Mubadalah.id – Kemarin Rabu 14 Agustus 2019 hari terakhir lempar jumroh atau jamaknya jamarat. saya tak kuasa menahan haru. Karena tak mungkin menginjakkan kaki di sana lagi. Berharap kelak keluarga, anak-anakku, saudara, kakak dan adik-adikku, sahabat-sahabatku berkesempatan melakukan perjalanan spiritual haji di tahun-tahun mendatang. Bukan saya tak ingin kembali, tetapi kiranya biaya haji yang nilainya tak sedikit, dan lamanya masa tunggu itu lebih baik dimanfaatkan untuk kebutuhan lain yang lebih luas. Perjalanan ini cukuplah bagi kami, merenungi hakikat kehidupan, sebagai manusia yang diciptakan dari tiada menjadi ada, lalu kelak akan tiada kembali.
Sekedar berbagi kisah, tentang sejarah melempar jumroh yang terjadi sekitar 4.000 tahun yang lalu, tepatnya pada 1870 SM, ketika Nabi Ibrahim AS bermaksud menyembelih putranya Nabi Ismail AS. Ketika Ibrahim bermaksud menyembelih Ismail untuk melaksanakan perintah Allah SWT, tiba-tiba datanglah setan menghampiri. Setan bermaksud menggoda Ibrahim agar menghentikan niatnya untuk menyembelih Ismail. Namun dengan penuh keyakinan, dan ketakwaan terhadap Allah SWT, Ibrahim tetap melaksanakan perintah itu.
Ibrahim tahu kalau tujuan setan atau iblis pada hakikatnya untuk mengajaknya melanggar perintah Allah. Karena itu, Ibrahim kemudian mengambil tujuh batu kerikil dan melemparnya ke setan. Inilah yang disebut Jumroh Ula.Tak berhasil mempengaruhi Ibrahim, setan lalu membujuk Hajar, istri Ibrahim. Setan mempengaruhi Hajar jika sebagai seorang ibu pasti tak akan sampai hati mengetahui buah hatinya dikorbankan. Tapi Hajar menolak dan melempari setan dengan batu kerikil. Lokasi pelemparan Hajar itu kemudian dijadikan tempat melempar Jumroh Wustha.
Setan lalu beralih menggoda Ismail yang dianggap masih rapuh keimanannya. Tapi Ismail ternyata juga menunjukkan perlawanan. Ia kukuh memegang keimanannya dan yakin dengan sepenuh hati akan perintah Allah SWT. Ibrahim, Hajar, dan Ismail lalu bersama-sama melempari setan dengan batu kerikil yang kemudian diabadikan menjadi lemparan Jumroh Aqabah. Allah SWT pun memuji upaya Nabi Ibrahim AS dan keluarga karena dianggap berhasil dalam menghadapi ujian Allah SWT.
Itulah peristiwa yang menjadi pelajaran bagi umat manusia. Pelemparan batu kerikil itu kemudian menjadi kewajiban bagi setiap jamaah haji sebagai bentuk keteladanan atas kemuliaan dan ketakwaan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya. Pada hari ini setan justru menjelma dalam perilaku kita sebagai manusia. Yang kerap kali melakukan kerusakan di muka bumi, menyakiti sesama, kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan, mengambil hak orang lain, koruptif dan manipulatif. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari kisah tersebut.
Karena nilai historitas yang tak ternilai, dan berharap keberkahan, kadang ada jama’ah yang menyimpan benda dari Jamarat sebagai kenang-kenangan. Lalu tanpa disadari benda itu malah berbalik menjadi tulah sepanjang usia. Konon, dari penjelasan yang disampaikan oleh petugas haji Indonesia, batu yang baik sengaja maupun tidak disengaja terbawa pulang ke Tanah Air nanti akan minta dikembalikan lagi ke tempat asalnya. Tak hanya batu, tapi semua benda temuan yang berasal dari Arafah, Muzdalifah dan Mina.
Secara kebetulan, di hari kedua kami di Mina, tepatnya Selasa siang, saya dan suami melakukan rukun haji jamarat. Dalam perjalanan pulang badai hujan dan angin. Kami tidak membawa payung. Ketika sedang berjalan cepat menghindari derasnya guyuran hujan, kami menemukan payung rusak yang tergantung begitu saja di pagar. Mungkin sengaja ditinggal oleh pemiliknya. Lalu diambil suamiku dan diperbaiki. Setelah bisa terpakai, kami bawa payung itu melindungi kami dari curahan hujan. Persis judul lagu tarling pantura “sepayung loroan”.
Begitu sampai di tenda, kami perhatikan payungnya bagus, dan berinsiatif membawanya pulang sebagai kenang-kenangan. Tetapi setelah mendengarkan penjelasan dari petugas, akhirnya kami kembalikan payung ke tempat semula. Terimakasih kepada siapapun, tangan-tangan tak terlihat yang telah memberi kami perlindungan sementara. Kami hanya meminjam payung lalu dipulangkan. Semua kisah ini akan menjadi jejak kenang kami sepanjang ingatan menyertai. Tabik!