Mubadalah.id – Jika merujuk tujuh prinsip perkawinan (al-Qiyamu bi Hududillah, saling rido, ma’ruf, ihsan, nihlah, musyawarah dan ishlah) maka prinsip tersebut dapat dijalankan dengan baik jika didukung oleh empat pilar perkawinan yang kokoh sebagai berikut:
Pertama, Perkawinan adalah berpasangan (zawaj). Suami dan istri laksana dua sayap burung yang memungkinkan terbang, saling melengkapi, saling menopang, dan saling kerjasama. Dalan ungkapan al-Qur’an, suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami (QS. al-Baqarah/2:187).
Kedua, perkawinan adalah ikatan yang kokoh (mitsaqan ghalizhan QS. an-Nisa/4:21) sehingga bisa menyangga seluruh sendi-sendi kehidupan rumah tangga. Kedua pihak diharapkan menjaga ikatan ini dengan segala upaya yang dimiliki. Tidak bisa yang satu menjaga dengan erat sementara yang lainnya melemahkannya.
Ketiga, perkawinan harus dipelihara melalui sikap dan perilaku saling berbuat baik (muasyarah bil maruf/ QS. an-Nisa/4:19). Seorang suami harus selalu berpikir, berupaya, dan melakukan segala yang terbaik untuk istri. Begitupun sang istri berbuat hal yang sama kepada suaminya.
Perkawinan mesti keduanya kelola dengan musyawarah (QS. al-Baqarah/2:23). Musyawarah adalah cara yang sehat untuk berkomunikasi, meminta masukan, menghormati pandangan pasangan, dan mengambil keputusan yang terbaik.
Empat pilar ini dapat menguatkan ikatan perkawinan dan memperdalam rasa saling memahami dan kasih-sayang. Semua itu akan bermuara pada terwujudnya keluarga yang harmonis.
Dengan empat pilar tersebut, suami dan istri akan senantiasa termotivasi untuk membangun rumah tangga sesuai amanat ilahi. Berusaha manjaga amanat ilahi berarti pula berusaha menjadi orang yang salih di mata Tuhan.
Dalam suatu hadis menyebutkan bahwa harta terindah bagi seorang suami adalah istri yang salihah (HR. Abu Dawud). Dan tentu saja, bagi seorang istri, harta terindahnya adalah suami yang salih. Hal-hal seperti itulah yang akan membantu terwujudnya keluarga sakinah mawaddah wa rahmah. []