• Login
  • Register
Rabu, 21 Mei 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Keluarga

Membangun Rumah untuk Pulang: Menilik Maraknya Kasus Kekerasan Seksual pada Anak

Kewajiban orang tua saat awal membangun rumah tangga, yaitu menjadikan rumah adalah tempat pulang untuk anak-anak

Halimatus Sa'dyah Halimatus Sa'dyah
26/04/2024
in Keluarga, Rekomendasi
0
Kasus Kekerasan Seksual

Kasus Kekerasan Seksual

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Maraknya kasus perceraian tentu berbanding lurus dengan maraknya anak sebagai korban dari peristiwa tersebut. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan, kenyamanan, pembiayaan sebagaimana mestinya, tiba-tiba akan mengalami perubahan. Tidak semua pasangan suami istri yang berpisah, akan tetap menjalankan kewajibannya sebagaimana mestinya.

Seorang anak  tidak minta terlahirkan, melainkan orang tualah yang sepenuhnya secara sadar menghadirkan anak ke dunia. Pasangan suami istri saat membina rumah tangga menginginkan anak sebagai buah cinta dalam meneruskan keturunan.

Munculnya kasus pemerkosaan pada anak perempuan yang dilakukan oleh bapak kandung juga bapak tiri, sungguh memprihatinkan. Kasus kekerasan seksual dengan pelaku adalah anggota keluarga, saat ini marak seharusnya menjadi catatan bahwa orang tua tidak menjalankan tugasnya secara benar, entah pelakunya bapaknya, kakeknya atau kakaknya.

Salah satunya kasus korban kekerasan seksual yang dilakukan seorang bapak yang bekerja menjadi pemadam kebakaran. Di mana dia menodai putri kandungnya berusia 5 tahun. Bahkan anaknyalah yang memberi kesaksian sehingga kasus ini akhirnya terungkap. Korban yang masih berusia 5 tahun itu menceritakan dengan detail saat ditanyai oleh ibunya, berawal dari saat buang air kecil terasa sakit.

Video rekaman percakapannya tersebut terunggah oleh sang ibu. Pada saat itu pelakunya, tidak lain adalah mantan suaminya, belum juga tertangkap oleh pihak kepolisian. Lewat dialog ibu dan anak dalam rekaman tersebut mengundang perhatian masyarakat. Kemudian pelaku diciduk dan dibawa ke kantor polisi untuk proses selanjutnya.

Baca Juga:

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

Grup Facebook Fantasi Sedarah: Wabah dan Ancaman Inses di Dalam Keluarga

Inses Bukan Aib Keluarga, Tapi Kejahatan yang Harus Diungkap

Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

Kasus kekerasan seksual lainnya juga terjadi. Anak yang masih kecil serta remaja, dinodai oleh bapaknya. Kemudian timbul pertanyaan, ke mana anak bisa mendapatkan perlindungan, jika orang terdekatnya yang seharusnya menjadi pelindungnya, melakukan kejahatan yang amat keji.

Kejadian kekerasan seksual ini adalah bentuk relasi kuasa seorang ayah dalam memaksa anaknya berbuat hal di luar batas. Berawal dari memberi ancaman untuk tidak menafkahi, menyekolahkan, atau lainnya. Sungguh suatu hal yang sangat amat kita sayangkan, bahwa tidak semua orang tua memahami hak dasar anak.

10 Hak Dasar Anak

Hak dasar antara lain memberi perlindungan, kasih sayang, pendidikan, kesehatan. Hak dasar tersebut harus terbebas dari kekerasan atau perlakuan yang superior. Allah sendiri menjamin hak anak diberi makan, pakaian dan dilindungi sampai mereka mencapai usia dewasa, juga pendidikan yang baik dan lingkungan yang stabil di mana untuk tumbuh.

Hak lainnya adalah hak untuk bermain, hak mendapat pendidikan, hak mendapat perlindungan, hak untuk rekreasi, hak mendapatkan makanan, hak mendapatkan jaminan kesehatan, hak memiliki identitas, hak mendapat status kebangsaan.

Hak ini disebutkan mencakup hak-hak yang baik dan lingkungan yang stabil untuk tumbuh. Anak laki-laki dan perempuan, serta anak-anak yatim, memiliki hak-hak yang sama secara penuh. Namun demikian Allah Swt dan Nabi Muhammad Saw memberi kewajiban tertentu orang tua untuk menjamin hak-hak anak, berikut teks kewajiban menjadi orang tua.

Lima Pilar Pengasuhan Anak

Pertama, adalah rahmah. Untuk membentuk karakter anak yang penyayang, maka anak harus tumbuh dalam lingkungan yang penyayang, dan orang tua adalah sosok pertama yang harus mencurahkan kasih dan sayang pada anak.

عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيرَنَا وَيَعْرِفْ شَرَفَ كَبِيرِنَا حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ نَحْوَهُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيرِنَا – رواه الترمذي

Dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya, ia berkata; bersabda: “Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mengasihi anak-anak kecil dan tidak pula menghormati para orang tua kami.” Telah menceritakan kepada kami Hannad, telah menceritakan kepada kami Abdah dari Muhammad bin Ishaq semisalnya. Hanya saja, ia menyebutkan; “Dan (tidak pula) mengetahui hak para orang tua kami.” (HR. Tirmidzi).

Kedua, fitrah

Anak terlahir fitrah, memiliki keturunan adalah sebuah fitrah. Maka memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah SWT. serta memahami bahwa peran sebagai orang tua, adalah orang yang paling utama bertanggung jawab pada pengasuhan anak. baik buruk anak adalah tergantung pola pengasuhan orang tua.

Berikut haditsnya yang diceritakan Abu Hurairah RA:

 كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ

 Artinya: “Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah (suci). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ketiga, mas’uliyyah atau tanggung jawab

Anak adalah ciptaan Allah SWT yang memiliki takdirnya sendiri. Ia berdiri sendiri, terlepas dari paksaan dari individu lain termasuk orang tuanya. Setiap manusia yang lahir di dunia akan mempertanggungjawabkan seluruh perbuatannya sendiri.

Kewajiban orang tua adalah mengasihi dan menyayangi anak, sedangkan kewajiban anak adalah berbakti pada orang tua. Maka membangun relasi setara sebagai orang tua dan anak adalah kewajiban. Sebagaimana Allah tegaskan SWT dalam QS. an-Najm ayat 39-41 sebagai berikut:

 وَاَنْ لَّيْسَ لِلْاِنْسَانِ اِلَّا مَا سَعٰىۙ – ٣٩ وَاَنَّ سَعْيَهٗ سَوْفَ يُرٰىۖ – ٤٠ ثُمَّ يُجْزٰىهُ الْجَزَاۤءَ الْاَوْفٰىۙ – ٤١

Artinya: “dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya, dan sesungguhnya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya), kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna,” (QS. an-Najm: 39-41)

Keempat, maslahah atau kontributif

Anak saleh adalah anak yang sikap dan perilakunya mencerminkan keimanan dan keislaman. Anak saleh memiliki ketaatan dan kepasrahan terhadap hukum-hukum Allah SWT dan rasul-Nya. Ia juga memberikan manfaat bagi sesama. Keshalehan itulah yang akan menjamin terkabulnya doa untuk kedua orang tua.

Disebutkan dalam sebuah hadits riwayat Muslim yang bersumber dari Abu Hurairah ra.

 عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan kepadanya.” (HR. Muslim)

Kelima, uswah hasanah atau teladan

Orang Tua menjadi Teladan dalam menjalankan perintah Agama. Anak merupakan anugerah dan nikmat yang berasal dari Allah SWT. Kehadiran anak dapat memberikan kebahagiaan bagi orang tuanya. Sebagaimana firman-Nya dalam QS. asy-Syura ayat 49-50 sebagai berikut:

لِلّٰهِ مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ يَخْلُقُ مَا يَشَاۤءُ ۗيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ اِنَاثًا وَّيَهَبُ لِمَنْ يَّشَاۤءُ الذُّكُوْرَ ۙ – ٤٩ اَوْ يُزَوِّجُهُمْ ذُكْرَانًا وَّاِنَاثًا ۚوَيَجْعَلُ مَنْ يَّشَاۤءُ عَقِيْمًا ۗاِنَّهٗ عَلِيْمٌ قَدِيْرٌ – ٥٠

Artinya: “Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki, atau Dia menganugerahkan jenis laki-laki dan perempuan, dan menjadikan mandul siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Mengetahui, Mahakuasa.” (QS. asy-Syura: 49-50)

Allah SWT berfirman dalam QS. Az-Zariyat ayat 56 sebagai berikut:

 وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ – ٥٦

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)

Anak adalah amanah yang Allah titipkan kepada orang tuanya. Untuk itu, anak harus kita jaga dan kita pelihara dengan baik agar dapat tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani maupun rohani. Setiap manusia diciptakan untuk menjadi hamba-Nya, anak adalah manusia yang memiliki hak dasar untuk hidup secara bermartabat.

Kewajiban orang tua saat awal membangun rumah tangga, harus menyadari betul hakekat membangun rumah tangga. Membangun rumah, harus menjadikan rumah sebagai tempat pulang untuk anak-anak. []

 

 

 

Tags: keluargaparentingparenting anakPengasuhan AnakPengasuhan MubadalahPola ParentingToxic Parent
Halimatus Sa'dyah

Halimatus Sa'dyah

Penulis adalah  konsultan hukum dan pengurus LPBHNU 2123038506

Terkait Posts

Bangga Punya Ulama Perempuan

Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

20 Mei 2025
Nyai Nur Channah

Nyai Nur Channah: Ulama Wali Ma’rifatullah

19 Mei 2025
Kekerasan Seksual Sedarah

Menolak Sunyi: Kekerasan Seksual Sedarah dan Tanggung Jawab Kita Bersama

19 Mei 2025
Nyai A’izzah Amin Sholeh

Nyai A’izzah Amin Sholeh dan Tafsir Perempuan dalam Gerakan Sosial Islami

18 Mei 2025
Keberhasilan Anak

Keberhasilan Anak Bukan Ajang Untuk Merendahkan Orang Tua

17 Mei 2025
Dialog Antar Agama

Merangkul yang Terasingkan: Memaknai GEDSI dalam terang Dialog Antar Agama

17 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Bangga Punya Ulama Perempuan

    Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • KB dalam Pandangan Islam

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengenal Jejak Aeshnina Azzahra Aqila Seorang Aktivis Lingkungan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Rieke Diah Pitaloka Soroti Krisis Bangsa dan Serukan Kebangkitan Ulama Perempuan dari Cirebon

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Peran Aisyiyah dalam Memperjuangkan Kesetaraan dan Kemanusiaan Perempuan
  • KB dalam Pandangan Riffat Hassan
  • Ironi Peluang Kerja bagi Penyandang Disabilitas: Kesenjangan Menjadi Tantangan Bersama
  • KB Menurut Pandangan Fazlur Rahman
  • Saya Bangga Punya Ulama Perempuan!

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Go to mobile version