• Login
  • Register
Senin, 27 Maret 2023
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Menyoal Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

Relasi kuasa dalam kasus kekerasan seksual merupakan unsur yang dipengaruhi oleh kekuasaan pelaku atas ketidakberdayaan korban. Pelaku merupakan pihak yang memiliki kuasa dalam suatu relasi dengan korban

Etika Nurmaya Etika Nurmaya
21/05/2022
in Publik
0
Larangan Memukul Anak-anak

Larangan Memukul Anak-anak

448
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Kasus kekerasan seksual masih menjadi topik yang kencang dibicarakan. Ia kini bahkan mulai merambat pada sektor-sektor pendidikan. Korbannya tetap saja kebanyakan adalah perempuan. Di Bandung, seorang ustad memperkosa dua belas santriwatinya bahkan hingga hamil dan melahirkan. Sementara anak-anaknya tersebut dijadikan kedok untuk mencari keuntungan, dijadikan alat funding dengan disebut sebagai anak yatim piatu yang sedang ia asuh.

Di Jombang yang bahkan hingga saat ini belum terselesaikan, seorang anak kiai mengklaim bahwa ia memiliki kemampuan metafakta untuk melakukan sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap santriwati ataupun alumninya. Dikabarkan aset kekayaannya sangat tinggi. Memiliki pabrik rokok ekspor, beberapa bisnis di wilayah Jombang dan juga memiliki keluarga yang bekerja di lembaga penegak hukum.

Di Kota Malang yang beberapa bulan terakhir ramai diperbincangkan. Mahasiswi diperkosa kemudian diminta untuk menggugurkan kandungannya oleh mantan pacarnya yang sedang aktif pendidikan kepolisian. Dikabarkan ayah dari mantan pacarnya pun merupakan anggota DPRD. Korban memutuskan bunuh diri tidak kuat karena selalu disalah-salahkan oleh orang lain bahkan oleh orang tua pelaku dan kerabatnya sendiri.

Di Palembang, kasus kekerasan seksual terjadi di lingkungan kampus. Pelakunya adalah dua dosen dan korban tiga mahasiswi. Pun terjadi di salah satu kampus di Jakarta yang mana pelaku adalah dosen dengan modus membagikan chat mesum, mengatakan ‘I Love U’ pada seorang mahasiswi yang meminta bimbingan bahkan mengajak menikah korban hingga memaksa agar bisa datang ke rumah korban.

Dari kasus-kasus tersebut terlihat bahwa terjadinya kasus kekerasan seksual tidak serta merta terjadi hanya karena perihal rendahnya moral, rasa berkuasa atau relasi kuasa memiliki peran, menjadikan pelaku merasa berhak dalam melakukan kasus kekerasan seksual bahkan tidak merasa bersalah untuk melakukan tindak kekerasan seksual.

Daftar Isi

  • Baca Juga:
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja
  • Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?
  • Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual
  • Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan
    • Relasi Kuasa Menjadikan Adanya Tindak Kekerasan

Baca Juga:

Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

Bagaimana al-Qur’an Berbicara Mengenai Gender?

Panduan Bimbingan Skripsi Aman dari Kekerasan Seksual

Haideh Moghissi : Fundamentalisme Islam dan Perempuan

Dalam berbagai penelitian disebutkan bahwa ketimpangan relasi kuasa merupakan penyebab utama terjadinya kasus kekerasan seksual. Relasi kuasa menjadi alat penindasan, ia ditentukan oleh hubungan hierarkis. Posisi antar individu yang lebih rendah atau lebih tinggi. Relasi kuasa dalam kasus kekerasan seksual merupakan unsur yang dipengaruhi oleh kekuasaan pelaku atas ketidakberdayaan korban. Pelaku merupakan pihak yang memiliki kuasa dalam suatu relasi dengan korban.

Memiliki kekuasaan berarti memiliki kemampuan untuk mengubah perilaku atau sikap orang lain sesuai dengan apa yang diinginkan oleh orang yang memiliki kuasa tersebut. Dengan memiliki kekuasaan, otomatis yang bersangkutan memiliki pengaruh termasuk terhadap orang-orang yang ia jadikan korban kasus kekerasan seksual.

Menurut Foucault, kuasa dijalankan melalui serangkaian regulasi tertentu yang saling mempengaruhi. Kuasa menjalankan perannya melalui serangkaian aturan-aturan dan sistem-sistem tertentu sehingga menghasilkan semacam rantai kekuasaan.

Secara garis besar, terdapat dua faktor terjadinya kasus kekerasan seksual. Yakni faktor penyebab dan faktor pemicu. Faktor penyebabnya ialah ketimpangan relasi kuasa. Sementara faktor pemicunya bisa bermacam-macam. Bisa karena perekonomian, pendidikan yang rendah, bisa juga karena pemahaman agama yang berbeda dan lain hal.

Faktor pemicu lebih sering dijadikan sebagai landasan dalam melakukan tindak kekerasan. Seperti, seseorang melakukan eksploitasi untuk meraup keuntungan,  human trafficking, dengan alasan untuk menunjang perekonomian. Atau lain contoh seperti tokoh agama yang posisinya selalu disakralkan maka dianggap apapun yang dilakukan adalah hal baik walau sebenarnya mengandung kemudlaratan, menggunakan dalil-dalil keagamaan sebagai legitimasi apa yang ia lakukan.

Maka, andaikata tidak ada ketimpangan dalam kehidupan masyarakat kita, akan sangat kecil kemungkinan terjadinya kasus kekerasan seksual. Sebaliknya, walaupun faktor pemicu tidak ada tetapi faktor penyebab masih ada, maka kekerasan sangat mungkin tetap akan terjadi.

Relasi kuasa memposisikan antar satu orang dengan orang lainnya menjadi dua ordinat, yakni ada pihak yang menempati posisi super-ordinat dan ada pihak yang menempati posisi sub-ordinat. Tentulah posisi keduanya tidak sama. Pihak sub-ordinat menempati posisi di bawah super-ordinat.

Pihak sub-ordinat seakan-akan dijadikan harus menerima perlakuan apapun dari pihak super-ordinat, termasuk ketika terjadi paksaan untuk menjadi objek dalam kasus kekerasan seksual. Sedangkan pihak super-ordinat memiliki kuasa penuh dalam bertindak terhadap kelompok sub-ordinat yang mana posisi sub-ordinat jauh lebih rendah daripada super-ordinat.

Konstruksi Relasi Kuasa dalam Kasus Kekerasan Seksual

Menurut Michel Foucault, kekuasaan tidak dapat dipisahkan dengan pengetahuan. Kuasa dan pengetahuan memiliki hubungan yang sangat erat. Kuasa memproduksi pengetahuan dan pengetahuan memiliki kuasa.

Pengetahuan merupakan wacana yang beroperasi dalam jaringan kekuasaan. Dengan begitu, kuasa tersebut tidak tampak mata namun ia melebur bekerja dalam sistem kelompok masyarakat tersebut. Melalui pengetahuan, aktivitas kehidupan diatur dengan aturan-aturan tertentu.

Dalam hal ini, pengetahuan berfungsi sebagai kontrol dalam sosial masyarakat membentuk pengetahuan untuk mengatur bagaimana “seharusnya” masyarakat bertindak dan bertingkah laku. Pengetahuan tersebut bisa diwujudkan dengan cerita, konsep kepercayaan dan sebagainya yang secara terus menerus dimashurkan.

Diperkuat oleh pendapat Gramsci, bahwa terdapat dua cara untuk mempertahankan kekuasaan, yakni dominasi dan hegemoni. Dominasi adalah proses kekuasaan secara langsung melalui fisik. Sementara hegemoni merupakan proses kekuasaan yang bekerja dengan produksi wacana (non fisik). Cara hegemoni ini ditempuh salah satunya dengan produksi wacana sebagai usaha untuk mempertahankan kekuasaan.

Seperti, pernyataan bahwa laki-laki dengan sosok maskulinitasnya adalah figur yang kuat sementara perempuan dengan feminitasnya adalah figur yang lemah. Hal ini jika terus menerus dilanggengkan maka akan membentuk suatu paradigma kepercayaan bahwasanya laki-laki memanglah sosok yang selalu kuat dan perempuan selalu lemah. Dengan begitu masyarakat memiliki pengetahuan laki-laki kuat dan perempuan lemah.

Pengetahuan tersebut memiliki kuasa yang memproduksi aturan-aturan seperti: perempuan tidak boleh keluar rumah apalagi di malam hari karena malam hari adalah terkesan rawan dan perempuan adalah sosok yang lemah, apabila perempuan keluar rumah dan terjadi sesuatu pada dirinya, ia dianggap tidak bisa melawan karena frame pengetahuan yang dibangun sejak awal adalah sosok perempuan lemah. Kemudian aturan ini mengkontrol perempuan agar selalu berdiam diri di rumah.

Pengetahuan tersebut akhirnya memiliki kuasa bagi sosok laki-laki. Laki-laki yang sejak awal dikenal sebagai sosok yang kuat, maka ketika bertemu perempuan dengan mudahnya ia melakukan tindak kekerasan dan akan menggunakan dalih bahwa hal tersebut adalah kesalahan perempuan sebagai sosok yang lemah.

Relasi Kuasa Menjadikan Adanya Tindak Kekerasan

Tindak kekerasan sering digunakan sebagai cara untuk mempertahankan dan memaksakan subordinasi perempuan terhadap laki-laki. Tindak kekerasan terhadap perempuan terjadi karena rendahnya pola pikir masyarakat tentang kesetaraan atau persamaan derajat laki-laki maupun perempuan yang terjalin dalam interaksi antar sesama.

Faktor yang mempengaruhi yakni faktor sosial budaya. Seperti yang telah dijelaskan di atas, faktor sosial budaya yang salah kaprah tersebut menimbulkan adanya ketimpangan relasi kuasa yang menyebabkan terjadinya subordinasi bagi perempuan. Hal tersebut dinormalisasi dengan memproduksi sistem kontrol yang sistematis. Kontrol yang dibentuk melalui hierarki sehingga kontrol dilakukan pada semua orang dan oleh semua orang.

Bentuk kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan tak lain merupakan bentuk ekspresi dari maskulinitasnya dalam relasi dengan perempuan. Watak maskulinitas menganggap bahwa kekuasaan dan kekerasan merupakan bentuk kemampuan dalam mendominasi dan mengendalikan orang lain.

Ketidak-adilan gender pun menjadi faktor dominan terjadinya ketimpangan relasi kuasa. Hal ini terjadi dalam segala hal, seperti peranan laki-laki lebih dominan daripada peranan perempuan dalam lingkup keluarga maupun lingkup masyarakat.

Menurut Foucault, kuasa dalam masa modern mengalami pola normalisasi, tidak lagi bekerja melalui penindasan dan kekuatan fisik saja, kuasa dijalankan dengan membuat kesepakatan yang dijalankan secara sukarela. Hal ini terbukti dengan semakin banyaknya kasus kekerasan seksual namun belum ada regulasi yang spesifik untuk mengaturnya. Dan kita berharap banyak pada UU TPKS yang baru saja disahkan itu. []

 

Tags: hukumKasus Kekerasan SeksualkeadilanKesetaraanPerlindungan Korbanrelasi kuasa
Etika Nurmaya

Etika Nurmaya

Sarjana Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Malang. Memegang petuah makaryo lan migunani, migunani tumraping liyan.  Hingga saat ini berusaha istiqamah menyuarakan 9 nilai Gus Dur.

Terkait Posts

Propaganda Intoleransi

Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

27 Maret 2023
Akhlak dan perilaku yang baik

Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Laki-laki dan Perempuan Dilarang Saling Merendahkan

26 Maret 2023
Penutupan Patung Bunda Maria

Kisah Abu Nawas dan Penutupan Patung Bunda Maria

26 Maret 2023
kitab Sittin al-‘Adliyah

Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Nabi Saw Melarang Umatnya Merendahkan Perempuan

25 Maret 2023
Zakat bagi Korban

Pentingnya Zakat bagi Perempuan Korban Kekerasan Seksual

25 Maret 2023
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Akhlak dan perilaku yang baik

    Pentingnya Memiliki Akhlak dan Perilaku yang Baik Kepada Semua Umat Manusia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Kitab Sittin Al-‘Adliyah: Pentingnya Menjaga Kesehatan Mental

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Waspadai Propaganda Intoleransi Jelang Tahun Politik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Piagam Madinah: Prinsip Hidup Bersama
  • Nyai Pinatih: Sosok Ulama Perempuan Perekat Kerukunan Antarumat di Gresik
  • Pentingnya Memahami Prinsip Kehidupan Bersama
  • Q & A: Apa Batasan Sakit yang Membolehkan Tidak Puasa di Bulan Ramadan?
  • Jogan Ramadhan Online: Pengajian Khas Perspektif dan Pengalaman Perempuan

Komentar Terbaru

  • Profil Gender: Angka tak Bisa Dibiarkan Begitu Saja pada Pesan untuk Ibu dari Chimamanda
  • Perempuan Boleh Berolahraga, Bukan Cuma Laki-laki Kok! pada Laki-laki dan Perempuan Sama-sama Miliki Potensi Sumber Fitnah
  • Mangkuk Minum Nabi, Tumbler dan Alam pada Perspektif Mubadalah Menjadi Bagian Dari Kerja-kerja Kemaslahatan
  • Petasan, Kebahagiaan Semu yang Sering Membawa Petaka pada Maqashid Syari’ah Jadi Prinsip Ciptakan Kemaslahatan Manusia
  • Berbagi Pengalaman Ustazah Pondok: Pentingnya Komunikasi pada Belajar dari Peran Kiai dan Pondok Pesantren Yang Adil Gender
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist