Mubadalah.id – Sedang hangat diperbincangkan di jagad media sosial terkait lumpuhnya Pusat Data Nasional (PDN) akibat ransomware. Hal ini mengakibatkan lumpuhnya ratusan jenis layanan publik termasuk pembuatan paspor, beasiswa KIPK dan lain-lain. Di tengah kekacauan tersebut masyarakat bertambah berang karena respon pejabat terkait yang seolah berpangku tangan dan berpasrah kepada keadaan.
“Kita berupaya keras melakukan recovery resource yang kita miliki. Yang jelas data yang sudah kena ransomware sudah tidak bisa kita recovery. Jadi sekarang menggunakan sumber daya yang masih kita miliki,” ujar Direktur Network dan IT Solution Telkom Herlan Wijanarko, Rabu (26/6/2024) mengutip Kompas.com.
Hal lain yang juga terlontarkan oleh pejabat terkait tak lebih dari ujaran gaslighting dan tunjuk menunjuk kesalahan. Misalnya Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Hinsa Siburian yang mengatakan bahwa yang terjadi saat ini adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Ia bahkan turut melempar kesalahan kepada perguruan tinggi yang masih minim membuka jurusan cyber security.
“Dari sisi pendidikan formal, berapa sih perguruan tinggi yang memiliki jurusan cyber security? Kalau jurusan komputer banyak, ini juga menjadi masalah kita,” kata Hinsa mengutip Detik.com.
“Malu Sebagian dari Iman”
Tak berhenti sampai di situ, desakan masyarakat supaya para pejabat terkait mundur dari jabatannya sebagai bentuk rasa bersalah dan tanggung jawab juga tak mereka indahkan. Menkominfo Budi Arie Setiadi bahkan hanya menjawab tuntutan tersebut dengan frasa “no comment.”
Rentetan kejadian menyesakkan dan memalukan ini kemudian membawa ingatan saya terbang menuju dokumentasi sebuah hadis yang telah pimpinan umat muslim sabdakan, yaitu Nabi Muhammad SAW, ribuan tahun silam.
Sebuah hadis yang jika kita terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia kurang lebih berbunyi “malu adalah sebagain dari iman.” Singkat namun harusnya cukup untuk menjadi tamparan bagi para pejabat terkait hari-hari ini.
Dalam berbagai interpretasi di mimbar-mimbar terhadap hadis sahih tersebut, dijelaskan bahwa rasa malu terkait dengan keimanan seseorang karena adanya rasa malu dapat menjadi kontrol diri supaya tidak melakukan perbuatan yang buruk.
Sifat Malu
Prof. Quraish Shihab bahkan pernah mengatakan bahwa sifat malu adalah pembeda antara manusia dengan binatang. Sehingga manusia yang tidak lagi memiliki rasa malu agaknya memiliki cara berpikir yang sama dengan binatang.
Kalau kita tarik pada konteks kejadian peretasan PDN saat ini, jika rasa malu yang sudah diwanti-wantikan sejak ribuan tahun lalu itu ada dalam diri mereka hendaknya nampak rasa tanggung jawabnya. Sejumlah petinggi negara lain pun telah mencontohkan sikap yang menunjukkan rasa malu karena tak menjalankan tanggung jawab dengan baik. Salah satunya yakni dengan mengundurkan diri.
Ironisnya, yang kita dapati bukanlah rasa malu yang dapat menjadi kontrol diri. Namun justru rasa congkak yang membuat para pejabat masih sanggup menegakkan kepala sembari menunjuk-nunjuk kesalahan pada pihak manapun asalkan selain dirinya. Termasuk kepada masyarakat yang setiap hari terkena pajak untuk membayar pekerjaan mereka.
Sepertinya, malu memang bukan kebiasaan yang baik untuk mempertahankan jabatan di sini. Berbeda dengan pejabat di negara-negara lain yang menjunjung tinggi integritas. Sehingga timbul rasa malu apabila kedapatan tak menjalankan tugas dengan maksimal. Berbeda dengan pejabat di sini harus tebal muka demi menjaga jabatannya.
Bahkan jika sebenarnya mereka tak punya kemampuan apapun lagi untuk mempertahankan amanah rakyat. Menyoal integritas yang tak mungkin lagi mereka pertahankan rasanya hal tersebut bukan soal serius bagi pejabat di negeri ini. Toh, integritas hanya mereka janjikan dan dijadikan pertunjukan di panggung-panggung kampanye belaka. []