• Login
  • Register
Jumat, 25 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

Nyai dan Peran Keulamaan Perempuan di Indonesia

Nyai merupakan representasi kyai di pesantren putri: menjadi pemimpin pesantren, pengajar hingga aktif dalam berbagai kegiatan sosial/forum, dan organisasi keagamaan.

Redaksi Redaksi
22/09/2024
in Publik
0
Keulamaan Perempuan

Keulamaan Perempuan

524
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Berbicara mengenai isu keulamaan perempuan di Indonesia, tentu tak dapat dipisahkan dari perbincangan tentang institusi pendidikan bernama pesantren.

Di Indonesia, pesantren merupakan institusi pendidikan tertua yang telah hadir jauh sebelum dikenalnya sistem pendidikan modern yang diperkenalkan melalui kolonial Belanda. Di pesantren lah, transmisi dan transformasi keilmuan berlangsung, baik bagi laki-laki maupun perempuan.

Sebagai institusi khas Indonesia, van Bruinessen mencatat bahwa pesantren merupakan sebuah istilah khas lokal yang tidak ditemui di tempat lain semisal di Timur Tengah. Kokohnya sistem pendidikan keagamaan di Nusantara, khususnya melalui pesantren ini membuat Timur Tengah pada akhir abad 19 awal abad 20 dipengaruhi oleh tradisi pendidikan Nusantara.

Berbeda dengan kehidupan kaum perempuan di Timur Tengah, para sarjana mencatat bahwa kehidupan kaum perempuan di Indonesia pada umumnya lebih cair terkait dikotomi publik/privat.

Kaum perempuan Indonesia dipandang lebih menikmati kebebasan di ruang publik dibandingkan dengan perempuan Muslim di Timur Tengah. Hal ini menegaskan karakteristik Islam di Indonesia yang khas, yang memberi ruang besar bagi kaum perempuan untuk berkiprah luas di ruang publik.

Tak terkecuali peran Ibu Nyai dalam dunia pesantren. Hal ini tentu bertolak belakang dengan pendapat Steenbrink yang beranggapan bahwa peran istri kyai/nyai di pesantren tidaklah penting.

Baca Juga:

Suluk Damai di Negeri Bhineka melalui Peran LKLB dalam Merawat Toleransi

Stop Menormalisasi Pelecehan Seksual: Terkenal Bukan Berarti Milik Semua Orang

Samia Kotele: Bongkar Warisan Kolonial dalam Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Dalam institusi pesantren salaf seperti Pesantren Babakan di mana kepemimpinan pesantren bersifat patriarkhis, peran dan kehadiran Ibu Nyai dalam proses pendidikan pesantren penting untuk dicatat.

Sebagai posisi yang melekat pada kyai. Terlepas dari latar belakang sosial atau pendidikannya, Nyai memiliki legitimasi untuk melaksanakan tugas-tugas terkait kekyaian. Nyai merupakan representasi kyai di pesantren putri: menjadi pemimpin pesantren, pengajar hingga aktif dalam berbagai kegiatan sosial/forum, dan organisasi keagamaan.

Nyai Khoiriyah

Sejumlah tokoh Nyai memiliki akses yang istimewa terhadap ilmu pengetahuan agama, khususnya melalui keluarganya, dalam hal ini ayahnya. Sebagai contoh, ulama perempuan bernama Nyai Khoiriyah, yang tak lain adalah putri pertama KH. Hasyim Asy’ari.

Pada saat belum ada sekolah/pesantren khusus untuk perempuan, ia dididik langsung oleh ayahnya, Kyai Hasyim Asy’ari, bahkan diijinkan ikut belajar bersama santri laki-laki (dengan tirai pemisah), memiliki akses terhadap kitab-kitab, dan lain-lain.

Pada awal abad 20, kaum perempuan mulai mendapat kesempatan memasuki dunia pendidikan. Baik sebagai murid, guru, pemimpin atau pendiri sekolah perempuan.

Akan tetapi, apa yang membuat Nyai Khoiriyah istimewa saat itu sebagai pemimpin pesantren ialah karena ia memimpin pesantren laki-laki. Dan juga memimpin sejumlah staf laki-laki melalui pesantren yang ia bangun bersama suaminya KH. Maksum Ali, Pesantren Seblak di Jombang Jawa Timur.

Kiprah keulamaan Nyai Khoiriyah terbilang istimewa, selain menginisiasi dan memimpin pesantren putri yang pertama. Ia juga mendirikan sekolah perempuan pertama di Mekah, Madrasah lil Banat. Madrasah tersebut sebagai tempat ia tinggal selama 19 tahun mengikuti suami keduanya setelah suami pertama wafat.

Sekembalinya dari Mekah, ia kembali memimpin pesantren Seblak dan aktif di berbagai kegiatan sosial keagamaan.

Keulamaan Nyai Khoiriyah juga kita akui di antaranya dengan tercacatnya beliau sebagai ulama perempuan pertama dan satu-satunya yang masuk jajaran Bahsul Masail di PBNU. Serta menjadi anggota Badan Syuriah PBNU yang beranggotakan para kyai senior pada 1960an. Hingga menjadi Ketua Muslimat NU yang pertama. []

Tags: IndonesiaKeulamaan PerempuanNyaiperan
Redaksi

Redaksi

Terkait Posts

Suluk Damai

Suluk Damai di Negeri Bhineka melalui Peran LKLB dalam Merawat Toleransi

24 Juli 2025
Perlindungan Anak

Mengapa Perlindungan Anak Harus Dimulai dari Kesadaran Gender?

23 Juli 2025
Pesantren Inklusif

Menuju Pesantren Inklusif: Sebuah Oto-kritik

22 Juli 2025
Perselingkuhan

Perselingkuhan, Nikah Siri dan Sexually Discipline

22 Juli 2025
Mazmur

Mazmur dan Suara Alam: Ketika Bumi Menjadi Mitra dalam Memuji Tuhan

21 Juli 2025
Erika Carlina

Dari Erika Carlina Kita Belajar Mendengarkan Tanpa Menghakimi

21 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Pengelolaan Sampah

    Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Anak Bukan Milik Orang Tua

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sah Tapi Nggak Terdaftar, Nikah Sirri dan Drama Legalitasnya

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tangan Kuat Perempuan dalam Dunia Kerja

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengasuh Anak dengan Kasih Sayang, Bukan Kekerasan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • PRT Bukan Pekerja yang Rendah dan Lemah
  • Rewire Otakmu dengan Secarik Kertas: Cara Sederhana untuk Menemukan Arah Hidup yang Hilang
  • Islam Mengharamkan Kekerasan terhadap PRT
  • Tubuh, Cinta, dan Kebebasan: Membaca Simone de Beauvoir Bersama Rumi dan al-Hallaj
  • Ulama Perempuan Serukan Pelestarian Alam dan Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID