Mubadalah.id – Beberapa hari yang lalu, beberapa media massa memuat sebuah berita dengan judul “Pembubaran kegiatan Jalsah Salanah Jemaat Ahmadiyah Manis Lor, Kuningan”. Jalsah Salanah merupakan sebuah kegiatan rutin pertemuan Jemaat Ahmadiyah seluruh Indonesia.
Adanya pembubaran ini, memutar ingatan saya kembali kepada berbagai macam bentuk pelanggaran hak kebebasan beragama serta diskriminasi yang pernah dialami oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Manis Lor pada kurun waktu 2008-2010 dengan latar belakang fanatisme terhadap salah satu agama yang hampir sama.
Melansir dari kompas.com pembubaran kegiatan Jalsah Salanah disampaikan secara resmi oleh Pj Bupati Kuningan Agus Toyib. Dalam pernyataanya, ia mengatakan bahwa pembubaran ini bertujuan demi terjaganya keamanan dan kondusifitas masyarakat di wilayah Kuningan.
“Dengan ini secara resmi kami Pemerintah Kabupaten Kuningan tidak mengizinkan dan melarang kegiatan Jalsah Salanah yang diselenggarakan oleh Jemaah Ahmadiyah Indonesia di Desa Manis Lor, Kecamatan Jalaksana, baik secara intern (warga lokal) maupun dari wilayah lain di Iuar Kuningan,” ujar Agus usai menggelar rapat bersama Forkopimda, tokoh agama, dan tokoh masyarakat, Rabu (4/12/2024).
Adanya pembubaran ini, menggambarkan bahwa pada kenyataanya hak kebebasan beragama yang termaktub dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 belum dapat terealisasikan dengan baik. Bahkan ironisnya perbedaan paham menjadi sebab utama dari rentetan pelanggaran hak kebebasan beragama yang Jemaat Ahmadiyah alami.
Apa Arti Toleransi yang Sesungguhnya?
Berkaca pada kenyataan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai agama serta kepecayaan yang beragam. Namun pada kenyataanya sikap saling menghargai perbedaan dan kepercayaan masih sulit untuk diterapkan dan dimiliki oleh masyarakat. Salah satu contohnya adalah pembubaran Jalsah Salanah yang sedang kita bahas pada tulisan kali ini.
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, karena manusia diciptakan dengan keberagaman. Maka dengan adanya perbedaan sudut pandang merupakan hal yang wajar dan sah-sah saja.
Namun yang menjadi catatan adalah perbedaan pemikiran yang terjadi seringkali berujung pada berbagai bentuk diskriminasi terhadap kelompok yang dianggap berbeda.
Menghargai Perbedaan Lewat Nilai Utama Gus Dur
Lantas bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap perbedaan kepercayaan ? Setidaknya ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan meneladani beberapa nilai toleransi yang diusung oleh Gus Dur.
Pertama, memiliki nilai kemanusiaan. Memiliki nilai kemanusiaan adalah melihat atau memiliki cara pandang bahwa pada hakikatnya manusia adalah mahluk tuhan yang paling mulia.
Gus Dur menekankan bahwa nilai kemanusiaan harus kita jaga dan hormati. Karena menurutnya jika kita memuliakan manusia, maka kita juga memuliakan penciptanya. Namun jika kita menghina manusia, maka kita juga otomatis menghina pencipta.
Nilai kemanusiaan ini menjadi pilar utama dalam membangun sikap saling menghargai kepercayaan. Seperti halnya yang terjadi pada Jemaat Ahmadiyah di Manis Lor.
Meskipun pemahaman antara mereka dan umat muslim berbeda dalam beberapa hal. Sejatinya perbedaan itu tidak membuat mereka harus diperlakukan semena-mena bahkan direnggut haknya.
Kedua, nilai kesetaraan dan keadilan. Sikap berikutnya yang dapat kita teladani dari sosok Gus Dur adalah memiliki nilai kesetaraan dan keadilan. Antara kesetaraan dan keadilan adalah dua hal yang berkesinambungan.
Kesetaraan yang Gus Dur maksud adalah bahwa setiap manusia memiliki martabat yang sama di hadapan tuhan. Maka dari itu, segala bentuk diskriminasi dan subordinasi terhadap sesama manusia tidak agama Islam benarkan. Jika hal itu dapat kita terapkan, maka segala bentuk diskriminasi terhadap kelompok yang berbeda akan dapat kita minimalisir.
Memiliki Rasa Persaudaraan
Ketiga, memiliki rasa persaudaraan. Bagi Gus Dur, menjalin persaudaraan tak hanya terbatas pada seseorang atau kelompok yang memiliki agama serta pemahaman yang sama. Melainkan lebih luas yakni, persaudaraan antar umat manusia.
Dengan menganggap bahwa semua manusia adalah saudara, maka kita akan legowo ketika melihat perbedaan yang terjadi di hadapan kita.
Seperti halnya dalam agenda Jalsah Salanah yang direncakan digelar oleh JAI Manis Lor, kita dapat memiliki pandangan bahwa mereka memiliki hak yang sama dengan kita untuk beribadah dengan nyaman selagi tidak mengganggu ketertiban umum dan melanggar aturan yang berlaku.
Demikian sikap yang dapat kita teladani dari sosok Gus Dur. Yang akan menuntun kedalam hidup yang penuh dengan kedamaian dan harmoni.
Karena pada dasarnya manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna, dan manusia memiliki martabat yang sama. Maka hak kebebasan beragama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing pun harus kita jaga. Termasuk teman-teman dari JAI Manis Lor. []