• Login
  • Register
Minggu, 25 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Khazanah Pernak-pernik

Pengajian Pasaran: Saat Santri Menentukan Sendiri Ingin Belajar Apa

Hilyatul Aulia Hilyatul Aulia
21/05/2019
in Pernak-pernik
0
Santri-santri Pesantren Kebon Jambu Cirebon saat mengikuti dalam pengajian

Santri-santri Pesantren Kebon Jambu Cirebon saat mengikuti dalam pengajian

45
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Ngaji Pasaran merupakan istilah bagi pengajian Ramadhan yang diadakan oleh pesantren-pesantren tradisional di Nusantara. Istilah ini banyak digunakan pesantren di Jawa Barat termasuk Cirebon. Sedangkan pesantren Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya sebagai ngaji Posonan atau pengajian pasaran.

Dinamakan Ngaji Pasaran karena para santri bebas untuk memilih pengajian manapun yang akan mereka ikuti. Biasanya pesantren membuat jadwal dengan ustadz dan kitab yang beragam. Pada akhirnya akan ada ustadz terlaris dengan peserta pengajian terbanyak (seperti di pasar) dan ada ustadz yang sepi pelanggan.

Konon, sistem pengajian seperti inilah yang dahulu diterapkan oleh Wali Songo dan pesantren pada awal kemunculannya. Para Wali dan kiai membebaskan muridnya untuk mengaji kepada siapapun dan di manapun. Sehingga niat dan minat untuk mengaji tumbuh secara alami tanpa adanya paksaan.

Pondok Kebon Jambu di Cirebon pun setiap satu tahun sekali membuka pengajian pasaran dari tanggal 1 hingga 16 Ramadhan. Setiap tahunnya selalu ada ustadz terlaris dan ada pula ustadz yang tutup warung hingga gulung tikar. Hal ini bukan berarti ustadz tersebut tidak pandai dalam mengkaji kitab yang disajikannya. Namun minat para santri terhadap kitab yang disajikan itulah yang menentukan.

Pengajian Pasaran Ramadhan merupakan momentum kebebasan bagi para santri untuk mengaji kitab apapun. Karena belakangan ini pesantren lebih banyak menerapkan sistem pengajian per kelas, sehingga para santri ‘terpaksa’ harus mengikuti pengajian pada tahap tertentu sesuai dengan kemampuan dan usia mondok mereka.

Baca Juga:

Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

Namun di pengajian pasaran, para santri datang dari berbagai usia, berbagai kemampuan bahkan berbagai pondok pesantren.
Yang unik lagi, pada Ngaji Pasaran, para santri duduk lesehan tanpa meja dan alas apapun. Kadang mereka hanya menggunakan sejadah atau sendal sebagai alas duduk.

Tidak jarang para kiai dan ustadz pun duduk sejajar dengan mereka tanpa jarak dan sekat apapun.

Ngaji Pasaran juga menjadi ajang ngabuburit sambil menunggu azan magrib berkumandang. Lelah dan lesu selama berpuasa tidak akan terasa saking nikmatnya mengikuti ngaji pasaran. D Kebon Jambu bahkan ada kiai yang sengaja mengakhiri pengajiannya saat bel buka puasa berbunyi. Jika bel belum berbunyi, pengajian tidak akan bubar.

Hilyatul Aulia

Hilyatul Aulia

Mahasantri Ma'had Aly Kebon Jambu Babakan Ciwaringin Cirebon

Terkait Posts

ihdâd

Ihdâd: Pengertian dan Dasar Hukum

24 Mei 2025
Obituari

Membaca Bersama Obituari Zen RS: Karpet Terakhir Baim

23 Mei 2025
KB perempuan

Benarkah KB Hanya untuk Perempuan?

23 Mei 2025
KB dan Politik

KB dan Politik Negara

22 Mei 2025
KB Modern

5 Jenis KB Modern

22 Mei 2025
Kontrasepsi

Bolehkah Dokter Laki-laki Memasangkan Alat Kontrasepsi (IUD) kepada Perempuan?

22 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pernikahan Anak

    Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Melampaui Batasan Tafsir: Membebaskan Narasi Gender dalam Islam Menurut Mernissi dan Wadud

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Melihat Lebih Dekat Dampak dari Pernikahan Anak
  • Tantangan Difabel: Aku Tidak Berbeda, Hanya Hidup dengan Cara yang Berbeda
  • Menjadi Perempuan dengan Leluka yang Tak Kutukar
  • Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia: Tegaskan Eksistensi Keulamaan Perempuan
  • Meneladani Noble Silence dalam Kisah Bunda Maria dan Sayyida Maryam menurut Al-Kitab dan Al-Qur’an

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version