• Login
  • Register
Minggu, 20 Juli 2025
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
Dukung kami dengan donasi melalui
Bank Syariah Indonesia 7004-0536-58
a.n. Yayasan Fahmina
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
No Result
View All Result
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
Keadilan dan Kesetaraan Gender - Mubadalah
No Result
View All Result
Home Kolom Personal

Padang Wulanan ISIF: Ruang Dialektika Mahasiswa terhadap Realitas Sosial

Drama ini bukan sekadar hiburan, tapi refleksi nyata ketidakadilan yang terjadi. Sehingga melalui Padang Wulanan ini, menjadi cara kami mengingatkan bahwa negara harus hadir untuk rakyat, bukan untuk pemodal.

Fuji Ainnayah Fuji Ainnayah
30/01/2025
in Personal
0
Padang Wulanan

Padang Wulanan

1.1k
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on Whatsapp

Mubadalah.id – Jumat, 24 Januari 2025 lalu, Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon kembali menyelenggarakan Tradisi Padang Wulanan. Agenda rutin dwibulanan ini menjadi ruang ekspresi seni dan aspirasi bagi kalangan mahasiswa.

Nama “Padang Wulanan” sendiri berasal dari bahasa Jawa: padang (terang) dan wulan (bulan). Sejak dulu, tradisi ini diadakan saat bulan purnama yang menjadi simbol kebebasan berekspresi dan kebersamaan.

Meski kini pelaksanaannya juga menyesuaikan cuaca, esensinya tetap sama: menjadi wadah bagi mahasiswa dan komunitas seni untuk menyuarakan keresahan melalui puisi, teater, tari, dan drama.

Edisi Padang Wulanan kali ini mengusung tema “Seni sebagai Wadah Aspirasi Mahasiswa Terhadap Kebijakan Rezim Pasca Raja Jawa”.

Menurut Presiden Mahasiswa DEMA ISIF Cirebon Siti Robiah, tema ini dipilih sebagai respons atas beragam isu aktual seperti politik dinasti dan kenaikan PPN.

“Isu politik dinasti, kenaikan PPN, dan fenomena ‘Raja Jawa’ yang ramai diperbincangkan publik mendorong kami merefleksikannya melalui seni. Penyebutan ‘Raja Jawa’ sengaja dipilih sebagai simbol ikonis untuk mengkritik sentralisasi kekuasaan yang sarat feodalisme,” jelasnya.

Baca Juga:

ISIF akan Gelar Halaqoh Nasional, Bongkar Ulang Sejarah Ulama Perempuan Indonesia

Harmony Camp: Wadah Pemuda dan Pemudi Lintas Iman dalam Merawat Bumi

Jalanan Berlubang, Banjir, dan Ketidakadilan Sosial

Jadilah “Onderdil Peradaban Berkeadilan”: Pesan KH. Marzuki Wahid dalam Wisuda Sarjana VIII ISIF

Teater

Salah satu pertunjukan paling menyentuh datang dari mahasiswa semester satu Jurusan Ekonomi Syariah. Mereka mengadaptasi puisi WS Rendra berjudul Sajak Seonggok Jagung ke dalam bentuk teater.

Melalui gerak tubuh dan dialog penuh emosi, mereka menyoroti pentingnya pendidikan yang tak hanya formal, tetapi juga membangun kepekaan sosial.

Bahkan mereka ingin menyampaikan pesan bahwa pendidikan sejatinya lahir dari kehidupan yang membuat seseorang peka terhadap persoalan kemanusiaan.

Selain soal pendidikan, melalui sajaknya, WS Rendra ingin menegaskan bahwa pemimpin itu bukan orang yang memiliki ijazah tinggi. Namun ia harus punya hati untuk mengayomi rakyat, bersikap adil, beradab, dan berpihak pada kaum marginal.

Drama Kolosal

Sementara itu, mahasiswa semester tiga Jurusan Ahwal al-Syakhsiyyah menghadirkan drama kolosal berjudul Tanah Moyangku. Mereka menggambarkan konflik perampasan tanah adat oleh korporasi yang didukung kebijakan negara selama dua periode kepemimpinan terakhir masa jabatan Jokowi.

Masyarakat adat yang telah hidup turun-temurun di suatu wilayah tiba-tiba diusir hanya karena sertifikat kepemilikan di tangan pengusaha.

Menurutku, drama ini bukan sekadar hiburan, tapi refleksi nyata ketidakadilan yang terjadi. Sehingga melalui Padang Wulanan ini, menjadi cara kami mengingatkan bahwa negara harus hadir untuk rakyat, bukan untuk pemodal.

Lebih dari Sekadar Pertunjukan: Seni sebagai Gerakan Sosial

Bahkan Padang Wulanan bukan sekadar panggung seni. Ia adalah ruang dialektika mahasiswa dengan realitas politik yang kerap pahit. Setiap puisi, tarian, atau lakon yang ditampilkan sarat dengan kritik terhadap kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat kecil.

Hal ini menjadi bukti bahwa mahasiswa harus tetap kritis, tapi dengan cara yang elegan. Salah satunya melalui seni.

Dengan begitu, Padang Wulanan tidak hanya menjadi ritual bulanan, tetapi juga menginspirasi generasi muda untuk tak takut bersuara. Bahkan dengan Padang Wulanan mengajak kita semua untuk berpikir: seni bukan hanya tentang keindahan, tapi juga tentang keberanian menyampaikan kebenaran. Lalu bagaimana dengan suaramu? []

Tags: isifketidakadilanmahasiswaMenyuarakanPadang Wulananwadah
Fuji Ainnayah

Fuji Ainnayah

Saya adalah mahasantriwa Sarjana Ulama Perempuan Indonesia (SUPI) Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) Cirebon.

Terkait Posts

Nikah atau Mapan Dulu

Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial

20 Juli 2025
Kepemimpinan Perempuan

Dilema Kepemimpinan Perempuan di Tengah Budaya Patriarki, Masihkah Keniscayaan?

19 Juli 2025
Penindasan Palestina

Refleksi tentang Solidaritas yang Tidak Netral dalam Menyikapi Penindasan Palestina

18 Juli 2025
Kehamilan Perempuan

Kehamilan Perempuan Bukan Kompetisi: Memeluk Setiap Perjalanan Tanpa Penghakiman

18 Juli 2025
eldest daughter syndrome

Fenomena Eldest Daughter Syndrome dalam Drakor When Life Gives You Tangerines, Mungkinkah Kamu Salah Satunya?

17 Juli 2025
Love Bombing

Love Bombing: Bentuk Nyata Ketimpangan dalam Sebuah Hubungan

16 Juli 2025
Please login to join discussion
No Result
View All Result

TERPOPULER

  • Karakter Anak yang

    Pentingnya Membentuk Karakter Anak Sejak Dini: IQ, EQ, dan SQ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yuk Dukung Anak Miliki Cita-cita Tinggi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • COC: Panggung yang Mengafirmasi Kecerdasan Perempuan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0

TERBARU

  • Dr. Faqih: Ma’had Aly Kebon Jambu akan Menuju Pusat Fiqh Al-Usrah Dunia
  • Nyai Awanillah Amva: Wisuda Bukan Akhir, Tapi Awal Kiprah Mahasantri di Tengah Masyarakat
  • Nikah atau Mapan Dulu? Menimbang Realita, Harapan, dan Tekanan Sosial
  • Menguatkan Peran Ibu Nyai Pesantren dengan Penulisan Ulang Sejarah Ulama Perempuan
  • Membentuk Karakter Anak Lewat Lingkungan Sosial

Komentar Terbaru

  • M. Khoirul Imamil M pada Amalan Muharram: Melampaui “Revenue” Individual
  • Asma binti Hamad dan Hilangnya Harapan Hidup pada Mengapa Tuhan Tak Bergeming dalam Pembantaian di Palestina?
  • Usaha, Privilege, dan Kehendak Tuhan pada Mengenalkan Palestina pada Anak
  • Salsabila Septi pada Memaknai Perjalanan Hidup di Usia 25 tahun; Antara Kegagalan, Kesalahan dan Optimisme
  • Zahra Amin pada Perbincangan Soal Jilbab
  • Tentang
  • Redaksi
  • Kontributor
  • Kirim Tulisan
Kontak kami:
redaksi@mubadalah.id

© 2023 MUBADALAH.ID

Selamat Datang!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

No Result
View All Result
  • Home
  • Aktual
  • Kolom
  • Khazanah
  • Rujukan
  • Tokoh
  • Monumen
  • Zawiyah
  • Kolom Buya Husein
  • Login
  • Sign Up

© 2023 MUBADALAH.ID