zahra Amin: Jadikan Media Digital Ruang Advokasi bagi Penyandang Disabilitas

    Bagi Disabilitas

    Rektor Abdul Chobir: Kampus Harus Berani Melahirkan Gagasan Inklusif bagi Penyandang Disabilitas

    Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    4 Fondasi Utama Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah bagi

    Fiqh al-Murunah: Menakar Azimah dan Rukhsah dari Pengalaman Difabel

    Fiqh al-Murunah yang

    Fiqh Al-Murunah: Fiqh yang Lentur, Partisipatif, dan Memberdayakan

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah, Gagasan Baru yang Terinspirasi dari Dua Tokoh NU dan Muhammadiyah

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Menempatkan Penyandang Disabilitas sebagai Subjek Penuh (Fā‘il Kāmil)

    Fiqh al-Murunah

    Fiqh al-Murunah: Terobosan KUPI untuk Menempatkan Difabel sebagai Subjek Penuh dalam Hukum Islam

    Fiqh al-Murunah yang

    Dr. Faqihuddin Abdul Kodir: Fiqh al-Murūnah, Paradigma Baru Keislaman Inklusif bagi Disabilitas

  • Kolom
    • All
    • Keluarga
    • Personal
    • Publik
    Pengalaman Perempuan

    Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan

    Praktik Sunat Perempuan

    Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs

    Forum Perdamaian Roma

    Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma

    Sunat Perempuan

    Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

    Perspektif Trilogi KUPI

    Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    Sunat Perempuan di Indonesia

    Dari SDGs hingga Akar Rumput: Jalan Panjang Menghapus Sunat Perempuan di Indonesia

    Backburner

    Menolak Backburner: Bahaya Relasi Menggantung dalam Islam

    Sunat Perempuan yang

    Ratifikasi CEDAW: Komitmen Negara Mengakhiri Sunat Perempuan

    Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

    Menilik Kembali Konsep Muasyarah bil Ma’ruf: Refleksi Tren Sepuluh Ribu di Tangan Istri yang Tepat

  • Khazanah
    • All
    • Hikmah
    • Hukum Syariat
    • Pernak-pernik
    • Sastra
    Surga

    Menyingkap Lemahnya Hadis-hadis Seksualitas tentang Kenikmatan Surga

    Surga

    Surga dalam Logika Mubadalah

    Kenikmatan Surga

    Kenikmatan Surga adalah Azwāj Muṭahharah

    Surga Perempuan

    Di mana Tempat Perempuan Ketika di Surga?

    Surga

    Ketika Surga Direduksi Jadi Ruang Syahwat Laki-Laki

    Perempuan Lebih Rendah

    Ketakwaan Perempuan Tidak Lebih Rendah dari Laki-laki

    Keterbukaan Rumah Tangga

    Keterbukaan Adalah Kunci Utama Keharmonisan Rumah Tangga

    Keterbukaan

    Pentingnya Sikap Saling Keterbukaan dalam Rumah Tangga

    Rumah Tangga dalam

    Mencegah Konflik Kecil Rumah Tangga dengan Sikap Saling Terbuka dan Komunikasi

  • Rujukan
    • All
    • Ayat Quran
    • Hadits
    • Metodologi
    • Mubapedia
    Perempuan Fitnah

    Perempuan Fitnah Laki-laki? Menimbang Ulang dalam Perspektif Mubadalah

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Menjadi Insan Bertakwa dan Mewujudkan Masyarakat Berkeadaban di Hari Kemenangan

    Idul Fitri

    Teks Khutbah Idul Fitri 1446 H: Merayakan Kemenangan dengan Syukur, Solidaritas, dan Kepedulian

    Membayar Zakat Fitrah

    Masihkah Kita Membayar Zakat Fitrah dengan Beras 2,5 Kg atau Uang Seharganya?

    Ibu menyusui tidak puasa apa hukumnya?

    Ibu Menyusui Tidak Puasa Apa Hukumnya?

    kerja domestik adalah tanggung jawab suami dan istri

    5 Dalil Kerja Domestik adalah Tanggung Jawab Suami dan Istri

    Menghindari Zina

    Jika Ingin Menghindari Zina, Jangan dengan Pernikahan yang Toxic

    Makna Ghaddul Bashar

    Makna Ghaddul Bashar, Benarkah Menundukkan Mata Secara Fisik?

    Makna Isti'faf

    Makna Isti’faf, Benarkah hanya Menjauhi Zina?

  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Membangun Konstruksi Tafsir Makna Keluarga bagi Perempuan Pekerja Migran

Bukan hanya perempuan pekerja migran, bahkan pada umumnya akan selalu berhadapan pada dilema pilihan antara bekerja dan fokus pada keluarga

Vevi Alfi Maghfiroh Vevi Alfi Maghfiroh
26 Desember 2023
in Keluarga, Rekomendasi
0
Makna Keluarga

Makna Keluarga

828
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – ‘Selamat Hari Ibu.” Kalimat yang selalu kita temui di timeline dan feed platform media sosial di setiap tanggal 22 Desember. Dari ucapan-ucapan yang menggemaskan dan mengharukan, hingga hadiah-hadiah manis untuk para ibu. Orang-orang mengunggahnya sebagai simbol kasih sayang makna keluarga di hari tersebut.

Di sisi lain, tak sedikit juga yang menegaskan bahwa hari ibu 22 Desember sejatinya merupakan hari pergerakan perempuan. Apapun perbedaan istilah dan esensinya, kita harus menyadari bahwa setiap perempuan adalah ibu. Ada maupun tidak ada anak, menikah maupun tidak. Dan setiap hari kita pun bergerak dan berjuang untuk bertahan hidup.

Alih-alih mempersoalkan perbedaan pandangan tentang hari ibu atau pergerakan perempuan, sebenarnya ada hal penting yang harus kita gelisahkan terkait romantisasi peran ibu.

Memahami bahwa ibu sebagai sekolah pertama bagi anak-anaknya tidak salah, tetapi lebih baik jika kalimat tersebut kita sematkan pada makna keluarga, yang terdiri ayah, ibu, atau nenek kakek dan sebagainya. Artinya keluarga lah yang menjadi madrasah pertama bagi setiap anak yang lahir dan tumbuh di dalamnya.

Menilik Problematika Perempuan Pekerja Migran

Problem kontruksi pemahaman bahwa peran ibu sebagai pendidik dan pengasuh ini akan semakin terasa dilematis jika sang ibu memilih atau orang lain dan keadaan yang memaksanya untuk bekerja. Akan semakin kompleks lagi terjadi pada para perempuan pekerja migran.

Sepanjang bergelut mengikuti kegiatan Migrant Care dalam pendampingannya pada komunitas Desa Peduli Buruh Migran (Desbumi), saya mengamati betul berbagai problematika para pekerja migran yang kita sebut juga dengan istilah PMI.

Meskipun persoalan pekerja migran (PMI) selangkah lebih maju dari persoalan pekerja rumah tangga (PRT) karena telah memiliki payung hukum. Yakni Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia dan turunannya yaitu Peraturan Daerah yang telah ada di beberapa wilayah.

Namun sejatinya tak sedikit persoalan pekerja migran ini terus terjadi. Terutama pada pekerjaan di sektor informal yang mayoritas pekerjanya adalah perempuan, sebagaimana konteks persoalan perempuan pekerja rumah tangga.

Tak cukup di situ saja, problematika perempuan pekerja migran akan semakin terasa terutama jika yang bersangkutan sudah memiliki keluarga, dan meninggalkan pasangan dan anak di rumah.

Problem Konstruksi Makna Keluarga bagi Perempuan Pekerja

Bukan hanya perempuan pekerja migran, bahkan perempuan pekerja pada umumnya akan selalu berhadapan pada dilema pilihan antara bekerja dan fokus pada keluarga. Sebenarnya tak jadi persoalan jika memang perempuan memilih dengar sadar peran apa yang ia ambil setelah menikah dan berkeluarga.

Tetapi apakah pilihan tersebut benar-benar menyelesaikan masalah? Saya pikir tidak, karena bukan menyelesaikan akar masalahnya.

Saya tidak pernah lupa bagaimana Dr. Nur Rofiah Bil Uzm, founder Ngaji Keadilan Gender Islam (KGI) selalu menyatakan berkali-kali bahwa perempuan harus benar-benar mandiri dan berdiri di kakinya sendiri. Baik sebelum maupun setelah menikah.

Beliau menegaskan bahwa perempuan harus mandiri karena tidak semua pasangan itu akan setia. Sehingga perempuan perlu memitigasi diri jika terjadi hal-hal di luar kendalinya. Juga tidak semua laki-laki yang setia itu bisa bekerja, dan memang benar adanya.

Tak jarang seorang perempuan memiliki karir dan pekerjaan yang lebih mapan dari pasangannya. Terkadang tak sedikit juga bahwa perempuan mampu mendatangkan rezeki yang lebih banyak bagi keluarganya.

Dan pesan selanjutnya dari Ibu Nur Rofiah adalah, ‘Tidak semua pasangan yang setia dan mampu bekerja itu panjang umurnya.’ Tak sedikit beberapa persoalan yang saya temui di masyarakat, perempuan menjadi tak berdaya sepeninggal pasangannya karena ia tidak terbiasa untuk mendapatkan penghasilannya sendiri.

Stigma dan Beban Ganda

Hal ini pun terjadi di perempuan pekerja migran, tak sedikit dari mereka berada pasa kondisi keadaan yang memaksanya untuk mengadu nasib di negara lain, karena pasangannya tak bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Tawaran pekerjaan informal itu lebih banyak, dan jenis ini masih melekat kepada pekerja perempuan.

Sehingga yang terjadi adalah perempuan akan lebih mudah menjadi pekerja migran. Bahkan tak jarang para sponsop akan mengiming-imingi fee kepadanya. Sedangkan para lelaki butuh banyak biaya dan persiapan lebih panjang jika bekerja di luar negeri, karena mereka akan bekerja di pabrik dan sektor publik lainnya.

Dalam pilihan dilematis ini, maka tak sedikit perempuan yang memutuskan untuk bekerja dan bermigrasi ke luar negeri. Namun kontruksi keluarga yang masih memaknai perempuan sebagai pengasuh dan penanggungjawab tunggal untuk urusan domestik, semakin memberikan stigma dan beban ganda bagi perempuan.

‘Wah anaknya nakal ya, pantesan ibunya ke luar negeri’ atau ‘Istrinya ke luar negeri ya, pantas nggak ada yang ngurusin’. Dua kalimat tersebut atau kalimat-kalimat serupa sering menyudutkan para perempuan pekerja migran, yang tak jarang membebani mereka.

Stigma dan beban ganda ini tak akan pernah selesai mana kala bangunan konstruksi keluarga mengkotak-kotakan peran mereka tanpa adanya fleksibilitas, dan rasa saling memahami, menghormati, dan bekerja sama antar pihak.

Membangun Konstruksi Tafsir ‘Makna Keluarga’ bagi Perempuan Pekerja Migran

Dalam kondisi di mana ibu atau perempuan bekerja dan bermigrasi di luar negeri dan tinggal jauh dari anak-anak dan keluarganya di rumah, perlu sekali adanya pemahaman kontruksi baru dalam memahami keluarga.

Keluarga pekerja migran harus mendefinisikan makna keluarga lebih fleksibel dari yang telah Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 sebutkan. Dalam kondisi perempuan atau ibu yang bekerja, peran-peran pengasuhan tidak boleh kosong. Bapak atau orang-orang di sekitarnya harus siap membersamai anak-anaknya.

Bukan hanya sebagai pengganti, tetapi penting membangun pemahaman yang menyatakan bahwa pengasuhan itu harus menjadi tanggung jawab bersama.

Begitu pun terkait pemahaman bahwa membersamai pengasuhan anak tidak melulu soal harus berada di samping anak sepanjang waktu. Karena hakikatnya kunci pengasuhan adalah komunikasi.

Agar anak tidak benar-benar terputus dari orang tuanya karena jarak, penting sekali memastikan siapa pun orang tuanya yang berjarak dengannya. Di mana yang bersangkutan tidak boleh lupa untuk menanyakan kabar dan perkembangan anak-anak setiap hari. Sehingga jarak bukan lagi menjadi persoalan.

Sebagaimana salah satu landasan dalam membangun keluarga maslahah adalah prinsip Islam untuk menjadi rahmat bagi semesta alam, rahmatan lil ‘alamin. Oleh karenanya sudah menjadi keharusan untuk memastikan pondasi dan bangunan keluarga tersebut menjadi anugerah bagi seluruh anggotanya, tanpa ada salah satu yang terbebani. []

Tags: Hari IbuIbuMakna KeluargaparentingpengasuhanPerempuan Pekerja Migran
Vevi Alfi Maghfiroh

Vevi Alfi Maghfiroh

Admin Media Sosial Mubadalah.id

Terkait Posts

Madrasatul Ula
Keluarga

Menjadi Ibu untuk Madrasatul Ula dan Menjadi Bapak untuk Pelindung Cita

27 Oktober 2025
Pengasuhan Anak
Hikmah

5 Pilar Pengasuhan Anak

16 Oktober 2025
Pengasuhan Anak
Hikmah

Pengasuhan Anak adalah Amanah Bersama, Bukan Tanggung Jawab Ibu Semata

16 Oktober 2025
Suara Panci
Publik

Suara Panci: Perlawanan Ibu-ibu atas Program Makan Bergizi Gratis

7 Oktober 2025
Feminis Sejati
Personal

Ibuku Tak Belajar Feminisme, Tapi Ia Seorang Feminis Sejati

6 Oktober 2025
Anak Difabel
Keluarga

Mendorong Pengasuhan Inklusi Untuk Anak Difabel

6 Oktober 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Perempuan Negara

    Komitmen Negara untuk Menghapus Sunat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ratifikasi CEDAW: Komitmen Negara Mengakhiri Sunat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Membincang Perceraian yang Berpihak pada Pengalaman Perempuan
  • Mengakhiri Praktik Sunat Perempuan sebagai Komitmen Indonesia terhadap SDGs
  • Dialog yang Menghidupkan: Menag Indonesia dan Leo XIV di Forum Perdamaian Roma
  • Tak Ada Alasan Medis dan Agama: PBB Sepakat Menghapus Sunat Perempuan
  • Perspektif Trilogi KUPI dalam Pemenuhan Hak-hak Disabilitas

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2025 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2025 MUBADALAH.ID