• Login
  • Register
Selasa, 3 Juni 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Publik

7 Sosok Permaisuri Keraton Yogyakarta yang Jarang Dikenal

Sosok para Permaisuri Keraton jarang dikenal, juga tidak banyak dibicarakan dalam catatan-catatan sejarah.

Kholifah Rahmawati Kholifah Rahmawati
04/12/2024
in Publik
0
Permaisuri Keraton

Permaisuri Keraton

1.4k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Sosok Sri Sultan Hamengkubuwono sebagai pemimpin Daerah Istimewa Yogyakarta yang masih eksis hingga saat ini, tentu sudah tidak asing lagi di telinga sebagian orang.

Sosoknya yang kharismatik, teduh namun juga penuh wibawa tentu memiliki tempat tersendiri di hati rakyatnya, khususnya bagi penduduk asli kota Yogyakarta. Namun di balik itu, ternyata juga terdapat sosok Gusti Kanjeng Ratu (GKR) sebagai Permaisuri Keraton yang banyak memainkan peran sepanjang sejarah Kesultanan Yogyakarta.

Sosok para Permaisuri Keraton tersebut jarang dikenal, juga tidak banyak dibicarakan dalam catatan-catatan sejarah. Oleh karena itu, melalui Pameran Parameswari yang tengah berlangsung hingga awal tahun baru nanti, Keraton Yogyakarta mencoba mengenalkan Para Permaisuri mereka yang akan penulis rangkum dalam tulisan singkat ini.

Tulisan ini penulis persembahkan sebagai bentuk apresiasi dan rasa syukur atas kesempatan berkunjung pada pameran yang luar biasa tersebut.

1. GKR Kadipaten (HB I)

Nama kecilnya adalah Mas Rara Juwanti, istri dari Pangeran Mangkubumi yang kelak akan bergelar sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono I. Sebagai istri seorang pangeran, ia juga berperan ganda sebagai lurah prajurit Langenkusuma. Langenkusuma merupakan krops prajurit khusus perempuan yang disegani Daendels saat berkunjung ke Yogyakarta.

Baca Juga:

Bukan Sekadar Pigura di Istana: Sejarah Kesaktian Para Prameswari (Ratu) Kesultanan Yogyakarta

Parameswari: Kiprah dan Peran Perempuan di Lingkungan Keraton Yogyakarta

Setelah tahun 1755 Mas Rara Juwanti diangkat menjadi Permaisuri di Keraton Yogyakarya dengan gelar GKR Kadipaten. Pada pertengahan tahun 1800 an, GKR Kadipaten membuka kawasan Tegalrejo sebagai pesanggrahan sekaligus pemukiman santri. Di sanalah ajaran Syattariyah dan pertanian berkembang pesat.

Kiprah dan riwayat GKR Kadipaten menjadi bukti yang cukup kuat bahwa perempuan mampu berperan dalam bidang politik militer, hingga ideologis secara bersamaan.

2. GKR Sultan (HB II)

Nama aslinya adalah Dewi Andayanigrat, ia memulai karirnya di Keraton Yogyakarta sebagai prajurit Langenkusuma. Dewi Andayanigrat diangkat menjadi Permaisuri oleh Sri Sultan Hamengkubuwono II dengan gelar kehormatan GKR Sultan.

GKR Sultan menyertai pengasingan suaminya ke Sapurana, Ia juga bertindak sebagai diplomat dan negosiator yang berperan penting dalam proses kembalinya Sri Sultan Hamengkubuwono II ke Yogyakarta.

Berbekal kemampuan non fisik, sebagai permaisuri ia bertindak sebagai juru negosiasi yang handal dalam mewujudkan kehendak Sultan. Babad Matawis merekam kiprah GKR Sultan kala menjadi negosiator. Seperangkat alat minum teh (bisa dilihat di Pameran) juga menjadi saksi bisu upaya negosiasi GKR Sultan dengan Mayor Mular, yang didampingi oleh juru bahasa.

Kecerdasan diplomatik yang GKR Sultan telah mematahkan stigma Raden Ayu boneka. Di mana wanita keraton kerap dianggap seperti boneka cantik yang hanya bisa minum jamu dan luluran, namun tak memiliki otak.

3. GKR Kencono (HB III)

Namanya Raden Ayu Dipati, ia menyertai perjuangan GRM Surojo dalam Geger Sapehi. Ketika sang suami bertakhta sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono III, Ia menjadi permaisuri dengan gelar GKR Kencono.

Pasca tahun 1814, GKR Kencono terus berkiprah di balik layar percaturan politik keraton Yogyakarta. Ia juga sempat menjadi wali putranya, Sri Sultan Hamengkubuwono IV yang bertakhta pada tahun 1814, serta cucunya Sri Sultan Hamengkubuwono V pada tahun 1822.

4. GKR Kencono (HB VI)

GKR Kencono, merupakan putri Susuhan Paku Buwono VIII yang menikah dengan Sri Sultan Hamengkubuwono VI. Bersama dengan kepindahanya ke Yogyakarta, GKR Kencono membawa serta para perajin emas dan jauhari.

Berkat inisiatif GKR Kencono, terjadi pembaruan dalam tata busana, corak-corak pakaian, hingga mode perhiasan di Keraton Yogyakarta. Atas perannya tersebut, GKR Kencono HB VI dikenal sebagai permaisuri pencipta tren busana pada masanya.

5. GKR Hageng (HB VI)

GKR Hageng juga merupana salah satu permaisuri dari Sri Sultan Hamengkubuwono VI, selain GKR Kencono. Berbeda dari seniornya yang banyak berkiprah pada ranah fashion, GKR Hageng lebih banyak mengambil peren dalam bidang sastra. Ia banyak terlibat dalam penulisan manuskrip di Keraton Yogyakarta. Namanya tersemat sebagai pemrakasa penulisan Serat Nitik Sultan Agung, Serat Panji Musna, dan Serat Manikmaya.

GKR Hageng sebagai Ibu Suri juga turut berperan mengelola kuangan istana pada masa pemerintahan putranya, Sri Sultan Hamengkubuwono VII

6. GKR Kencana (HB VII)

Bendara Raden Ayu Retno Sriwulan menjadi permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono VII dengan gelar GKR Kencono. Sebagai Ibu kerajaan GKR Kencono sangat pandai dalam mengelola keuangan dan aset keraton. Andil Sang Permaisuri dalam mengatur aset dan kebutuhan keraton menjadi wujud kuasa yang tak terbantah.

GKR Kencono mengatur banyak sektor, mulai dari kelola keuangan, simpan pinjam, kapita dari industri gula, hingga tata busana bagai seluruh kerabat keraton, termasuk mengatur Peparing Dalem (pemberian sultan) kepada putra-putri dan kerabat sultan. Semua bagain tersebut menjadi dominasi kerja Sang Permaisuri.

Naluri GKR Kencono sebagai perempuan yang setia dalam menemani perjalan suami juga patut kita teladani. Sebagai Permaisuri ia turut menemani Sultan madeg pandhita (demisioner) dari kekuasanya.

7. GKR Hemas (HB X)

GKR Hemas merupakan sosok Permaisuri Keraton Yogyakarta yanga masih bertakhta hingga saat ini. Ia merupankan satu-satunya istri dari Sri Sultan Hamengkubuwono X. Nama aslinya adalah Tatiek Drajat Supriastuti. Lahir dan tumbuh di kota metropolitan Jakarta, GKR Hemas banyak mempelajari tata adat kehidupan keraton dari mertuanya, KRAy Widyaningrum.

Pribadinya yang gigih namun penuh rasa keibuan, membuat GKR Hemas menjadi sosok multiperan. Tak hanya sebagai permaisuri peneguh adat di lingkungan keraton, GKR Hemas juga menjadi ibu pelindung bagi para perempuan korban kekerasan melalui Rekso Dyah Utami. Tangan lembutnya juga mengulur pada bayi-bayi terlantar melalui Yayasan Sayap Ibu.

Sebagai senator GKR Hemas jugga banyak memperjuangkan kesetaraan di Parlemen. Ia mendayaupayakan seluruh kapasitasnya sebagai ratu dan senator publik untuk memberdayakan kaum termarjinal. Atas dedikasinya yang konsiten, GKR Hemas mendapatkan banyak apresiasi dan penghargaan dari berbagai pihak yang dapat kita saksikan di ruang pameran.

Sementara tidak banyak catatan ditemukan tentang Permaisuri dari Sri Sultan Hamengkubuwono IV, V dan VIII. Namun yang pasti, sebagi seorang ibu dari calon sultan berikutnya, ideologi mereka ikut serta tertanam pada putranya. Hal tersebut terlihat dari kebijaksanaan serta keteguhan para Sultan dalam banyak narasi sejarah yang lebih mudah kita temukan.

Adapun Sri Sultan Hamengkubuwono IX tidak mengangkat permaisuri atas dasar kesetaraan, sepadan dan separas. Tidak adanya permaisuri bukan berarti ideologi sebagai seorang ibu dan perempuan di keraton meredup. Sosok KRAy Widyaningrum menjadi perempuan yang mewariskan konsep adhiluhung dan adiluhur pada permaisuri yang mendampingi sultan berikutnya.

Itulah tujuh sosok Permaisuri Keraton Yogyakarta yang jarang dikenal. Meskipun namanya tidak banyak tercatat dalam narasi sejarah, keberadaan dan kiprah nyata mereka menjadi bukti, bahwa stigma patriarki pada perempuan Jawa tidak sepenuhnya benar. Terdapat ruang dan dimensi lain yang menunjukan bahwa perempuan mampu berdaya, berkuasa serta berkontribusi untuk lingkugannya. []

 

 

Tags: GKR HemasKeraton YogyakartaParameswariPermaisuri KeratonSri Sultan Hamengkubuwono IX
Kholifah Rahmawati

Kholifah Rahmawati

Alumni UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan dan Mahasiswa di UIN Sunan Kalijga Yogyakarta. Peserta Akademi Mubadalah Muda 2023. Bisa disapa melalui instagram @kholifahrahma3

Terkait Posts

Trans Jogja

Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!

3 Juni 2025
Perbedaan Feminisme

Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

2 Juni 2025
Teknologi Asistif

Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

2 Juni 2025
Ketuhanan

Ketuhanan yang Membebaskan: Membangun Perdamaian dengan Dasar Pancasila

1 Juni 2025
Perempuan Penguasa

Sejarah Para Perempuan Penguasa Kerajaan Wajo, Sulawesi Selatan

31 Mei 2025
Ruang Aman bagi Anak

Fenomena Inses di Indonesia: Di Mana Lagi Ruang Aman bagi Anak?

30 Mei 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Tubuh yang Terlupakan

    Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Perbedaan Feminisme Liberal dan Feminisme Marxis

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penyandang Disabilitas: Teknologi Asistif Lebih Penting daripada Mantan Pacar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Mengapa dan Untuk Apa Perempuan Memakai Jilbab?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Aurat Menurut Pandangan Ahli Fiqh
  • Trans Jogja Ramah Difabel, Insya Allah!
  • Membaca Ulang Makna Aurat dalam Al-Qur’an
  • Luka Cinta di Dinding Rumah: Tafsir Feminis-Spiritual atas Tubuh yang Terlupakan
  • Menyoal Jilbab dan Hijab: Antara Etika Sosial dan Simbol Kesalehan

Komentar Terbaru

  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Nolimits313 pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
[email protected]

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID